Suasana pagi yang cerah dengan sinar sang matahari pagi tak terlalu terik itu membuat Arya segera bangkit dari tempat tidur dan membuka jendela kamarnya.
Pemandangan jendela kamar bekas rumah Prayly itu pun langsung bersibobok dengan kedua manik mata Arya.
Jendela dorong dengan keadaan yang masih terkunci rapat itu, membuat semua memory kecil Arya tentang isteri dari Adik kembarnya kembali mengoar begitu saja.
Dulu, akan ada senyuman manis pengantar pagi dari gadis remaja itu padanya setiap kali jendela itu terbuka.
Dulu, akan ada sapaan pagi yang walaupun tak terlalu keras terdengar oleh pendengaran tapi mampu membuat suasana hati terasa damai.
Tapi kini, semua hanya tinggal bayang-bayang masa remaja yang tertinggal diantara putaran alur waktu.
Dan sayang seribu sayang, kenangan masa remaja itu bahkan tak mampu Arya lupakan dari dalam ingatannya.
Ia bahkan masih menyimpan dengan semua cerita itu didalam hatinya. Memelihara, menjaga, menyirami bahkan memupuk perasaan itu hingga menjadi sedemikian subur.
Sehingga saat Tuhan tak menggoreskan tinta kebersamaan mereka, maka hal terpuruk lah yang kini harus diterima nya.
"Hah, benar-benar bodoh!!!
Aku bahkan terlihat bagaikan si pungguk merindukan bulan, seperti kata Dinda kemarin." gumam Arya dalam benaknya sembari melangkahkan menuju kamar mandi.Hari ini, Arya dan Mauren berjanji akan berkeliling jakarta terlebih dahulu sebelum mereka kembali ke aktivitas perkuliahan mereka yang begitu penat di Universitas National of Singapore itu.
Karena Arya tak memenuhi janji nya pada Mauren untuk hadir dan bersikap biasa-biasa di resepsi pernikahan Aryo dan Prayly, maka sebagai gantinya Mauren meminta Arya berkeliling Kota Jakarta seharian penuh.
Arya yang masih terlihat sangat down pun hanya bisa mengiyakan permintaan Mauren. Ia merasa kasihan dengan perasaan gadis Bali blasteran yang cinta juga bertepuk sebelah tangan sepertinya.
"Sudah bangun ya?" ucap Mauren menegur Arya.
Gadis itu keluar dari kamar tamu dirumah Arya dengan berpakaian rapi dan rambut yang terlihat masih sedikit basah.
"Eh, Din!!!
Kamu udah rapi aja. Iya, ini aku mau minum dulu sebelum mandi. Kerongkongan ku rasanya kering banget!!!" ucap Arya menjawab sapaan Mauren tadi."Oh, mau aku bikinin sesuatu buat sarapan?" tanya Mauren berbasa-basi.
"Ngak usahlah Din!!! Lagian dikulkas pasti ngak ada persediaan bahan makanan apa pun untuk dimasak.
Papa sama mama kan sudah hampir sebulan di Malaysia." ucap Arya lagi."Di Malaysia???" tanya Mauren sedikit penasaran.
"Iya, Din. Papa ku terserang penyakit ginjal akut. Sehingga Papa harus menjalani operasi pencangkokan ginjal baru jika tak ingin terus-terusan cuci darah.
Maka Om Andreas lah yang mengurus semua hal mengenai kesehatan papaku, termasuk membawa Papa dan Mama ke Malaysia itu." ucap Arya menjelaskan.
"Om Andreas???
Aryo kan seorang CEO perusahaan percetakan baru di Denpasar, ya?
Lali kenapa jadi Om Andreas yang mengurus semua urusan penyembuhan penyakit Papa mu?" tanya Mauren yang terlihat sedikit bingung."Benar, Din. Aryo memang saat ini menjabat sebagai CEO di sana. Aku pun sudah mendengar dari Mama waktu itu. Tapi perusahaan itu bukan miliknya, Din. Perusahaan itu milik Om Andreas, dan Aryo diminta untuk menjadi CEO disana." jawab Arya sembari meneguk segelas air putih dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
BALI, LOVE & SACRIFICE (MASIH LENGKAP)
ChickLitTulisan pertama beta. Kalau masih berantakan, mohon dimaafkan. Aku selalu sadar bahwa takdir kita manusia hanya ada di tangan sang Empunya dunia. Namun, apakah ini adil Tuhan di saat aku mengandung benih darinya, Engkau malah merenggut nyawany, dan...