09

55 7 0
                                    





Dara melangkah ringan menuju parkiran kampus saat ponselnya berbunyi dan menampilkan nama Alika di layar. Buru-buru ia menggeser layar dan mendekatkan ponsel tersebut ke telinga, sambil memasukkan tas dan buku-buku ke dalam bangku penumpang. Cewek itu duduk dibalik kemudi mobil sambil mendengarkan Alika yang berbicara panjang lebar di sambungan telfon.

"Iya, ntar gue yang ngambil paketan lo." Dara menyalakan mobilnya dan melirik kaca spion untuk memastikan bahwa tidak ada kendaraan lain di belakang mobilnya. "Iya, gue tahu yang udah sibuk sekarang. Nggak ada waktu buat nemenin gue belanja lagi ya, Mbak."

"Kalaupun ada juga gue nggak mau. Bisa lempoh nih kaki nemenin lo belanja. Bisa-bisa mati berdiri gue di mall."

Dara tertawa. Membelokkan kemudi menuju jalan raya yang semakin padat karna hari menjelang malam dan pastinya penduduk Jakarta akan kembali pulang. Hari ini adalah hari keenam semenjak Ia menemui Alika, dan sebelum cewek itu sibuk dengan pekerjaan barunya. Meskipun Dara sedikit kesepian, namun gadis itu bersyukur Alika dapat mengalihkan pikirannya dari masalah-masalah yang ia hadapi selama ini. Ibu Alika juga tidak lagi bekerja keras seperti dulu. Suatu hal yang patut Dara syukuri selama menjadi sahabat Alika.

"Gue ada janji sama orang. Lo belom balik?"

"Gue masih ada meeting jam 6 nanti. Mungkin baru bisa balik sekitar pukul 10 malem."

"Udah makan? Ibu udah dikabarin belom? Atau habis ketemu sama orang, gue kerumah lo aja ya? Sekalin ketemu sama Ibu."

"Udah. Eh bentar ya, gue mau ketemu pihak Produser dulu. Bye."

Dan sambungan telfon terputus ketika terdengar bunyi 'tut tut' dari ponsel Dara. Cewek itu menghela napas panjang saat dilihatnya kendaraan roda 4 memadati jalanan yang ada didepannya. Hari ini ia ada janji untuk makan malam bersama. Dan Dara masih tidak percaya kalau yang mengundangnya adalah salah satu orang yang selama ini ia idolakan. Erga. Semenjak insiden jatuh beberapa minggu yang lalu, Dara semakin dekat dengan Erga. Meski masih terbilang teman, tapi hal tersebut masih membuat Dara kadang merasa tidak percaya.

Dibelokkannya kemudi mobil saat tulisan Caffe Darent's terpampang di pinggir jalan. Dara melihat mobil Erga sudah terparkir ketika ia mencari tempat kosong untuk mobilnya. Dara turun dari mobil saat Satpam yang selalu memarkirkan mobilnya mendekat kearahnya. Dara mengulurkan tangannya sembari tersenyum lebar.

"Lama nggak kesini neng. Neng Alika nya sehat?"

"Sehat. Sekarang udah sibuk sama kerjaan barunya. Makanya saya kesini sendirian deh."

"Yah namanya juga dapet kerjaan yang lebih baik, mau gimanapun juga harus ditekuni. Kayak saya, masih setia jaga caffe ini daridulu neng." Dara tertawa saat dilihatnya Erga menatap kearahnya dari kaca lebar yang memang mengarah ke pekarangan depan. Cowok itu melambai dan Dara segera berpamitan untuk masuk kedalam.

"Maaf telat, jalan macet banget tadi. Udah lama ya?" Erga menggeleng dan tersenyum lebar kearah Dara. Membuat jantung Dara beberapa kali meloncat entah kemana.

"No problem. Santai aja kali. Kebetulan gue yang datengnya kecepetan. Tadi sekalian beliin Fara roti kukus di deket sini." Dara mengangguk paham sambil melihat daftar menu yang tersedia. Ia memanggil pelayan yang lewat saat matanya menangkap salah satu teman kerja Alika dulu. Ia tidak yakin dengan nama cowok itu saat sosoknya mulai mendekat kearah meja mereka.

"Gue pesen kayak yang biasanya ya. Sekalian sama kue nya." Cowok itu mengangguk dan menuliskan pesanan Dara dalam sebuah kertas note kecil yang selalu dibawa di kantung celana. "Makasih ya." Cowok itu mengacungkan ibu jarinya dan berlalu meninggalkan meja Dara.

CroireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang