PART 9

708 64 11
                                    

Awal Maret, 2008

"Bu, pisangnya Gaya mana?" tanyaku setelah tak menemukan sesisir pisang pun di meja makan.

"Lho, bukane habis?"

Aku menyusul Ibu ke ruang keluarga. Kulihat beliau tengah menonton sinetron Intan yang tayang di salah satu stasiun televisi swasta. Dasar ibu-ibu, tontonannya Nay Mirdad sama Dude Harlino.

"Yaaah, Ibu .... Kok, bisa habis?" gerutuku, "Di dapur atau di lemari masih ada nggak?"

"Habis, Mbak. Kan, masih dua biji, sudah kamu makan tadi siang. Ibu belum beli lagi," jawab Ibu tanpa berpaling dari si kotak bergambar.

"Terus Gaya malem ini makan apa, Bu?" Alamat keroncongan sepanjang malam ini perut.

"Lha itu, Ibu masak rica-rica ayam sama gudangan," ucapnya sembari menunjuk meja makan.

"Ih, Ibu ini ... Gaya, kan, baru diet. Biar bisa pake kebaya pas malam kelulusan."

"Sini, Mbak, Ibu kasih tahu." Ibu menepuk sofa di sebelah kirinya.

Aku beringsut mendekat, tapi bukan duduk di samping Ibu. Aku memilih duduk selonjoran di lantai, di depan Ibu. Kalau posisiku sudah seperti ini, Ibu pasti langsung memijat kepala dan pundakku.

"Mbak, kenapa tho ndadak diet? Kamu itu sudah cantik, ndak usah diet seperti ini. Mosok pagi sama malam, kamu cuma makan pisang? Apa temen-temenmu di sekolah nggangguin lagi?"

"Enggak, Bu. Gaya udah nggak pernah singgungan sama mereka lagi. Gaya juga nggak cuma makan pisang. Kan, kalau di sekolah pas istirahat, Gaya makan siang di kantin," jawabku bohong.

Sudah hampir sebulan, aku terpaksa bohong ke Ibu. Setelah mencoba tiga minggu dengan diet golongan darah, tapi cuma turun 1 kilo, aku mengubahnya dengan diet pisang.

Sesuai namanya, dalam metode ini aku cuma makan pisang. Everytime, everyday, everywhere pisang always forever and ever. Tidak ada asupan lain yang masuk ke tubuhku selain pisang.

Ehm, sebenarnya menu di atas tidak sesuai dengan yang semestinya. Ada beberapa poin yang kuganti, karena kalau menuruti metode yang benar, bobotku lama turunnya.

Seharusnya, pagi sarapan 1-2 buah pisang dan air putih sebanyak-banyaknya. Kalau ini kulakukan, hanya saja pisangnya kutambah jadi 3 buah.

Untuk siang hari, boleh makan apa pun asal tidak mengandung minyak dan tinggi kalori. Nah, ini kuganti. Jadi, tiap sekolah aku membawa sangu 2 buah pisang sebagai ganti makan siangku. Dan, tentu saja air putih sebagai cemilanku.

Malamnya, boleh mengkonsumsi makanan seimbang, asal tidak lebih dari pukul 20.00. Ini pun kuganti dengan makan 3 buah pisang.

Biasanya, sepulang sekolah aku makan 2 pisang sebagai selingan. Karena kadang perutku terasa melilit.

Sehari aku bisa menghabiskan 10 buah pisang. Tak kurang, tapi bisa lebih. Dan, biasanya Ibu selalu punya cadangan kalau sewaktu-waktu aku lapar. Namun, hari ini perutku terpaksa harus berseriosa sepanjang malam.

"Malam ini makan nasi saja, Mbak, enak banget lho masakan Ibu," bujuk Ibu.

"Astagfirullah. Ya Tuhanku, aku berlindung kepada-Mu dari bisikan setan yang terkutuk." Aku mencoba bercanda dengan Ibu, dan sebagai balasannya, aku mendapat jitakan ringan di ubun-ubun.

"Dosa lho, Mbak, mosok ngatain Ibu setan?" Wajah Ibu yang memberengut membuatku tertawa. Benar-benar lucu.

"Habisnya Ibu malah ngiming-ngimingi Gaya. Seharuse Ibu seneng kalau Gaya diet. Pertama, uang belanja bisa ngirit." Aku memberengut saat kulihat Ibu tertawa.

OBSESSION (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang