lampu hijau

928 180 130
                                    

Suasana hingar bingar dalam ruangan memenuhi indra pendengaran Derin, bau alkohol dan rokok menjadi satu. Ia menelisik setiap sudut club, mencari perkumpulan geng yang ia tuju.

"Weisshh. Abang patung udah nyampe toh! Tumben ke sini?" Celutuk cowok yang duduk dibangku paling depan. Derin hanya diam malas menanggapi, perhatiannya jatuh kepada cewek dalam pangkuan cowok itu.

"Gimana sama tantangan gue?" Ucap cowok berambut yang sedikit gondrong sambil menepuk bahu Derin dua kali.

Derin membalasnya dengan mengangkat kedua bahunya, kekehan sinis terdengar dari cowok itu. "Gue harap lo bukan cowok yang dikasih tantangan langsung ciut ya,"

"Udah deh Pandi, lo mau bangunin buto ijo ngamuk?" Peringat cowok berambut biru.

"Gue cuma kasih ke tantangan sama dia aja. Lo semua tau lah, cewek cewek kita direbut sama dia,"Jawab cowok itu yang bernama Pandi dengan mata memincing ke arah Derin.

"Mau lo apa, Pan?" Kalimat Derin membuat semua orang melihat ke arahnya, kalimat Derin adalah kalimat yang sepertinya penuh akan kebencian.

Pandi kembali terkekeh, "Gue cuma mau liat gimana rasanya lo ngemis cinta ke cewek, biasanya cewek yang ngemis cinta ke lo! Apa lo bisa taklukin cewek dingin macem lo juga? Gue rasa lo pengecut haha."

"Brengsek lo! Oke gue bakal buktiin siapa yang pengecut,"

"Oke gue tunggu! Kalau lo gak bisa naklukin cewek dingin gue cap lo sebagai cowok pengecut. Tapi, kalau misalnya lo berhasil, lo bawa cewek itu ke sini dan tunjukin ke semua orang!" Serunya sedikit berteriak karena Derin sudah jalan menjauhinya.

---

Sekarang hari libur, oleh sebab itu Velin ingin bermanja-manja dengan kasur idamannya. Jika libur sekolah, berarti sama dengan; libur mandi, libur bangun pagi, nggak keluar rumah nggak bakal mandi.

"Vel anterin Mama kuy ke-ya ampun! Anak perawan jam segini kok masih gulung selimut?! Bangun Vel! Jangan sampai kamu besar justru gulung tikar! Vel bangun, insyaf Vel, nyebut Vel, nyebut, inget Tuhan Vel!" Heboh Rani yang seperti melihat orang kerasukan roh halus.

Bukannya bangun Velin justru menarik selimutnya. "Apaan sih, Ma?"

"Kamu tuh ya anak perawan eh bukan kamu anak mama bukan anak perawan, aduh Ve bangun dong."

"Males."

Mamanya mengerucutkan bibirnya sebal, "yaah...kamu nggak kasian sma mama pergi sendiri macem jomblo? Nanti kalo mama digaet cowok lain gimana sama papa kamu? Kalo mama diculik siapa yang nemenin papa kamu bobo? Ayo dong anterin mama."

"Emangnya ada yang mau culik mama? Yang ada penculiknya sengsara."

"Halus tapi menusuk sedih jadi mama tuh hiks," ujarnya mendramatisir keadaan, tangannya digerakkan seolah-olah mengusap air mata. Dengan kasar Ia melangkah keluar kamar.

"Vel! Inget loh Mama lagi marah! Jangan ajak bicara dulu! Kalau mau ajak bicara harus beli cake faforit Mama dulu, baru Mama gak bakal marah," ancam Rani yang kembali menyembulkan kepalanya didepan pintu dan dibalas oleh Velin hanya gumamam.

Adat keluarga Wiratno, ketika ibu negara ngambek bujukannya harus cake favoritnya.

---

Sudah dua kantung belanja yang dibawa oleh Rani, dia memang nggak ada bosannya jika belanja walaupun belanja seperti ini, Sendirian. Ketika Rani ingin melangkahkan kakinya masuk ke salah satu butik, matanya menangkap cowok yang familiar baginya. Tapi ia tak ingat di mana ia bertemu, setelah berpikir keras barulah ia ingat siapa cowok tersebut yang sedang duduk didekat jedela kaffe. Maklum, faktor umur yang membuatnya harus berpikir keras.

Ia menghampiri anak muda tersebut, "Kamu yang kemarin sama anak Tante ya? Senja?"

Cowok tersebut tampak berpikir. "Oh iya nama saya Derin Tan," balasnya ketika ia ingat siapa wanita paruh baya dihadapannya.

"Kenalin nama Tante Rani selaku calon mertua kamu yang paling kece."

"Kamu sendiri?" Lanjut sambil celingukan mencari orang yang siapa tahu ia kenal. Derin hanya membalas dengan anggukan bahwa ia sendiri.

"Kamu pacarnya Velin? Atau teman? Atau lagi otewe jadi pacar? Atau masa pedekate? Atau musuhnya? Atau kamu manusia jones yang lagi cari pelampiasan?" Tanya Rani bertubi-tubi serta muka memohon dan mata yang berubah sedikit sendu.

Derin terkekeh, "pacar, Tan."

Brakk!

"Kamu serius?! Pacar anak Tante?! Ya ampun, makasih ya akhirnya anak Tante laku," pekiknya senang membuat sebagian orang pengunjung kaffe menengok ke arah gebrakan meja serta pekikan perempuan itu.

"Ma-af, ma-af" ucap Rani tersenyum kikuk untuk meminta maaf kepada sebagian orang yang terganggu

"Vel itu keras kepala, kalau mau bujuk dia harus berkali kali diomongin biar dia bosen terus luluh, tapi sekalinya Ve sayang seseorang dia bakalan korbanin apapun."

Derin menyimak dengan baik setiap penjelasan Rani, lampu hijau buat pendekatannya.

"Vel juga nggak suka dikasarin apalagi dikhianatin sekali kepercayaan Vel ilang, semuanya nggak balik seperti semula. Sifat Vel emang dingin tapi sebenernya hatinya lembut. Nak Derin jaga Ve ya,"

"Vel takut apa?" Tanya Derin sambil mengangkat sebelah alisnya.

"Vel itu takut kucing, tapi ketakutan terbesarnya takut kalau orang tersayangnya pergi,"

Derin tersenyum kepada Rani, hatinya bersorak gembirang, memang ia ditakdirkan dengan cewek itu. Buktinya jalan untuk mendekati Velin dipermudah.

"Ya udah ya nak, Tante pergi dulu. Semoga betah sama Ve, kadang dia galak judesin ngelebihin ibu kos-kosan," Lanjutnya dengan semangat dan dibalas anggukan serta senyum kecil di wajah Derin.

Tunggu saatnya Vel.

---

RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang