-Hal yang paling kasar adalah ketika kamu pergi meninggalkanku sementara semesta sudah mengnalmu-
--
"Tebak Vel, mama abis ketemu siapa tadi," ujar Rani. Velin cuek hanya memakan kripik kentangnya.
"Tuhan," jawabnya asal.
"Ih kamu doain mama meninggal?!Tadi itu Mama ketemu sama pacar kamu si cogan."
"Siapa?"
"Halah, kamu. Nggak usah belagak gitu!" Godanya sambil menyenggol bahu Senja.
"Brisik!"
"Ih kamu mah. Namanya tuh anu siapa sih namanya Vel? Aduh lupa lagi namanya."
"Anu, namanya, anu, siapa sih?! Kok Mama lupa sih Ve?!" Sewot Rani merutuki kebodohan yang dialaminya.
"Kok sewot?"
"Ah iya! Namanya duri—eh kok duri ya? Bukan deng duren—iya duren, pisang, jambu, apel—loh kok nama buah sih?!"
Malas menanggapi Senja asyik menonton tv di depannya, mulutnya sibuk mengunyah kripik kentang.
"Ih. Mama lupa! Namanya ada duren-durennya gitu Ve, siapa sih?!"
Seketika Senja menyadari sesuatu yang ganjal. "Jangan-jangan..." gumamnya dengan suara pelan.
"Derin?!"
"Nah iya dia!" Seru Mama dengan semangat sambil menjentikan jarinya didepan wajah Velin.
"Mama ngobrol sama dia?!" Bola mata Velin membesar serta mulut yang terbuka sedikit.
"Iya."
"Ngomong apa?"
"Mama ngomong—eh sebentar, Mama lagi marah 'kan sama kamu? Duh, kok Mama lupa ya. Udah deh Mama masih marah, kalau mau baikan beliin cake dulu." Paparnya yang sudah ingat jika ia marah kepada putrinya tersebut.
"Mama!" Panggil Velin dari arah dapur tapi hasilnya nihil, sebab Mamanya mengacuhkan panggilannya.
---
Suasana koridor yang semula ramai menjadi hening seketika, tadinya Vano mengadakan konser dadakan, Vano memainkan ukelelenya dan Rangga dengan suara pas-pasan bernyanyi hilang nada. Derin? Dia hanya menonton aksi gila sahabatnya.
"Maksud lo apa, hah?!" Teriak Velin tiab-tiba di hadapan cowok famous itu.
Derin, karena satu nama Velin membatin murka. Ia memang sengaja datang ke komplotannya, ingin memperingatkan Derin atas kejadian kemarin.
"Apa?" Tanya Derin dengan mengangkat sebelah alis.
"Jangan pura-pura!" Bentak Velin
"Kenapa?" Goda Derin dengan nada meremehkan.
"Ngomong apa lo sama nyokap gue?!"
"Masalah sama lo?"
"Iya, gue nggak suka!" Bentak Velin sekali lagi.
"Mama lo aja suka sama gue masa anaknya nggak," ucap Derin dengan percaya dirinya.
"Lo itu—ck! Susah ngomong sama orang sarap!"
"Nggak usah ngomong sama gue kalau gitu,"
"Parasit!" Velin menunjuk muka Derin. Sedangkan Derin, ia hanya memperlihatkan senyum remehnya.
"Gue tau lo Vel makasih buat calon mertua." Ucap Derin dengan muka datar dan berlalu pergi.
Rangga dan Vano bersitatap, "Wah Derin kita sudah besar."
---
"Gue penasaran deh sebenernya lo itu deketin Velin pure karena tantangan Pandi?" Tebak Rangga. Derin berdehem sambil main ponsel.
"Atau jangan-jangan lo mulai tertarik ya sama dia?"
Derin meliriknya sinis Rangga, tanda bahaya.
"Lo itu bukan Derin kita, Derin kita itu lebih dingin dan uch uch dede gemes gimana gitu," kata Vano. Kedua tangannya menjadi tumpuan.
"Apaansi lo, Van! Lo pikir gue sama lo punya anak si Derin?! Ogah!"
"Najisin lo berdua."
"Yeh si abang, walaupun Vano rada gila tapi omongan dia ada benernya, Rin. Semenjak lo kenal tu cewek, lo lebih banyak omong dari sebelumnya, sifat beku lo mulai cair."
"Abangnya cair dede gemesnya tetep beku. Yhaaaaa," ujar Vano menampilkan muka konyolnya.
"Sok tau lo!"
Hati dan pikirannya tak seiras sekarang.
---
Velin pulang terlambat hari ini, ia menikmati sore harinya di lorong sekolah. Berjalan santai ke arah parkiran, telinganya tersumbat earphone warna pink, rambutnya di kucir kuda.
Derin lagi. Cowok itu menghalangi jalannya, sebelum Velin protes ia langsung mencekal tangan cewek itu menggeretnya menuju taman belakang sekolah.
"Apaan?" Tanya Velin sambil memasang muka sedatar-datarnya.
"Tolongin gue."
"Muak."
"Kali ini aja, lo bahkan belum tau apa permintaan gue."
"Nggak mau tau."
"Nantangin ternyata," Gumam Derin dengan nada kecil.
"Tolongin gue," ucap Derin kali ini nadanya lebih lembut, mukanya lebih memohon, dengan perlahan Derin mengenggam tanga Velin. Oke kali ini ia mengikuti saran Rani, hari ini ia harus bisa beracting.
"Ck! Mau lo apa Derin?!" Tanya Senja pelan. Gotcha! Sandiwaranya berhasil. Terimkasih banyak mama mertua. Velkn sudah berhasil masuk ke dalam lingkaran yang ia buat. Velin sudah masuk perangkapnya.
Derin kembali memasang muka datar."Tolongin gue," pinta Derin dengan wajah datar tatapannya juga tajam.
"Apa?"
"Lo jadi pacar gue!" Kalimat Derin membuat pupil mata Velin melotot tak karuan.
"Nggak."
"Tolongin gue," senggahnya dengan muka sedatar mungkin.
"Nggak!" tolaknya mentah-mentah sambil menekan kalimatnya tersebut.
"Gue akan neror lo sampai lo mau Vel!" Teriaknya frustasi
"Ck! Mau lo tuh apasih Derin?!" Ada jeda sebentar.
"Lo berkali-kali minta tolong ke gue dengan jawaban gue yang sama. Tapi lo, kenapa masih minta tolong ke gue!" Teriaknya lebih frustasi sambil menunjuk muka Derin.
"Gue bilang tolongin gue! gue bakal dapetin apa yang gue mau!" balas Derin dengan sedikit membentak.
"Nggak ada cara lain?" Nada Velin mulai melemah.
"Nggak."
"Oke! gue tolongin lo."
Derin senyum miring yang sirat akan kemenangan dan kepuasan. "Oke sekarang kita pacaran."
Oke sekarang kita pacaran. kalimat itu bagaikan kaset rusak yang terus berputar tanpa henti. Tapi bedanya, kalimat itu terus berputar tanpa henti diotak Velin.
---
See you!

KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia
JugendliteraturIni tentang Derin; yang menjaga Senjanya, Bulan yang mengiri mataharinya, Dan berakhir dalam jiwa yang hilang. Ini pun tentang Velin, tentang mencari seseorang yang melengkapi jiwanya, Tentang Mematahkan harapannya, Ah ini juga bersama Sang Bulan ya...