Suasana kantin kali ini lebih ramai dari biasanya, suara dentingan sendok dan garpu saling beradu, suara omongan orang-orang mengiang di mana-mana. Pojok kantin sangat trategis, sepi, jauh dari keramain, serta tempat yang nggak bikin mencolok daripada di depan, apalagi cuma ditempatin Shasa dan Velin.
Tiap pergerakkan tangan Velin yang menyuap selalu diperhatikan lekat oleh Shasa, kepalanya ikut naik turun mengikuti pergerakkan tangan Velin menyuap mi ayam Babe Barkom.
“gue baru liat gelang lucu lo itu. Gelang baru ye?” suapan makanan Velin terhenti badannya terpaku sejenak tak luput pula matanya melirik sekilas Shasa lalu pandangannya jatuh ke b
enda yang melingkar di tangannya.
Gelang itu..“hayo ngaku, gelang dari siapa? gue tebak dari Derin kan?!” bahu Shasa menyenggol badan Velin pelan mulutnya timbul senyum jahil, matanya mengedip genit menggoda.
‘tiga serangkai’ begitu kata orang. Tiga orang yang masing-masing berprilaku absurd dan berbeda itu sekarang duduk santai di tempat Velin dan Shasa. Aduh, rasanya jadi hambar mi ayam Babe Barkom yang terkenal enak itu ketika melihat mereka.
Ya salah siapa? Pojokan itu tempatnya Si makhluk ‘tiga serangkai’..
“Aus gue,” tangan Vano menyambar jus strawberry milik Shasa, Shasa melotot. Ah, dasar, Vano nggak tau sopan santun.“eh jangan!” jerit Shasa.
“ck, aus gue. Gue minta pelit bener lo.”
Tidak dihiraukan, Vano dengan cuek meminum jus Shasa, menikmatinya mengalir ditenggerokan yang kering itu. “rasanya kok aneh ya? Lo upilin ya, Sha?!”
Tawa Shasa meledak bahkan mukanya sampai merah. “gue bilang jagan ya jangan. Itu jus udah gue campur kuah bakso sama sambel Bude Ipah.”
“SHASA SIALAN, SETAN LO!”
Tawa rangga menggelegar, bahkan beberapa isi penghuni kantin tertawa melihat Vano lari terbirit-birit ke kamar mandi. Sambel Bude Ipah itu emangnya terkenal sambel paling pedas di sekolah ini, liat aja nanti Vano juga bakal mules-mules. Apalagi tadi Shasa kasih sambel ke jus itu cukup banyak. Iya namanya juga jus strawberry campur kuah bakso bekas pluss sambel warnanya nggak bakal ketara.
Shasa berusaha menetralkan kembali suaranya, ia berdehem sebentar. “Oya, gelang yang lo kasih ke Velin lucu, imut kayak gue,” kata Shasa menampilkan muka gemasnya.
Derin mengangkat sebelah alisnya, tatapannya seketika jatuh dilengan Velin, benar saja ada gelang yang baru ia lihat sekarang. Pandangannya mengarah ke atas tepat pada manik hitam Velin meminta penjelasan.Ah Shasa sialan..
“dari siapa?” suara berat Derin terdengar. Atmotfer sekitar mendadak canggung. Shasa mengigit pipi bagian dalamnya, gawat ia salah bicara.
“bukan urusan lo,” kata Velin dingin.
“urusan gue,” Velin diam sejenak mendengar kalimat Derin. “lo pacar gue,” lanjut Derin.
“gue nggak anggep lo pacar gue.”
Velin membalas tatapan Derin. Rangga memasang ancang-ancang menjadi penengah.Kalau gini tandanya ‘perang dunia’ kedua akan dimulai..
Tanpa alih bicara Derin memegang tangan Velin kasar merampas gelang pink itu. Mengenggamnya erat setengah menahan kesal.
“Senja, sekali lagi Derin tanya. Ini dari siapa?”Hati Velin berdesir ketika Derin memanggil namanya itu lagi. Bukannya hanya Velin, Shasa yang notabennya sahabat Velin dari kecil, baru kali ini ada yang memanggilnya Senja.
“Pandi,” cicitnya pelan.
Mata Derin menggelap,tangannya dengan mudah memutuskan gelang itu.“kok diputusin?!”
“lebih sayang gelang Pandi atau Derin?”
Velin memutar bola mata malas. “lebih sayang orang tua gue lah.”
Ppfftt..
Rangga membekap mulutnya sendiri antara ngakak sama kasian juga sih sebenernya. Entah apa jalan pikiran Derin, baru kali ini Rangga melihat sohibnya bertingkah seperti ini. Ini tuh kayak mau mencoba romantis dengan cara berbeda tapi gagal karena nggak cocok.
Couple cold, ah dasar mereka..
Sejujurnya Shasa juga tahan tawa tapi karena liat muka Derin yang kasian bingung mau bales Velin jawabn apa jadi ya Shasa sedikit ada rasa simpati nggak kayak Rangga.
Derin melepaskan kalung dari lehernya selama ini kalung itu ia kenakan dan ditutupi baju seragamnya. Suatu kejutan bahwa cowok dingin kayak Derin pakai kalung walaupun kalung itu terkesan agak cowok tapi tetap aja keliatan agak aneh. Kalung itu khas cowok, berwarna hitam kecokelatan, berbandul matahari dan bulan saling beriringan.
Derin memutari Velin menyampingkan rambut cewek itu lalu memasangkannya. “jangan Pandi, Derin aja.”
Lihat saja meski kalung itu tidak cocok dikenakan Velin, Derin tetap memasangkannya. Meski gaya mereka berdua bisa dibilang kaku tapi tetap aja ada jeritan para siswi yang heboh.
Kalung itu, kalung favoritnya yang selama ini tak pernah ada mengenakan selain dirinya sendiri. Ia menatap kalung itu di leher jenjang Velin, tampak manis dengan bandulan matahari dan bulan.
“velin mataharinya, Derin bulannya. Kita sama-sama bersinar diwaktu yang berbeda,” kata Derin setengah berbisik, tangannya meraih bandul kalung itu lalu menatapnya dalam.
“jaga. Jangan sampai matahari dan bulan itu berpisah apalagi redup salah satunya.”
Kamu mataharinya, dan aku bulannya..

KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia
Ficção AdolescenteIni tentang Derin; yang menjaga Senjanya, Bulan yang mengiri mataharinya, Dan berakhir dalam jiwa yang hilang. Ini pun tentang Velin, tentang mencari seseorang yang melengkapi jiwanya, Tentang Mematahkan harapannya, Ah ini juga bersama Sang Bulan ya...