Februari, 2008
Kudengar bel sekolah berbunyi tiga kali, saatnya istirahat pertama. Tak terasa sudah tiga jam pelajaran aku bersembunyi di UKS sekolah. Namun, belum ada kemauan dan kemampuan dalam diriku untuk balik lagi ke kelas.
Aku masih nyaman tiduran di sini, merangkai seluruh memoriku tentang Indra. Melampiaskan kedongkolan dan kekecewaanku dalam tangis, tanpa memedulikan pandangan aneh dari penjaga UKS.
Jangan salahkan aku! Bagaimana pun ini cinta pertamaku, jadi wajar 'kan kalau hatiku terasa pecah? Wajar 'kan kalau aku menangis? Sebenarnya, yang bikin aku sedih bukan karena Indra pacaran dengan Rani. Ya, sedih sih, tapi apa yang kudengat tadi, jauh lebih menyakitkanku. Aku terguncang. Aku malu.
"Ga! Mau nyantai di sini sampai kapan?" Suara May menyadarkanku dari lamunan.
Kugeser tubuhku agar May bisa duduk di pinggir ranjang UKS. "Males, May," desisku lemah.
"Lhah, piye tho, Ga? Mosok gur goro-goro patah hati, trus awakmu ngelokro ngene iki.[1]"
Aku mencubit lengan May, memberinya isyarat untuk mengecilkan suara. Jangan sampai petugas UKS mengetahui kebohongan kami.
Tadi May menyusulku ke kamar mandi, karena sampai bel masuk berbunyi pun aku belum balik ke kelas. Dia mendapatiku tengah duduk di lantai dengan bersimbah air mata.
Akhirnya, May membawaku ke sini untuk menenangkan diri. Ya, minimal sampai mataku tak bengkak lagi. Jadilah kami berbohong pada petugas UKS. May bilang bahwa aku kena dismenorea[2], sehingga perlu istirahat.
"Ayo, balik ke kelas ... atau kamu mau pulang aja, Ga? Daripada kamu di sini loyo begitu."
Aku berusaha bangkit dari rebah. "Nggak, May. Nanti malah orang rumah cemas," ucapku sembari menggeleng.
Aku tidak ingin Ibu tahu akan luka hatiku. Aku tidak ingin Ibu cemas. Terlebih aku mau ujian akhir seperti ini. Pasti Ibu bakal terus-terusan mengawasiku.
"Ya sudah, kalau gitu balik kelas sana! Aku mau ke kamar mandi dulu."
Kuikuti punggung May–yang berjalan menjauh–dengan ekor mataku. Dengan setengah hati kupakai sepatuku. Entah kenapa, ada yang mengganjal di hatiku. Jantungku pun berdetak tidak senormal biasanya, kali ini lebih kencang.
Aku sengaja berlama-lama membenahi seragam, biar masuk kelas pas bel berbunyi. Males rasanya melihat wajah Indra dan Rani. Ternyata benar kata orang, benci dan cinta itu bedanya setipis tisu toilet. Kena air langsung jadi bubur.
Baru tiga jam lalu aku begitu bersemangat untuk ketemu Indra, tapi sekarang malah berusaha menjauh. Baru tiga jam lalu aku merasa duniaku berpusat pada Indra, tapi sekarang duniaku berhenti berputar karenanya.
Kusedot oksigen sebanyak-banyaknya, saat kakiku tepat berada di ambang pintu kelas. Semenit lalu bel masuk sudah berdentang, tapi suasana kelasku masih seperti pasar malam. Ramai sekali. Membuatku penasaran.
Kubuka pintu perlahan. Seketika itu juga derai tawa dan sorakan anak sekelas memenuhi gendang telingaku. Aku menatap heran pada May yang tengah berdiri kaku dengan wajah tegang.
KAMU SEDANG MEMBACA
OBSESSION (TAMAT)
Fiksi UmumAku bukan sampah! Aku juga bukan kotoran ayam yang bisa kalian injak seenaknya. Aku akan berubah. Namun, aku tak menyangka. Obsesiku akan kesempurnaan, menjerumuskanku dalam lingkaran setan yang berjudul anoreksia. Membuatku kehilangan segalanya. Se...