mine

637 63 25
                                    

-Perlahan aku akan menjauh meski terasa sakit, daripada dekat namun merasa tak dihargai-

---

Nggak ada henti bagi Velin untuk menunjukkan bahwa ia bisa masak. Pagi tadi ia bangun lebih awal lagi untuk masak, siapa lagi kalau bukan penyebabnya si Derin. Kali ini bukan mi instan sama teh lagi, pagi tadi ia benar-benar susah payah masak nasi goreng seperti waktu itu yang Derin bawakan untuknya. Semoga saja hasilnya memuaskan.

Kaki jenjang Velin memasuki area lapangan membawa kotak bekal baru warna hijau kali ini. Vano dan Rangga di pinggir lapangan, Rangga memetik senar ukulele Vano joget-joget di tengah terik matahari. Dasar kurang kerjaan.

"Derin mana?"

"Dateng-dateng nanya, nyapa dulu gitu."

Vano manggut-manggut menyutujui kata Rangga. "Derin di sini."

Telapak tangan Vano menunjuk bagian dadanya "di hatikuuuu," katanya, mulutnya monyong-monyong.

"Sinting lo, Gila!"

"Serius," ucap Velin.

"Wah Dede emesh minta diseriusin Vano. Jangan serius-serius ah masih SMA. Mending minta seriusin Derin aja sono siapa tau diajak ke KUA."

Velin diam nggak menjawab tatapannya makin tajam, mukanya makin datar, aura dinginnya makin terlihat. Mampus Vano ini namanya bangunin macan tidur.

"Di ruang musik," kata Rangga santai tapi sambil geplak kepala Vano dari belakang.

"WOY SAKIT KAMBING! HEH LO MAKASIH KEK GITU!" Teriak Vano ketika Velin berjalan menjauhi mereka.

Cuek saja Velin jalan menjauh mengarah ke ruang musik, sedikit keanehan Derin di ruang musik. Ia berdiri pas depan pintu ruangan tersebut, nggak langsung masuk indra pendengarnya menangkap bunyi alat musik, biola.

Nada-nada biola itu mengalun indah sampai terdengar ke luar. Ia membuka pintu itu sedikit melihat dalamnya. Ada Derin, tunggu, Derin sedang duduk diam berarti bukan ia yang memainkan biola itu. Mata Velin makin menajam menangkap siluet perempuan di sana.

Huh, bosan, dia lagi; Zill.

Ia terpaku, tertawa sejenak bukan karena sakit hati melainkan merasa bodoh sudah melakukan ini.

"Khusus kali ini, aku persembahkan permainan biola buat kamu Derin," ujar Zill.

Sadarlah, kau hanya pemeran pengganti.

Velin tersenyum miris ketika kalimat itu muncul di kepalanya. Ia meletakkan bekal itu di meja samping pintu lalu meninggalkannya begitu saja tanpa sepatah katapun.

Prok prok prok

Tepuk tangan Derin memenuhi ruangan memecahkan keheningan. Cowok tampan itu tersenyum lebar.

"Dari dulu permainan biola kamu keren."

"Iya dong kan  kamu juga yang semangatin aku dari dulu," Zill balas tersenyum lebar.

Derin merasakan kehadiran seseorang tadi, ia sempat melihat bayangan seseorang di pintu.  Ia memeriksa keadaan luar, tidak ada orang lorong pun lumayan sepi, kepalanya  melihat kotak bekal warna hijau pikirannya seketika teringat Velin. Tidak, punya Velin berwarna pink.

RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang