1

13.4K 527 19
                                    

"She's leaving, and I can't do anything. Love is leaving, like a fool, I'm blankly standing here..."

**

Seoul, 2019

Haze's Art

"Kau sudah siap, Jimin?" tanya seseorang yang memiliki senyuman khas itu pada Jimin.

Seorang pria yang sedang sibuk membereskan berkas-berkas di meja nya itu mengangguk singkat.

"Kau duluan saja. Aku tengah mencari satu berkas lagi. Mungkin 10 menit lagi aku selesai."

"Baiklah," jawab seseorang yang di sampingnya yang tidak lain adalah teman kerjanya, Jung Hoseok.

Sebenarnya Hoseok datang, karena jam sudah menunjukkan waktu makan siang. Tapi, lagi-lagi dia harus dibuat menunggu oleh Jimin. Dia bisa saja pergi duluan, tapi dia benci untuk makan siang sendirian. Jadi, dia memilih untuk menunggu Jimin di luar ruangannya.

Park Ji Min

Seperti itulah nama yang tertera di papan nama yang terbuat dari kaca yang terletak di atas mejanya. Bukan buatan resmi, tapi papan nama itu adalah hasil buatan para rekan kerja Jimin sebagai bentuk apresiasi dari mereka untuk Jimin.

Jimin menarik napasnya dalam, menahan rasa lelah yang sebenarnya dia rasakan sekarang. Harus menyelesaikan dua lukisan dalam waktu sehari itu tidaklah mudah, walaupun dia sudah ahli dalam bidang ini sekalipun.

"Di mana aku taruh kertas itu?" keluh Jimin pada dirinya sendiri, merutuki kecerobohannya yang sembarangan menaruh salah satu berkas pentingnya.

"Ah, ini dia."

Dengan satu tarikan Jimin menarik kertas itu dengan senyumannya.

PLUK!

Tiba-tiba terdengar suara benda ringan yang terjatuh setelah Jimin menarik berkasnya itu. Senyum Jimin memudar. Tatapan mata bersinarnya seketika berubah menjadi tatapan mendung.

Benda yang dilihatnya itu adalah sebuah liontin hati yang menuliskan inisial seseorang di dalam bentuk hatinya.

JM♡SH

"Jimin-ah!!" panggil Hoseok lagi untuk mengingatkan Jimin.

"Ne, Hyung. Aku segera keluar," jawab Jimin yang setelahnya melempar asal liontin itu ke dalam laci mejanya.

Tahun ini Jimin berusia 25tahun. Di usianya ini Jimin sudah berhasil menjadi seorang pelukis handal. Sebenarnya Jimin memiliki banyak skill di bidang seni, tapi hanya seni lukislah yang menjadi prioritas utama Jimin selama 3 tahun belakangan ini.

Jimin merasa dengan melukis, dia bisa menggambarkan segala suasana hatinya. Bahkan, lukisan Jimin selalu menjadi posisi pertama yang ingin ditampilkan dan dihargai dalam banyak acara pameran seni di Korea, maupun di luar Korea.

Jimin selalu menyibukkan dirinya kepada pekerjaannya, bahkan di sela jadwalnya yang sudah padat itu, Jimin juga mencari side-job untuk dirinya sendiri.

Jimin berasal dari Busan. Setelah menyelesaikan sekolahnya, Jimin memilih untuk tinggal sendidi di Seoul untuk bekerja, dan juga... Untuk melupakan masa kelamnya saat di Busan, yang sama sekali tidak ingin dia ingat lagi.

**

Los Angeles' Hospital

"Seharusnya kau tidak terlalu sering meminum obat penenang itu.. Kau dengar, kan, kata Kim Uisanim tadi?" tegur seorang pria kepada seorang wanita yang tengah terdiam lemas di pinggir tempat tidurnya.

Wanita itu hanya menatap lurus ke depan dengan tatapan kosong. Dia sedikit tenggelam dengan lamunannya.

"Kau dengar aku?" ulang pria itu dengan sedikit menegaskan suaranya.

"Kau juga dengar, kan, kata Kim Uisanim? Kau tidak boleh memarahiku." Jawabnya saat tersadar.

Pria itu terdiam tidak percaya, tapi setelah itu dia menghela napasnya untuk mengurangi emosi yang mulai memuncak pada dirinya. Dia mengambil dua atau tiga langkah untuk berdiri tepat di hadapan wanita yang menjadi lawan bicaranya ini.

"Dengarkan aku, Seul Hee."

Seorang wanita yang dipanggil Seul Hee itu mulai menatap mata pria itu dalam. Dilihat dari cara pria ini berbicara, Seul Hee tau ini akan menjadi pembicaraan yang cukup serius.

"Kau baru saja sembuh. Belum memasuki satu tahun, bahkan kau juga masih dalam perawatan. Kau tidak boleh seperti ini."

"Aku hanya ingin bertemu dengannya lagi, Jungkook-ah. Kau bahkan menjanjikan itu untukku, kan?"

Pria yang sedari tadi menjadi lawan bicara Seul Hee itu bernama Jungkook. Jungkook menarik napasnya dalam dan mengangguk.

"Jangan melupakan janjimu juga. Aku akan menemukannya, tapi kau harus sembuh dulu. Janji?" tanya Jungkook dengan menjulurkan jari kelingkingnya di hadapan Seul Hee.

Seul Hee menatap jari Jungkook sejenak, lalu dia mengaitkannya dengan jari kelingking nya. Dia menyetujui permintaan Jungkook.

"Aku tidak akan membiarkanmu terpuruk lagi, Noona," bisik Jungkook pada dirinya sendiri.

Jeon Jung Kook dan Jeon Seul Hee, mereka adalah saudara kembar. Seul Hee adalah Noona terbaik untuk Jungkook, begitupun sebaliknya. Mereka saling menyayangi dan saling melindungi satu sama lain.

Mereka berdua sudah hidup sendirian di dunia ini. Kejadian buruk terus menimpa mereka di tahun-tahun belakangan ini. Appa dan Eomma mereka pergi. Mereka hanya meninggalkan harta yang melimpah untuk Seul Hee dan Jungkook seakan mereka sudah tau akan kematian mereka, pikir Jungkook saat itu.

Setelah kejadian itu, Jungkook lah yang harus terus belajar untuk mengelola perusahaan Ayahnya, karena Jungkook tidak memiliki dasar bisnis sama sekali. Dari kecil dia sudah masuk ke dalam sekolah seni, karena Jungkook sangat baik dalam bidang itu, tapi cita-cita nya harus disimpannya terlebih dahulu.

Sedangkan Seul Hee...

Kurang lebih sudah hampir 5 tahun dia tidak bisa menjalani hidupnya dengan baik. Kesalahannya di masa lalu yang dia sendiri bahkan tak bisa memaafkannya. Rasa bersalah itu terus menghantuinya setiap hari. Entah rasa bersalah terhadap kesalahannya di masa lalu, atau rasa bersalahnya yang terus menyusahkan Jungkook sampai membuat Jungkook mengubur mimpinya.

Seul Hee terus berpikiran jika dia menyusahkan Jungkook, padahal Jungkook... Tidak pernah sekalipun dia berpikiran jika Seul Hee telah menyusahkannya atau Seul Hee yang menyebabkan terkuburnya mimpi-mimpi Jungkook.

Seul Hee depresi. Sudah 4 tahun dia mengalami depresi. Sekarang dia dalam masa penyembuhan yang masih sulit dihadapinya. Emosi yang tak terkontrol, memori yang tiba-tiba datang, dan rasa rindu yang kadang hinggap di hatinya.

Dokter memang memberikannya obat penenang, tapi tidak dianjurkan untuknya meminum obat itu secara rutin. Itu juga akan bahaya untuk kesehatan Seul Hee sendiri. Jika kambuh, Seul Hee sering menyakiti dirinya sendiri, dan dia akan menangis dan berteriak "Maafkan aku!"

Seul Hee ingin meminta maaf kepada seseorang yang pernah dia sakiti, terlalu dalam dia menyakiti seseorang itu. Sampai akhirnya Seul Hee merasa karma tertuju pada dirinya, dan dia pantas untuk menerimanya, tapi hanya satu keinginan Seul Hee. Dia ingin bertemu dengan seseorang itu.

**
TBC

Sorry...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang