Erga melangkahkan kakinya menuju lift saat terdengar suara Gavin memanggilnya dari belakang. Erga sontak menoleh dan melihat Gavin yang berdiri di pintu masuk. Entah perasaan Erga saja, atau memang laki-laki itu sedang marah. Wajahnya memerah dengan tangan yang terkepal di samping tubuhnya. Gavin menghampirinya dengan derap langkah yang cepat. Kalau memang laki-laki itu sedang marah padanya, Erga akui, dia memang pantas dimarahi."Gue tahu gue bener-bener keterlaluan tadi pagi. Tapi paling tidak-"
'BUG' .
Sebelum Erga menyelesaikan kalimatnya, salah satu kepalan tangan Gavin menghujam wajah Erga. Membuat nyeri menjalar di wajahnya. Ia tahu, Gavin pasti ngamuk padanya. Tapi bukan berarti laki-laki itu harus melakukan kekesaran hanya untuk menyadarkan Erga.
Erga mencoba bangkit saat genggaman tangan Gavin menarik kerah bajunya. Tubuh Erga sedikit sempoyongan akibat bogem mentah milik Gavin masih terasa di beberapa titik wajahnya. Dilihatnya wajah Gavin yang sedang kalap. Dipejamkannya mata Erga ketika melihat kepalan tangan Gavin hendak menyentuh wajahnya.
Lima detik.
Sepuluh detik.
Erga membuka matanya. Ada perasaan lega saat melihat Naufal menahan tangan Gavin. Laki-laki itu entah sejak kapan sudah berada di samping Gavin.
"Lo gila ya? Dengan lo mukulin temen se-band lo sendiri di kantor, sama aja lo bikin satu Indonesia geger. Bukan cuma karyawan kantor, wartawan juga bakal liat kelakuan lo berdua!" Gavin menurunkan tangannya perlahan sebelum menghela napas panjang. Dilepaskannya cengkraman pada kerah baju Erga.
Erga merapikan bajunya sembari terus menatap Gavin yang masih emosi. Laki-laki itu melemparkan tatapan tajam pada Erga sebelum mengatakan, "Kalo lo nggak niat buat serius, mending lo mundur. Daripada lo nyakitin dua hati, yang udah lo buat dengan kelakuan lo sendiri." Dan Gavin meninggalkan Erga yang menautkan kedua alisnya, memahami kalimat yang dilontarkan Gavin padanya.
****
Gavin mencoba memfokuskan semua pikirannya ke dalam jadwal tour-tour yang akan mereka adakan besok. Namun beberapa kali Gavin mencoba, hasilnya selalu nihil. Ada pikiran lain yang selalu mengganjal dan akhirnya membuatnya kesal. Apalagi kalau bukan kejadian tentang tadi pagi.
Gavin sudah cukup kesal dengan kelakuan Erga yang seenaknya sendiri. Mencoba balas dendam? Memangnya ia telah berbuat apa sehingga laki-laki itu berpikir untuk melakukan hal yang sama padanya. Erga bukan laki-laki yang bisa melakukan hal dengan serius. Dan Gavin yakin, laki-laki tidak sedang menjalankan misinya seperti yang ia ucapkan.
Sekitar pukul 9 pagi, Gavin mendatangi rumah Erga karna laki-laki itu tidak sedang berada di apartement nya. Dan benar dugaan Gavin kalau Erga menginap disana. Namun, sebelum berhasil mengguyurkan air di wajah Erga, Gavin melihat sosok wanita di balkon rumah Erga. Atau lebih tepatnya, balkon kamar Erga.
Wanita itu tidak asing bagi Gavin karna baru kemarin malam ia bertemu dengan wanita itu. Gavin menyipitkan mata saat tiba-tiba saja Erga merengkuh tubuh wanita itu kedalamnya. Beribu pikiran berkecamuk di benaknya. Salah satunya, mengapa Alika berada di dalam rumah Erga. Dan mengapa Erga memeluk Alika.
Benak lain pun juga ikut muncul. Bayangan wajah Dara yang menangis karna melihat Erga membuat Gavin mengepalkan kedua tangannya. Tanpa sadar, ia telah mencengkeram kemudi lebih erat sampai buku-buku jaringa memutih. Erga bisa saja bertindak seenaknya di dalam band, tapi tidak untuk perasaan seseorang.
Gavin pun memundurkan mobilnya dan bersiap untuk pergi meninggalkan rumah Erga. Bagaimanapun, Gavin yakin. Laki-laki itu pasti akan kembali ke kantor.
****
"Lo sih, udah dibilangin jangan ngelunjak, masih aja dilakuin. Ini nih akibatnya lo sok-sok bikin dia sadar. Sok-sok bales dendam. Yang kena, lu juga kan?" omel Naufal saat menempelkan kapas berisi alkohol di wajah Erga yang membiru. Erga hanya beringsut mendengar omelan Naufal yang ditujukan padanya.
"ya mana gue tahu. Gue juga kesiangan, blo'on. Semalem gue ngelembur buat bikin lagu. Tau-taunya juga ketiduran," balas Erga yang kemudian menjerit kesakitan.
"udah tahu dari oroknya kebo, mau sok-sok an ngelembur. Lagian tour tinggal besok, masih aja buat masalah. Kalo sampe Pak Adit tahu, bukan cuma lo sama Gavin yang dihukum. Gue juga bakal kena semprot, dodol." Naufal melemparkan kapasnya kearah Erga sebelum dipungut kembali oleh laki-laki itu.
"tapi gue heran deh. Gavin nggak pernah semarah itu kalo gue gelat sampe siang. Paling juga dia bakal nempeleng gue, itupun nggak sampe gue babak belur. Tapi kenapa ini beda ya?" tanya Erga heran. Naufal mengangkat kedua bahunya.
"lo bikin salah yang fatal kali sama dia." Erga berpikir sebentar sebelum menggeleng. "ya itu masalah lo sama dia lah. Gue mah cuma diem ngeliatin lo berdua berantem. Lagian, kalo lo mau tahu, kenapa nggak nyoba tanya ke dia?" Erga menatap Naufal sejenak. "lo takut dibogem lagi?"
Gavin beringsut saat melihat tampang Naufal yang menahan tawa. "gue bawa panci deh biar muka gue nggak dibogem lagi." Dan tawa Naufal pecah sebelum wajahnya kena bantal dari Erga.
****
Alika menyeruput es jeruknya di warung makan pinggir jalan kesukaannya. Hari ini dia harus kembali ke kampus karna ada beberapa urusan perihal sidangnya yang akan dilakukan bulan depan. Jadi, untuk mengisi perutnya yang sudah menjerit kelaparan sedari tadi, ia mampir sebentar di warung makan Bu Jali. Alasan Alika suka makan disana adalah, selain rasanya enak, harganya juga terjangkau untuk isi dompet. Lain dengan harga makanan di kantin kampus. Semuanya mahal dan tidak seenak warung Bu Jali.
Tepat setelah Alika menyeruput habis es jeruknya, seseorang datang dan duduk tepat di sampingnya. Sontak, Alika menoleh dan mendapati Dara dengan buku tebal di tangan kanannya.
"Lo habis ada kelas?" tanya Alika sesaat setelah ia mengamati Dara yang beberapa hari ini tidak ia jumpai.
"Gue suka sama Erga. Gue sayang sama Erga. Gue nggak mau kehilangan dia. Lo ngerti kan perasaan gue, Al? Gue udah nganggep dia lebih dari temen. Dan gue nggak tahu mesti ngapain kalo tiba-tiba aja dia ninggalin gue demi orang lain," kata Dara tiba-tiba. Menyimpang jauh dari topik yang Alika lontarkan.
Alika hanya menghela napas perlahan sebelum mengusap punggung Dara lembut. Ia tahu perasaan Dara, sangat amat tahu. Tapi, kenapa sekarang ia merasa tidak nyaman? Alika merasa kalau dia tidak nyaman dengan cara Dara yang mengungkapkan perasaannya secara blak-blakan pada Alika. Dan hal itu membuat hati Alika sedikit sesak. Padahal, ia tidak tahu ada apa.
"Gue berantem sama Erga. Gue nggak tahu apa yang ada di pikiran cowok itu. Gue nggak pernah bisa nebak apa yang bakal dia lakuin, atau apa yang dia pikirkan. Al, lo bakal bantuin gue kan buat deket sama dia?" tanya Dara yang menatap Alika penuh harap. Alika mengalihkan pandangannya ke gelas es jeruk yang sudah habis. Hanya tersisa es batu di dalamnya.
"Gue usahain ya?"
Ada yang menghujam jantung Alika seketika. Seperti ada jarum yang menusuk, tapi tidak tahu dimana tepatnya. Atau soal apa tepatnya. Yang ia tahu adalah, ia harus berusaha untuk melihat sahabatnya bahagia. Meski ia harus merasakan sesak yang luar biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Croire
Teen FictionDekapan itu hangat. Namun tak lebih hangat dari pelukan pengiring senja pada suatu waktu. Tak lebih hangat dari lekuk senyum kala rembulan berpendar dilangit cakrawala. Tak lebih hangat dari kenangan yang lebih dari berjuta kali disingkirkan, namun...