13; gengsi.

2.1K 403 18
                                    

Yeri pusing. Pusing banget pokoknya. Baru-baru ini ada dua masalah yang buat dia pengen musnah aja dari hidup.

Kalau bunuh orang nggak dosa, mungkin Yeri udah membunuh dua orang yang membuat hidupnya berbeda 90 derajat seketika.

Mark Lee,

Huang Renjun.

Cowok ganteng yang berstatus sebagai teman dekatnya itu.

Ganteng, tapi ngeselin.

"Yer, udah ngerjain PR?" tanya Saeron, teman sebangkunya.

Yeri hanya menggeleng lemas, lalu menjatuhkan kepalanya kemeja.

"Lah napa lagi lo?"

"Bacot." jawab Yeri galak, membuat Saeron mendelik seketika.

"Tumben lo nggak pinjem? Biasa lo paling pertama minjem," tanya Saeron lagi yang hanya dibalas oleh deheman Yeri.

Saeron kemudian mendecih, "Nih gue pinjemin. Nggak bakal gue pinjemin kalau guru Biologi kita bukan guru killer," ujarnya lalu melempar buku Biologinya dimeja Yeri, sambil melangkah pergi.

Setelah kepergian Saeron, Yeri dengan pelan menangkat kepalanya, lalu menatap kosong kearah buku Biologi yang Saeron kasih tadi.

Ia menghela nafas dengan berat, lalu mengambil buku Biologinya ditas dan mulai menyalin.

+++

"Mark kenapa gak masuk?" tanya Yeri sambil memainkan sedotannya.

"Dia nggak enak badan katanya," jawab Jeno, yang sedang duduk berhadapan dengan Yeri.

Jadi, setelah pulang sekolah, Yeri ada janji dengan Jeno. Jeno mengatakan bahwa Yeri harus menemuinya di Starbucks terdekat di Sekolah.

Topiknya ya, biasa. Seputar Mark yang nyoba nyebat kemarin.

Yeri jujur, dia nggak bisa tidur gara-gara itu. Dia insomnia.

"Gue tadi malem tidur cuma 4 jam," celetuk Yeri sambil perlahan menyimpan tangan kirinya dimeja, lalu meletakkan kepalanya diatas tangannya, "Gue ngantuk."

Jeno menatap Yeri sambil menghela nafas, "Bangun, lo nggak boleh tidur disini," ujarnya sambil mengetuk kepala Yeri dengan jari telunjuknya.

Yeri tetap tidak bergeming. Perlahan, Ia mulai menutup matanya.

Jeno mendecih, lalu mulai mengemasi barang-barangnya dan juga tas Yeri yang Yeri simpan sendiri disamping tempat duduknya.

"Cepet bangun, gue anter pulang," Jeno mulai beranjak dari tempat duduknya, berjalan meninggalkan Yeri.

Mendengar itu, Yeri langsung dengan cepat bangkit, merapikan rambutnya dan mulai beranjak, menyusul Jeno yang mulai menjauh.

"Jen, kasih tau Mark bilang gausah nyebat lagi, minum air putih yang banyak," celetuk Yeri ketika sudah bisa mulai menyamakan langkahnya dengan Jeno.

"Kasih tau sendiri lah," jawab Jeno tanpa menoleh kearah Yeri.

"Ih, gagal moveon dong gue?"

Jeno meringis seketika, lalu menoleh kearah Yeri, "Nggak ada salahnya kok nanya kabar atau suruh ini itu ke mant— eh bukan, lo bukan mantanan sama dia ya,"

"Gue gengsi,"

"Gausah sok-sokan gengsi."

"Nanti gue baper,"

"Nanti dianya juga baper."

Yeri memutar kedua bola matanya, memilih untuk mengalah saja.

Ia mungkin akan menyuruh Haechan untuk menanyakan keadaan Mark.

Disela-sela berjalan menuju tempat parkiran Starbucks, tiba-tiba ponsel Yeri berdering beberapa kali. Membuat Yeri merogohnya.











Renjun: yeri

Renjun: bisa ketemu gak sekarang di chattime didekat perumahan kamu?

Mágoa [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang