Suatu saat kau akan mengerti bahwa sebuah pengharapan itu akan redup, butuh istirahat sejenak untuk mencari harapan baru.
--
“sengaja beli buku ini buat lo, bedanya yang ini belinya pake kasih sayang.”Bisa aja si upil onta!!
Kalau alaynya akut Derin kayak gini ternyata. Velin berdecak jengkel, bola matanya memutar mata malas, sangat muak dengan tingkah Derin seperti ini.
“ayo,” bukannya mengajak secara halus Derin malah setengah mendorongnya. Bukannya tangan yang mengenggamnya secara halus, berkata lembut, ini malah menarik bagian ujung baju Velin. Melar itu baju, cuy!
Belum juga Velin bertanya mau diajak kemana, dirinya sudah terkurung dalam mobil Derin. huh, Derin cocok, pake banget, jadi penculik. Apalagi penculik anak kecil.
“kemana?” tanyanya pelan. Tatapan dingin mereka berdua kembali muncul, baru juga ‘berdamai’ ini udah perang dingin lagi.
Jangan harap Derin akan menjawab pertanyaan Velin. Jangankan menjawab ngelirik aja juga nggak.
Mobil berhenti. Ah iya, ini tempat biasa yang mereka kunjungi, rumah pohon di dekat ujung tebing. Derin turun dari mobil lalu naik ke rumah pohon. Tak tinggal henti Velin pun mengikutinya.“sini,” tangan Derin menepuk tempat kosong di sampingnya menyuruh Velin duduk didekatnya. “rumah pohon ini ajaib, bisa jadi perantara surat seseorang, kayak gini.”
“kalo lo ada hal yang mau diceritain, lo bisa cerita di buku ini terus dirobek abis itu lo tempel macem gini,” tuturnya sambil menuliskan di buku itu.
Velin mengangkat sebelah alisnya. Ada-ada aja aja kelakuan cowok itu.
“contohnya kayak gini,” Derin tersenyum puas melihat tulisannya yang sudah ia tempel di dinding tembok kayu rumah pohon.‘Sebenarnya Velin sayang Derin. tapi gak mau akuin.’
Velin mendelik tajam, sejujurnya ia ingin tertawa karna melihat tulisan macam ceker ayam itu, udah tulisannya jelek isinya juga ge’er tingkat akut.
“ge’er banget lo!”
“kan contoh!” balas Derin sewot. Kepala velin menggeleng berkali-kali ia cukup terhibur dengan ini, tangannya mulai menulis membalas tulisan absurd Derin. tidak ada satu menit balasan tulisan Derin sudah tertempel di dinding rumah pohon.
‘sebenarnya Derin juga sayang Velin. Tapi gak mau akuin.’
Derin tertawa pelan. Kali ini tertawa lepas, ikhlas juga, nggk ada sinis-sinisnya sama sekali. “sekarang gue akuin, gimana?”
“ya nggak gimana-gimana.”
Tulisan ‘ceker ayam’ itu kembali tertempel di dinding, Derin menulis yang katanya ‘perantara surat’ itu.
To Avelina Senja,
Sebenarnya Derin sayang Velin. tapi Derin gengsi ngomongnya.Entahlah, bukan baper Velin justru tertawa. Rasanya semua hal yang dilakukan Derin sekarang terlihat kocak bagi Velin.
Derin mau nembak Velin. Tapi bingung ngomongnya.
Velin membaca lagi tulisan itu, ia tersenyum jenaka. “mati dong gue kalau lo tembak.”
“tembak jadi pacar maksudnya, alat tembaknya bernama cinta, pelurunya berjenis kasih sayang.”
Tawa Velin kali ini meledak. Tertawa lebar lalu tersenyum, “ya sudah, jika masih bingung bicaranya. Nanti saja.”
“nanti lo bakal jawab apa?”
Senyum manis Velin hanya bisa menjawab pertanyaannya. Kali ini ia tak bisa menjawab, hati dan pikirannya sedang buyar memikirkan banyak hal. Velin menuruni tangga kayu satu persatu lalu berteriak dari bawah. “RAHASIA,” jeritnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia
Fiksi RemajaIni tentang Derin; yang menjaga Senjanya, Bulan yang mengiri mataharinya, Dan berakhir dalam jiwa yang hilang. Ini pun tentang Velin, tentang mencari seseorang yang melengkapi jiwanya, Tentang Mematahkan harapannya, Ah ini juga bersama Sang Bulan ya...