datang yang hilang

73 5 0
                                        

Ketika mencoba melepaskan justru semkain merindu apa yang sudah dilepaskan.

---

Andai Tuhan merestui jika Bram menutup mata selamanya, entah apa yang akan terjadi. Sayangnya DIA masih memberi nafas untuk Bram. Setelah melewati masa kritis yang cukup lama akhirnya Bram bisa melihat dunia lagi, terlebih gadis yang ia ingin temui. Sebenarnya sudah dari kemarin Bram siuman dari komanya akn tetapi jiwanya seakan baruu ada sekarang.

"Karin?" ia sedikit menjamkan penglihatannya. Ada Karin masuk ruangan sambil tersenyum.

Cewek itu maju mendekati ranjang. "gimana kabarmu?" tanyanya basa basi.

"Velin, adik kamu mana?"

Mendadak semua terasa canggung. Baru juga sadar sudah menanyai Velin. Karin menggaruk pelipisnya, ayahnya berdecak sebal, mamanya tersenyum kecil.

Bagi Bram, Velin sudah dianggap saudaranya sendiri, tapi entah ia menghianati prinsip itu atau tidak. Apa iya, prinsipnya tidak mengubah ke perasaaan cinta? Mungkin tidak, ia sudah mempunyai seseorang yang lain. Cinta itu lucu ya, tumbuh tanpa dikehendaki, jika dipaksa untuk dihapus justru semakin kuat, jika dipaksa melupakan justru makin ingat. Semuanya mengalir begitu saja layaknya air , layaknya keheningan di tengah malam, diam-diam menelisik dalam hati menciptakan rasa yang kuat adanya.

"ohiya, Zill mana?" belum dijawab pertanyaan pertama ia sudah mengajukan pertanyaan lagi.

"sudah lah, Bram. Lupakan Zill," ujar papanya.

"nggak, pa."

"kamu nggak ingat Zill yang bikin kamu celaka gini?!" seru Dimas (papanya Bram) tertahan.

Bram menghembuskan napas panjang. Dimas keluar dari ruangan. Baru juga kemarin siuman dari koma nya udah mulai 'debat' aja, Dena selaku mamanya Bram mengelus putra kesayangannya itu muka yang sudah termakan umur itu tersenyum pengertian.

"kamu rindu Velin dan juga... Zill, ya?" Bram mengangguk menatap lekat Dena. Serindu apapun ia dengan mereka berdua kalah dengan rindunya dengan wajah lelah ini. Wajah yang selalu tersenyum di saat kondisi tidak pantas untuk tersenyum. Wanita ini, ibunya, cinta pertamanya.

"Velin di rumah, nanti dia ke sini," ucap Karin dusta. Biar saja seperti itu, Karin tak tau sedikit lagi omngannya akan berubah menjadi fakta bukan lagi kedustaan belaka.

Dilain tempat, di lorong rumah sakit yang lengang, semerbak bau obat-obatan pun menusuk indra penciuman Velin. Kakainya setengah berlari lalu berhenti pas di depan ruangan Bram, baru saja ingin membuka pintu, benda itu sudah terleboh dahulu tegeser. Dimas terperangah kaget menyaksikan Velin di sini.

"apa kabar, om?" Dimas hanya melirik sinis, ia mangangguk sebagai jawaban lalu pergi tanpa pamit.

Suara gelak tawa memenuhi pendengaran Velin saat ia masuk ke dalam ruangan, ada tiga orang di sana yang saling melempar canda tawa. Rasa-rasanya ia sangat menganggu jika datang saat semuanya terlihat bahagia.

"Velin?!" mata Bram berbinar ia tersenyum lebar. Sangat senang dengan kedatanagn cewek itu.

"hai, apa kabar?" katanya basa-basi.

Karin kali ini benar-benar memasang raut muka kebencian. Apalagi Dena hanya berwajah datar tanpa ramah tamah.

"sudah lama ya kita nggak bertatap muka gini, haha," Velin menanggapi gurauan Bram dengan gusar. Di sini suasana mencekap bagi Velin, apalagi dua orang perempuan yang sama sekali tidak welcome dengan kedatanagn Velin.

RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang