Part 11. Cinta vs Obsesi ✅

2.4K 154 9
                                    

Dering telepon genggam milik Ricky itu mengagetkan keseriusan nya dalam bekerja. Sudah dua kali benda pipih itu berdering dan ini sudah kali ke tiga. Ricky dengan sedikit malas merogohkan tangan mencari telepon genggam yang pagi tadi ia taruh di dalam tas kerja miliknya. Saat benda itu sudah berada di tangannya, ia mengambil dan mencoba mengecek beberapa panggilan yang ia abaikan tadi. Alangkah terkejutnya Ricky saat melihat tiga panggilan masuk tadi berasal dari Bella, Sang pujaan hati.
     Ricky menepuk dahinya kemudian segera menekan tombol panggilan keluar agar dapat segera berbicara dengan Bella. Hanya dengan sekali bunyi tanda telepon tersambungkan saja Ricky sudah bisa mendengar suara gadis tercintanya. Tapi yang saat itu di dengar Ricky bukanlah sapaan Hallo ataupun kata-kata lainnya, melainkan suara sesengukkan dari ujung telepon yang Ricky yakini bahwa itu adalah suara gadisnya, IsaBella Gunaldi.
     "Hallo Bella! Hallo! Bella tolong jangan menangis dulu, Bel. Dengarkan aku dulu, Yah? Kamu dimana, Sayang?" ucap Ricky lagi
     "Kamu yang ada dimana sekarang, Ky? tanya Bella dengan suara sedikit serak.
     "Aku di kantor, Say-- Klik." jawab Ricky ingin menjelaskan namun sambungan telepon itu malah terputus.
Ricky pun segera menekan tombol memanggil dan menunggu panggilan teleponnya dijawab oleh Bella.
     "Tut... Tut... Tut..."
Nada panggilan pada telepon Bella pun memperdengarkan bahwa telepon genggam milik Bella masih aktif. Hanya saja setelah hampir puluhan kali Ricky menelpon dan juga mengirimkan pesan singkat, tidak satupun juga hal tersebut di perdulikan oleh Bella. Ricky yang panik mendengar suara tangisan Bella di dalam sambungan telepon tadi pun kemudian bangkit berdiri dari kursi kerjanya.
     Lelaki itu lalu berjalan mondar mandir seperti setrika rusak di sekitar sofa dan meja yang berada dalam ruang kerja mewahnya. Tak selang 15 menit berlalu, Ricky mendengar suara keributan dari balik pintu ruangan. Ricky pun hendak memeriksa keadaan yang terjadi disana. Namun belum juga Ricky sampai di depan pintu dan membukanya, pintu ruangan itu sudah keburu dibuka oleh seseorang. Orang itu jelas tak lain adalah Bella, perempuan yang sedari tadi sibuk dikhawatirkan oleh Ricky.
     Bella masuk ke dalam ruang kerja Ricky dan langsung menerjang tubuh Ricky yang saat itu memang sedang berada tepat di depan matanya. Bella menangis sesenggukan dipelukan Ricky dan memeluk tubuh lelaki itu dengan erat. Ricky pun membalas pelukan Bella sama eratnya sambil mengusap lembut rambut panjang Bella yang terurai bebas. Sesekali Ricky menghirup aroma strawberry yang menyeruak dari rambut hitam Bella itu. Bibir Ricky pun tak lupa mengecup puncak kepala sang pujaan hati seraya berusaha mereda kan air matanya yang masih mengalir. Dari arah pintu Marsha masuk dan mencoba menjelaskan apa yang terjadi.
     "Ma...Maaf, Pak. Tadi Ibu ini yang me--" ucapan Marsha terpotong ketika Ricky menaruh jari telunjuk di mulutnya yang seolah memberi tanda jika Marsha harus berhenti bicara.
     "Ini Ibu Angeline Isabella Ananta, calon Isteri saya, Marsha. Jadi lain kali kalau Ibu Bella datang lagi? Langsung disuruh masuk saja." ujar Ricky pada sekertarisnya.
     "Ba...Baik, Pak." ucap Marsha sedikit tercengang.
     "Tolong kamu tutup pintu ruangan kerja saya, dan kalau ada orang yang mencari? Bilang saja saya lagi sibuk tidak bisa diganggu. Kamu mengerti, Marsha?" ucap Ricky sedikit memerintah dan bertanya.
     "Mengerti, Pak. Permisi" jawab Marsha sambil menutup pintu ruangan Ricky.
Tak berapa lama Ricky membawa Bella yang tampak kacau akibat tangisan panjangnya itu untuk duduk diatas sofa. Sesampainya disofa, Ricky pun segera mengunci pintu ruang kerjanya dan kembali beranjak ke sofa tamu tempat Bella berada.
     "Sayang, kamu kenapa sih? Udah dong nangisnya? Kamu dari mana aja? Kamu tahu enggak aku tuh dari tadi cemas disini?
Telepon kamu tiba-tiba putus, giliran aku telepon balik eh malah enggak di jawab. Kamu enggak kenapa-napa kan, Sayang?" tanya Ricky dengan sejuta pertanyaan yang sedari tadi menganjal dalam pikirannya.
      Bella tak juga menjawab pertanyaan dari Ricky, ia masih saja terus menangis hingga akhirnya Ricky hanya bisa ikut diam dan kembali memeluknya. Mereka berdua duduk terdiam beberapa waktu tanpa ada satu pun yang mencoba untuk membuka suara. Tak berapa lama kemudian, Bella pun sedikit demi sedikit mulai berhenti menangis. Ia melepaskan pelukan Ricky dan mengambil kotak tissue yang berada meja kemudian mulai membersihkan air matanya.
      "Ky, terima kasih, yah?" ucap Bella menatap Ricky tulus.
"Terima kasih kenapa, Sayang? Aku benar-benar khawatir sama kamu, Bel." jawab Ricky menatap Bella.
     "Kamu udah kasih pelukan kamu buat tenangin perasaan aku tadi." ucap Bella sedikit tersenyum lirih yang juga ikut menatap Ricky.
     "Kamu tahu, Bel. Sekali pun kamu minta nyawa bahkan hidup aku? Aku dengan rela dan iklas akan memberikannya pada mu, Sayang" jawab Ricky seraya menarik Bella kembali dalam pelukannya.
     "Sekali lagi Terima kasih, Ky. Maafkan aku jika aku belum sepenuhnya membalas perasaan cinta kamu."
     "Aku enggak minta kamu buat membalas semua perasaan aku ini, Bel. Yang aku mau saat kamu sedih, susah, senang, bahagia dan dalam keadaan apa pun juga nanti kamu akan selalu bisa berbagi semua nya pada ku." ucap Ricky lagi.
     Bella kemudian melepas pelukan Ricky lagi. Ia menatap mata Ricky dan berusaha menyelami semua perasaan Ricky dari matanya. Bella melihat kesungguhan cinta terpancar dari dalam mata elang lelaki di depannya. Ricky pun melakukan hal yang sama, ia menatap mata bening Bella tajam. Jemarinya bahkan sudah mengelus pipi Bella dengan lembut. Lalu Entah dorongan dari mana? Pelan tapi pasti, Ricky mulai memutuskan jarak yang tersisa di antara mereka berdua. Bella yang mengetahui hal tersebut pun mulai menutup matanya. Gadis itu bahkan sedikit membuka bibir berlisptik merah maroon yang sungguh sangat menggoda. Sebuah kecupan lembut dari bibir Ricky mendarah mulus diatas bibir Bella. Awalan Ricky hanya berniat sekedar mengecup sekilas tapi saat Bella juga ikut membalas ciumannya, Ricky pun segera melumat dan terus memperdalam ciuman panas mereka. Tubuh mereka bahkan sudah saling berpelukan erat. Ciuman panas yang menuntut sesuatu yang lebih dari itu pun, berusaha ditahan Ricky. Tak lama keduanya pun melepas bibir mereka sembari terengah-engah karena hampir kehabisan nafas.
     "Aku mencintai mu, Bella. Aku sangat amat mencintai kamu." ucap Ricky dengan mata yang sudah memerah dan sedikit berair.
     "Kalau begitu buat aku juga merasakan hal yang sama dengan mu. Miliki aku, bahagiakan aku dengan cinta mu dan jangan buat aku merasakan sakit karena cinta yang kau berikan, Ricky." ucap Bella sedikit lirih.
     Debaran jantung Ricky semakin kencang berdetak layaknya seorang pelari maraton. Lelaki muda itu bahkan langsung menumpahkan dua bulir air mata bening yang sedari tadi ditahan, sembari tersenyum manis di depan Bella. Sedangkan Bella, ia lalu menangkup kedua pipi Ricky dan menghapus air mata bahagia lelaki itu kemudian menarik Ricky ke dalam pelukannya.
     "Aku janji, Sayang! Aku janji akan melakukan apa pun untuk membuat mu bahagia. Mata indah ini, tidak akan lagi aku biarkan menangis seperti tadi. Aku Mencintai mu. Aku sangat amat cinta sama kamu, Angeline Isabella Gunaldi." ucap Ricky lagi dan lagi.
     Mereka pun kembali saling merengkuh satu sama lain dan berbagi kebahagiaan. Bella yang beberapa saat lalu harus menerima kenyataan jika Arya pergi meninggalkannya tanpa pamit, bahkan tanpa satu kata pun kini pasrah dengan keadaan yang terjadi dalam hidupnya. Ia merasa jika Arya mungkin bukan jodoh yang selalu ia perbincang dalam doanya. Bella pun sedikit demi sedikit mulai belajar menerima takdir hidupnya. Bahwa mungkin, Ricky lah lelaki yang digariskan sebagai pengisi takdir hidup itu.

BALI, LOVE & SACRIFICE (MASIH LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang