[Cecile Douglas]
Dalam drama yang pernah kutonton, anak-anak yang baru pertama kali pergi ke sekolah biasanya akan terlihat bersemangat sewaktu pulang ke rumah atau minimal mereka akan bercerita tentang hal-hal menarik serta menjengkelkan yang terjadi di sana. Aku menduga Lara akan bersikap demikian, setidaknya aku berharap dia tidak lagi bersikap tertutup padaku setelah aku mengabulkan keinginannya untuk bersekolah di sekolah formal. Namun, alih-alih menghampiriku sewaktu ia tiba di rumah, Lara malah berlari melewatiku menuju kamarnya di lantai atas.
Dengan alis mengkerut, aku mengikuti Lara. Bahkan tanpa mengetuk pintu kamarnya, aku membukanya cepat-cepat. Pandanganku mendapati Lara yang sedang menatap laptop di meja belajar, membelakangi pintu. Tangannya memainkan tetikus dengan gelisah. Entah apa yang ada di pikirannya, yang jelas aku penasaran. Jadi, aku mendekati Lara tanpa berusaha mengagetkannya. Betapa terkejutnya aku mengetahui apa yang sedang ia cari.
"Kenapa seseorang takut saat--"
Aku tak bisa lanjut membacanya, tetapi perkataanku juga dihentikan oleh suara teriakan Lara. Putriku menutup laptopnya kasar.
"Ibu!" Dia menoleh. "Kau mengagetkanku!"
Aku mengernyitkan dahi. "Apa yang sedang kaulakukan?"
"Tidak! Tidak ada!" Lara berdiri dari kursinya. "Oh, wow! Kamar ini panas." dia mengipas-ngipas tangan di dekat leher. "Kurasa aku perlu udara luar sebentar. Apa kau perlu bantuan menyiapkan makan malam, Bu?"
Aku tidak menjawab dan hanya menatap Lara yang mulai mengeluarkan tawa gugup aneh.
Dengan tetap menghadapku, Lara mencoba bergerak ke pintu kamar. "Ku--kurasa aku akan menonton TV saja," katanya, lalu berlari keluar kamar.
Beberapa saat setelah Lara menghilang, pengeras suara dari dock i-Pod Lara berbunyi. Jam alarm menunjukkan pukul lima sore, waktu dimana dia biasanya keluar dari kamar saat belum bersekolah. Suara yang dikeluarkan membuat bulu kudukku merinding. Panik, aku menyeberangi ruangan dan tanpa sengaja memukul nakas tempat dock itu berada. Tanganku perih, tetapi kuabaikan karena harus mematikan alarm serta mencabut i-Pod itu dari tempatnya.
Napasku terengah. Layar i-Pod warna merah muda itu menyala di tanganku. Refleks aku menyentuh tombolnya dan mulai melihat-lihat daftar lagu yang berada di dalamnya. Sekali lagi, aku mengernyitkan dahi. Judul-judulnya sangat aneh menurutku.
"Al-Fatihah? Al-Baqarah? Lagu apa ini?" tanyaku berbisik.
Aku menoleh ke arah pintu, takut kalau-kalau Lara muncul tiba-tiba, tetapi tak ada tanda akan kehadirannya. Kuputuskan untuk mengambil earset Lara yang tergeletak di atas nakas dan mulai menggunakannya untuk mendengarkan salah satu lagu dari daftar main itu. Mataku membulat, rasa gemetar menghantui tubuhku dan cepat-cepat aku melepas earset dan mematikan i-Pod itu.
Tepat ketika layarnya berkedip, aku menyadari sesuatu. Aku harus menjauhkan Lara dari agama terkutuk ini. Jadi, kuperbaiki posisi dock dan meletakkan i-Pod Lara di atasnya, kemudian keluar dari kamar tanpa menutup pintunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
100 Days Evidence
ДуховныеMengandung konten SARA, dimohon kebijaksanaannya. =============== [15+] Namanya Lara Douglas. Dia sudah lima belas tahun hidup dan tinggal di kota ini, walau hampir tak ada yang mengenalnya kecuali ibunya serta pendeta dan para jemaat di gereja. Aka...