TYPO BERTEBARAN.
-Mencintai tetapi tidak memiliki, mengikhlaskan tetapi tidak melupakan.
---
Sehabis dari perpustakaan tadi Derin mengajak Velin pergi ke rooftop. Sebetulnya di sana sudah ada Vano dan Rangga yang menunggu. Cuma karena kejadian kemarin membuat semuanya canggung terutama pertemanan tiga orang itu.Mereka berempat terdiam, bingung mau ngapain, mata masing-masing melirik sana-sini. Padahal Derin dan Velin itu duduknya berjauhan, di bagian ujung. Tapi tetap saja merasakan kecanggungan itu.
“lo kenapa nggak ikut hilang kayak yang lain?” bukan hanya Velin yang menengok ke arah Derin, dua sohibnya juga ikut menengok merasa tersindir.
“Velin ada, ketika semua orang nggak ada.”
“Derin itu lagi berada di kegelapan. makanya Velin dateng menjadi cahayanya.”
“jadi bintang aja, menemani bulan dan membantunya menyinari kegelapan.”
“hakikat Velin jadi matahari, Derin.”
Sunyi lagi. Sebenarnya sahabatnya kaget melihat interaksi mereka berdua, yang bisanya irit bicara, singkat jawabnnya, ini justru banyak bicara, omongannya berkelas lagi. Otak Vano itu kan cetek jadi nggak ngerti apa yang dibicarakan.
“tanyakan saja pada semesta mengapa ia menjadikan langit sebagai pemisah bulan dan matahari,” kata Velin.
“semesta menjawab, katanya, agar mereka berdua selalu mengiringi dikala salah satunya ingin beristirahat.”
Semuanya ikut larut dalam pikiran masing-masing, ada yang menatap ke langit, ada yang menatap ke bawah menikmati hiruk pikuk kemacetan Ibu Kota Jakarta.
“jadi gimana, Velin?”
“gimana apanya, Derin?”
“pertanyaan Derin waktu itu.”
Velin tidak menjawab ia hanya mengerutkan alis bingung. Sekarang bagian Vano, cowok petakilan itu membuka kuping lebar-lebar ingin menguping percakapan dua manusia yang katanya dingin ini..
“tentang Velin cinta Derin, atau nggak?”
Velin tersenyum kecil lalu bangkit dari duduknya, “udah bel, mau ke kelas.”
Derin ikut berdiri lalu menyusul Velin. Niat awalnya Vano dan Rangga mengajak Derin bertemu ingin klarifikasi tentang masalah kemarin ini justru dia asik sama Velin.
“Rin tunggu!” seru Rangga.
“apaan sih?” katanay jengkel.
“tingkah lo tuh jangan kayak gini!”
Derin malas berdebat dengan Rangga, ia memutar matanya malas. “Ga, kalo lo sayang Zill, perjuangin. Jangan justru nyalahin sepihak,” selanjutnya Derin berlari menyusul Velin.
From; 08xxxxxxxxxx
Jangan terlalu percaya sama Derin. jangan mengungkapkan rahasia lo, terlebih tentang keluarga lo yang sebenarnya.
Batin Velin mendadak bergetar. Selama ini ia hidup di penuhi rahasia, tidak semua ia ceritakan pada Shasa. Lalu siapa orang ini? Seolah-olah tau mengenai kehidupan Velin.
“kenapa diem?” tanya Derin menepuk bahu Velin pelan, cewek itu tersentak kaget.
Mereka berdua jalan di lorong sepi, maklum saja bel sudah berbunyi dari beberapa menit yang lalu. Tepat di tikungan mereka berdua berpapaan dengan Pandi dan.. Zill? Jalan berdua? Tapi muka Zill terlihat risih.
Dua pasangan itu berhadap-hadapan sekarang, muka Derin terlihat dingin tak tersentuh sedangkan muka Pandi tercetak senyum miring.
“chat gue kok nggak dibales, Vel?” Velin menatap Pandi datar, oh jadi chat seperti itu Pandi.
“chat apa lo?!” tanya Derin kelewat kalem.
Pandi terkekeh sinis. “tentang perasaan.”
Makin tersulut emosi tangan Derin mengepal erat. Pandi melewati Derin sambil berbisik, “sekali lo sakitin Velin. Zill dan Velin nggak akan ada buat lo.”
Bugh..
“Derin!”Tepat bogeman itu mengarah pada Pandi buru-buru Zill menjadi berdiri pas depan Pandi.
Bodoh. Bukan Pandi yang ia tonjok melainkan Zill.
"Derin bajingan!” Pandi berseru marah.
---
“eugh..” gumaman Zill terdengar saat Velin mengompres memarnya. Ruang UKS ini cuma ada mereka berdua.
“mana Pandi?” tanya Zill sambil berusaha bersender di tembok.
"Pandi nggak ya peduli sama gue, Vel?” Velin menggeleng menjawab pertanyaan Zill. Zill menundukkan kepalanya, pusing masih mendera, ditambah lagi seseorang yang ia tunggu kedatangannya tidak hadir.
Sungguh ini kebohongan. Pandi tidak pergi, ia memerhatikan dari jendela UKS, Pandi pun menemani Zill di UKS dari tadi. Memangnya Pandi sengaja berpesan pada Velin jangan memberitahu kalau ia menemani Zill dari tadi. Zill melindungi Pandi, Pandi menemani Zill di UKS. Mereka berdua diam-diam seperti itu ternyata saling peduli.
“Derin mana, Vel?”
“hilang..”
Keduanya menghembuskan napas bersamaan. Selesai mengompres Velin keluar dari UKS menemui Pandi.
“Pan..”
Pandi menenengok, “gimana keadaan Zill?” Velin mengangguk sebagai jawaban kalau cewek itu baik-baik saja.
“lo siapa sebenernya?”
“gue? Seorang pangeran yang berusaha menyelamatkan putri kecilnya,” ujarnya setengah tertawa, Velin melihatnya datar.
“tau apa lo tentang gue, huh?”
Pandi menunduk sedikit mensejajarkan tingginya dengan Velin, ia maju sedikit lalu berkata, “gue tau, kalau seorang putri yang terlihat indah memendam luka yang amat dalam.”
“aggep gue pangeran dari kerajaan lo, Vel.”
Velin membuang muka ia muak mendengar omong kosong Pandi.
“jangan terlalu mencintai Derin, dia nggak baik buat lo.”“terus siapa yang baik buat gue? Lo?!”
“bukan gue, tapi Vano.”
Mata tajam Velin makin menghunus Pandi. Lelaki itu tertawa lagi, jujur aja kadang Velin bingung apa Pandi mengidap sakit jiwa? Lagian dia dikit-dikit tertawa, padahal nggak ada yang lucu. Contohnya aja kalau berantem sama Derin pasti selalu diselingi tertawa.
“haha, bercanda.” Tambah Pandi sambil mengacungkan jari telunjuk dan tengah bersamaan, tanda damai.
“gue mau ke ruanng kepala yayasan, kalo ada apa-apa ke sono aja ye.”
ekspresi wajah Velin datar sedatar-datarnya sewaktu merespon setiap omongan Pandi. Pandi yang melihat itu tertawa—lagi, tuh kan dia mah ketawa mulu.
“sudah ya putri, pangeran ingin pergi. Jika butuh pangeran datang kembali ke kerajaanmu.”
Jika kemarin bulan dengan mataharinya, maka sekarang bertambah pangeran dengan putri kecilnya...
---
Gak tau deh ni part ngefeel apa nggak WKWKWK
Dapet salam dari Velin. Salam balik gak?!
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia
Подростковая литератураIni tentang Derin; yang menjaga Senjanya, Bulan yang mengiri mataharinya, Dan berakhir dalam jiwa yang hilang. Ini pun tentang Velin, tentang mencari seseorang yang melengkapi jiwanya, Tentang Mematahkan harapannya, Ah ini juga bersama Sang Bulan ya...