Part 9. Kamu, Aku dan Kita ✅

2.2K 164 0
                                    

Hiruk pikuk suara beberapa pasien serta pekerja kesehatan memenuhi setiap sudut rumah sakit elite ternama ditengah ibu kota negara itu. Sepasang langkah kaki Pria bersepatu itu juga ikut meramaikan keadaan disekitarnya. Saat ini langit ibu kota masih terlihat terang dan belum sepenuhnya meredup berganti gelap. Aryo berjalan menuju paviliun tempat Papanya dirawat. Lelaki itu melangkahkan kakinya dengan mantap tanpa memperdulikan setiap pasang mata perempuan-perempuan yang kagum melihat kenyamanannya. Setelah sampai didepan pintu Aryo masuk kedalam ruang paviliun itu dan mendapati Papanya sedang terlelap diatas brangkar rumah sakit dengan begitu pulas. Mata Aryo bersibobok dengan mata Arya yang sedang duduk disofa ruang tamu paviliun itu sambil mengutak-atik laptop di pangkuannya.
"Ya... Ikut aku sebentar. Ada yang perlu kita bicarakan." ujar Aryo kemudian berjalan keluar.
Arya mematikan labtop kemudian mengikuti langkah kaki Aryo yang sedari tadi menunggunya didepan pintu. Aryo membawa Arya menuju ke sebuah cafe yang tak jauh dari rumah sakit tersebut. Mereka berjalan berdua memasuki tempat itu dan sempat beberapa saat menjadi pusat perhatian beberapa pasan mata para pengunjung cafe, terutama kaum hawa.

 Mereka berjalan berdua memasuki tempat itu dan sempat beberapa saat menjadi pusat perhatian beberapa pasan mata para pengunjung cafe, terutama kaum hawa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mereka duduk dekat jendela besar yang dapat menampilkan pemandangan ibu kota disaat hari mulai beranjak senja. Setelah memesan minuman Arya dan Aryo pun masih duduk dalam keheningannya masing-masing. Aryo sibuk menguatkan hatinya untuk bisa bertukar pikiran membicarakan masalah keluarga mereka tanpa pertengkaran lagi kali ini.
"Ya, elo benar mau kuliah di bali?" tanya Aryo sembari memandang keatas .
"Gue bingung, Yo." jawab Arya singkat.
"Apa yang masih lo pikirin. Bukannya akan lebih baik untuk kesehatan Papa kalo elo segera menerima beasiswa itu ke Singapore?" tanya Aryo penasaran.
"Itu yang gue pikirkan. Penyakit Papa pasti memerlukan biaya yang sangat besar. Terlebih lagi biaya operasi pencangkokan ginjal itu tak mungkin sedikit." ucap Arya lirih.
"Elo tenang aja. Om Andreas berjanji sama gue bakalan bantuin kita buat mendanai biaya operasi pencangkokan ginjal Papa. Om Andreas juga enggak mau kita nyumbangin sebelah ginjal kita buat Papa. Soalnya Papi nya Ricky itu juga bakalan bantuin kita nyariin ginjal lain dari berbagai pendonor ginjal." jawab Aryo dengan mantap.
"Elo serius, Yo. Papinya Ricky bakal bantu kita sampai sejauh itu?" tanya Arya antusias.

"Gue serius lah. Tapi Om Andreas enggak gratisan ngelakuin hal kayak gini. Ada syarat yang jelas harus elo dan gue tepati demi kesehatan Papa kali ini, Ya" jelas Aryo sembari menatap kearah Kakak Kembarnya itu.
"Syarat? Gue? Bisa elo jelasin hal ini secara lebih mendetail tanpa berbelit-belit, Aryo?" tanya Arya sedikit meninggi.
"Om Andreas ingin gue bekerja dengan baik memajukan perusahaannya dengan segenap kemampuan yang gue miliki dan juga ambil kuliah malam disini biar bisa tetap kerja sambil kuliah. Gue juga harus nyontohin hal-hal baik buat Ricky biar anak itu enggak salah jalan. Sedangkan elo? Dia ingin elo mengambil beasiswa dari sekolah dan secepatnya kuliah disingapura. Biar Bella enggak lagi dekat sama lo dan Bella juga bisa menghilangkan rasa cintanya ke elo." jelas Aryo panjang lebar.
"Bella? Untuk apa Om Andreas menyuruh gue menjauhi Bella? Apa orang itu berniat menjadikan Bella simpanannya?" tanya Arya yang semakin bingung dengan penjelasan Aryo.
"Ricky mencintai Bella sejak kita masih SMP, Ya. Bahkan sampai sekarang pun Ricky masih terlalu mencintai gadis itu. Ricky bahkan enggak pernah sekalipun mengungkap perasaannya ke Bella. Om Andreas dan Tante Miranda baru tahu tentang itu saat Bella sudah jadi model utama di agency milik Maminya karena enggak sengaja ngelihat tingkah Ricky yang sudah mulai sedikit berani dekatin Bella." ucap Aryo lagi.
"Karena Bella sangat mencintai elo? Maka Om Andreas mau elo pergi dari sini dan kuliah di Singapura dengan jaminan Papa bisa secepatnya sembuh. Bukannya elo selama ini hanya mengangap Bella sahabat aja kan?" tanya Aryo menyelidik.
"Gue emang enggak pernah mencintai Bella. Selama ini, gue hanya nganggap dia sahabat terbaik doang. Meskipun Bella ngarep banget gue bakal ngebalas semua perasaannya. Tapi, Yo. Apa elo yakin Ricky benar-benar sayang sama Bella? Soalnya waktu kita baru masuk SMA dulu, gue pernah nunjuk tuh anak karena hampir perkosa Bella di jalan dekat kantor agency Maminya, Yo" ucap Arya sembari bertanya.
"Gue tahu semua peristiwa malam itu. Karena gue ngejar Ricky yang keluar secara tiba-tiba dari mobil sebelum mobil itu gue parkir dengan benar di depan Agency Maminya. Ricky dalam keadaan mabuk berat akibat melihat Papinya bermesraan dengan wanita jalang di club tempat kami hang out. Ricky minta gue anter nemui Maminya disana. Elo tau, Ya? Sepanjang jalan yang dia panggil itu cuma nama Bella doang. Dari situ gue ngerti bagaimana isi hati Ricky yang enggak pernah dia kasih tau sama sapa pun termasuk Gue, Sahabatnya. Lalu terjadilah hal yang elo bilang itu. Gue yakin Ricky saat itu emang enggak memperkosa Bella, aku rasa dia mungkin hanya sekedar pengen meluk dan nyium cewek yang sangat Ricky cintai itu. Tapi histeris Bella yang ketakutan ngebuat kita berfikir Ricky bakal buat bejat sama dia. So gue harap elo berhenti mikir buruk tentang Ricky, karena jika saat itu dia berani melakukan hal enggak senonoh pada sahabatmu maka gue juga bakal numpuk dia kayak elo malam itu" terang Aryo panjang lebar pada Arya.
"Gue enggak pengen pergi ke Singapura, Yo. Ada hal lain yang sejujurnya ingin gue jalanin saat ini. Tapi sebagai seorang Anak tertua dikeluarga ini, gue enggak bisa pake ego gue aja. Mungkin semua perkataan lo tadi ada benarnya juga. Mama dan Kita berdua bisa kembali melihat Papa tersenyum tanpa beban lagi." jawab Arya menerawang jauh keatas langit-langit cafe tersebut.
"Oke, gue akan usahain keberangkatan gue ke Singapura secepatnya. Katakan hal ini sama Om Andreas. Gue harap Dia bisa menepati janji akan kebahagiaan Papa." lanjut Arya dengan terus menguatkan hatinya.
"Terima kasih atas ketidak egoisan lo kali ini. Gue bakal kabarin keputusan lo sama Om Andreas besok di kantorku." jawab Aryo tersenyum puas atas pilihan Arya.
"Tolong jaga Papa dan Mama selama gue enggak ada disini, Yo. Jangan jalani hari-hari hidup lo kayak masih disekolah dulu. Elo dan gue terlahir bersama ke dunia ini, maka dari itu gue yakin kita berdua bakalan selalu bisa saling menjaga keluarga ini. Gue akan menemuin Papa untuk menyampaikan keputusanku ini, Yo. Pulanglah, Mama mungkin udah nungguin elo dari tadi" Ucap Arya sembari bangkit berdiri meninggalkan Aryo disana.
"Iya, Arya. Kita emang terlahir bersama ke dunia ini dan kita memang harus saling menjaga satu sama lain. Akan gue pastikan kali ini sama lo, kalo bukan hanya Papa Mama saja yang akan gue jaga baik-baik. Tapi Prayly kita pun akan gue jaga dengan lebih baik dari waktu elo njagain dia dulu" batin Aryo berkata-kata.
Lelaki itu lalu pulang kerumah dan tergesa-gesa menyiapkan diri menuju acara belajar malam yang sudah ia ikuti bersama Ricky beberapa hari belakangan ini demi selembar kertas masa depannya.

BALI, LOVE & SACRIFICE (MASIH LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang