14 Days After, afternoon time;

1.6K 216 45
                                    

[Katelyn Millia]

Rumah adikku berada cukup jauh dari jalan utama dan tanpa mobil aku terpaksa berjalan kaki ke sana. Untunglah udara dingin hari ini tidak mengharuskanku menaikkan kerah jaket tinggi-tinggi. Ditambah lagi, jalan menuju rumah kediaman Douglas sudah dibersihkan. Hal ini membuatku berpikir bahwa baik cuaca maupun petugas kebersihan menginginkan aku untuk pergi ke sana.

Aku berulang kali menghela napas sewaktu memperhatikan jalan itu. Kakiku sangat enggan melangkah. Aku menunggu salju untuk turun dengan deras, sehingga aku ada alasan untuk tidak pergi ke rumah Cecile. Akan tetapi, suara radio di earphone yang kukenakan tidak kunjung memberitakan hal tersebut.

"Katelyn."

Aku hampir terjatuh karena kaget. Cecile berdiri tiga kaki dariku. Tak ada jaket yang melindunginya, sehingga mataku otomatis mencari mobil yang mungkin terparkir di belakangnya. Namun, aku tak menemukan satu. Jalan utama sangat sepi.

Ketika aku kembali memperhatikan, kulit kakakku memang kemerahan, terutama pada bagian wajahnya. Apa yang dia pikirkan sampai-sampai keluar rumah dengan hanya selembar kaos?

"Jangan berkomentar. Aku hanya sedang menunggu Lara."

Tanpa ia beritahu pun aku tak berniat untuk mengobrol.

"Suzzy berkata, dia hampir tak pernah makan siang bersama Lara sejak hari kedua sekolah."

Aku mengernyitkan dahi mendengarnya.

"Suzzy juga bilang, kalau sepertinya Lara sudah berteman dengan orang tak benar."

Kali ini, aku benar-benar ingin merespons perkataannya. "Orang tak benar?"

Cecile hanya sekali melirikku. "Iya."

"Orang seperti apa?"

Tangan Cecile terangkat. Telunjuknya menunjuk sesuatu. "Seperti mereka."

Pandanganku menangkap Lara yang sedang berjalan dengan dua orang gadis berjilbab.

Napasku tercekat.

Ketiga gadis itu tampak panik. Dua orang muslim itu berlari menyeberang jalan dan melambai dari sana sebelum melangkah cepat-cepat, sementara Lara terdiam mematung menatap ibunya. Aku bahkan ragu dia menyadari kehadiranku di belakang Cecile.

Tak kunjung Cecile beranjak, Lara mendekati ibunya perlahan. Kepalanya menunduk. Kedua tangannya memainkan ujung syalnya dengan resah. "Ibu, aku pulang." Lara mengucap salam dengan suara rendah, hingga hampir terdengar seperti tengah berbisik.

Cecile tidak membalas. Adikku hanya mengambil tangan Lara dan menariknya. Langkah Cecile yang lebih lebar membuat gadis itu itu kepayahan mengejar. Mereka baru saja menyamakan tapak ketika Cecile memanggilku dan mengajakku pergi ke rumahnya. Aku mengikut beberapa kaki di belakang. Lara berulang kali menoleh, seolah memberi kode untukku menolongnya, tetapi untuk kali ini aku merasa tidak berhak melakukannya. Ini adalah urusan keluarga Douglas, bukan aku. Bahkan, sekalipun aku mempunyai hubungan darah dengan mereka.

[Cecile Douglas]

Aku meminta Katelyn untuk menunggu di ruang tamu, sementara Lara kuperintahkan untuk memasuki dapur. Hanya dengan melihat punggungnya saja, aku tahu kalau putriku paham kenapa aku bersikap seperti ini. Akan tetapi, aku tidak bisa memarahinya. Aku tak ingin dia membenciku. Namun, di sisi lain, aku tak ingin kehilangan orang yang kucintai untuk kedua kalinya.

"Cecile. Aku bisa datang lain waktu."

Aku menoleh kepada Katelyn. Kakakku terlihat enggan untuk duduk di sofa. Dia bahkan tidak membuka jaketnya.

Kutunggu ia melanjutkan kalimatnya, karena sepertinya dia ingin. Namun, setelah beberapa detik, Katelyn hanya menghela napas dan menegakkan badan. Jadi, aku berkata, "Tidak. Tetaplah di sini. Lagi pula, kau hanya perlu mengambil sebuah i-pod." Memberi jeda sebentar, aku tersenyum padanya. "Ambillah sendiri, setelah itu kau bisa pulang, walau aku berharap kau dapat makan malam dengan kami."

Katelyn mengangguk, kemudian beranjak menuju tangga. Mengambil napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, aku menuju ke dapur. Sesampainya di sana, kudapati Lara sedang bersandar pada meja dapur. Tangannya memainkan ponsel dengan lancar. Dia cepat-cepat menyembunyikan benda itu sewaktu aku berdeham.

"Ibu, aku--"

"Aku tidak marah padamu, Lara," ucapku berusaha tenang. "Buktinya aku tidak memintamu untuk melepas kain itu, kaulah yang melepasnya."

"Tapi, ibu tidak suka."

"Dan untunglah kau sadar."

Lara tidak menanggapi.

"Ini pertama kali aku bicara langsung denganmu tentang hal itu." Aku menyipitkan mata, Lara menunduk terlihat takut. "Aku tak suka kau berhubungan dengan segala hal tentang itu. Kau boleh mempelajari apa saja, tapi tidak tentang itu. Kau boleh mengenakan apa saja, tapi tidak mode itu. Kau boleh berteman dengan siapa saja, tapi tidak dengan itu. Kau kuizinkan bersekolah di tempat resmi, tidak sekalipun kau kuizinkan untuk menjauh dariku.

"Lara. Aku tidak ingin kau meninggalkanku." Kuraih kedua bahu Lara, kemudian memeluknya erat. "Tetaplah di samping ibu, Lara. Ibu mohon." Aku terisak. Air mata menetes membasahi bahu Lara. Gadis itu tak bergeming. "Jangan tinggalkan ibu seperti yang dilakukan orang itu."

Dia membalas pelukanku, tetapi sayang tidak mampu meredakan tangisanku.

"Iya, Ibu." Suara Lara bergetar sewaktu menjawab. "Aku janji." []

100 Days EvidenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang