22

42 6 0
                                    



Erga memarkirkan mobilnya di samping mobil putih mengkilat milik Naufal yang terparkir rapi. Hari ini Erga memutuskan untuk berangkat ke kantor setelah 2 hari berurusan dengan para produser. Kini, giliran dia yang harus menjelaskan panjang lebar kepada Gavin, Naufal juga Pak Adit. Namun sepertinya, Gavin belum tiba karna mobil laki-laki itu tidak terlihat di pelataran parkir.

Erga segera turun dan menuju ruang studio untuk melakuka sesi latihan. Minggu depan, tepatnya hari Minggu, mereka harus tiba di Surabaya untuk melaksanakan tour keduanya. Kantor masih terlihat sepi saat Erga melewati lobby. Hanya terlihat beberapa karyawan yang mondar mandir untuk memulai bekerja. Juga beberapa office boy atau office girl yang bekerja membersihkan kantor agar terlihat lebih rapi.

Erga menyambar selembaran koran yang ada di meja recepsionist saat Bambang, office boy yang sedang membersihkan kaca tadi, menghampirinya.

"Mas Erga udah dateng?"

"Iya, Pak. Baru nyampe tadi malem."

"Kemarin ada yang nyariin mas Erga. Cewek. Cantik." Erga mengerutkan keningnya saat Pak Bambang memberitahukan bahwa ada seseorang yang mencarinya.

"Siapa Pak?"

"Wah saya lupa tuh namanya. Pokoknya cantik mas. Rambutnya panjang trus agak bule-bule gitu. Katanya sih temen deketnya mas Erga. Tapi pas saya tanya kayak ragu-ragu gitu."

"Ada yang dia cariin nggak selain saya?"

"Ada mas. Dia juga nyari Mbak Alika."

"Oh, iya. Dia temen saya sama Alika pak. Oke, nanti biar saya hubungin dia. Makasih infonya ya pak."

"Sama-sama Mas." Erga pun meninggalkan pak Bambang dan segera menekan angka 5 di pintu lift sebelum akhirnya terbuka. Erga melirik jam tangannya. Pukul 08.30. Masih terlalu pagi bagi kantor untuk beroperasi.

Pintu lift terbuka saat Naufal berjalan di depannya dengan cangkir putih di tangan kanannya dan sendok kecil di tangan kirinya. "Wei, udah balik lo?"

"Keliatannya?"

"Gimana? sukses kan?" Erga mengambil tempat di sofa yang ada di pojok ruangan dari lorong tersebut. Pemandangan kota Jakarta pagi hari tersaji di depan Erga. Membuatnya menghela napas sejenak, sebelum menghembuskannya dengan panjang.

"Kita disuruh nunggu paling nggak tour kita yang ada di Samarinda kelar."

"Samarinda? Gila aja lo. Itu kan kota ke-6 yang ada di jadwal tour kita. Lama banget gila. Pak Adit bisa mencak-mencak nih."

"Yaudah sih, paling nggak dia bakal ngasih jawaban. Bukannya menolak secara langsung, apalagi mentah-mentah." Naufal ikut mengambil tempat di samping Erga sambil sesekali menyesap minumannya.

"Trus, Alika udah bantu lo? Paling nggak kan, dia yang pinter nego nih. Harusnya produser itu bakal bener-bener ngasih kepercayaannya ke kita kalo Alika udah turun tangan."

"Maksud lo gue nggak handal?"

"Ya, bukan gitu juga maksud gue." Erga mendengus keras saat tiba-tiba saja ia teringat dengan reaksi Alika yang meminta pergi dari ruangan Pak Wicak disaat Erga benar-benar membutuhkan wanita itu. Selama diperjalanan pulang pun, wanita itu juga terus diam. Tidak melakukan pergerakan apapun. Hanya memandang ke jendela luar dan akhirnya tertidur. Bahkan saat Erga mengantarnya pulang, wanita itu langsung masuk ke dalam tanpa mengucapkan apapun ke Erga. Hanya Ibu nya yang keluar rumah dan berbasa basi untuk membuatkan minuman terlebih dahulu.

"Eh by the way, Alika udah dateng belom?" Naufal mengangkat bahunya tanpa melepaskan minumannya dari bibir. Erga berdecak pelan dan bangkit dari duduknya sebelum akhirnya masuk ke ruang studio.

CroireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang