20

52 6 0
                                    



Erga menyibakkan tirai putih yang menutupi pintu besar kamarnya. Pagi ini matahari bersinar terik. Meski begitu, suhu udara belum juga turun. Setelah berpikir dan berpendapat satu sama lain, Erga akhirnya memenangkan perdebatan dengan menyuruh Alika menginap di salah satu vila milik keluarga Erga karna esok hari, mereka masih harus mendatangi satu kantor yang ada di daerah Sukajadi. Jam menunjukkan pukul 7 dan udara pagi masih terasa seperti pukul 4 subuh. Erga menghela napas panjang menikmati harum udara pagi yang masih sejuk. Ditemani hamparan kebun teh yang mulai hijau karna musim hujan mulai datang.

Erga melirik balkon samping, tempat dimana Alika terlelap. Vila yang berisi 6 kamar itu memang kosong kecuali hari libur atau hari dimana keluarga besar Erga kumpul. Jadi, saat ia datang tadi pagi, hanya ada pak Janu selaku penjaga vila. Untung saja Pak Janu menginap di vila, kalau beliau menginap dirumahnya, bisa repot Erga agar dibukakan pintu vila. Ponsel Erga yang ada di atas meja kecil dekat tempat tidur berbunyi. Menampilkan nama Dara yang membuat alisnya mengerut.

"ya?"

"lagi dimana? kok tadi malem aku keapartemen kamu, kosong? nggak ada yang bukain pintu?"

"oh aku lagi di Bandung. Kebetulan ada kantor yang harus aku datengin atas suruhan Pak Adit. Ngomong-ngomong, kamu ngapain ke rumah?"

"mmm...nggak."

"nggak? Kamu kangen aku?" Erga membuka pintu kamarnya dan melangkah menuju dapur untuk mengambil sarapan karna perutnya tiba-tiba lapar.

"pede gilak. Nggak sih, tadi malem cuma pengen buat makan malam kecil-kecilan gitu di apartemen kamu. Sekalian ngajak Gavin sama Alika gitu. Tapi ternyata, Gavin ada urusan dan Alika yang juga lagi pergi." Erga menegak air mineral yang ia ambil di gelas berukuran sedang saat dilihatnya Alika melangkah turun dengan wajah yang masih mengantuk. Gadis itu masih mengenakan dress polos milik Mama Erga yang sengaja ditinggalkan agar mudah saat mampir sebentar.

"Oke, see you when I see you." Erga menutup sambungan telfonnya dengan Dara dan diambilnya beberapa lembar roti yang telah dipanggang dengan beberapa selai yang sudah dioleskan. "Kenapa udah bangun kalo masih ngantuk?"

"Gue mencium bau roti di panggang. Makanya gue turun. Perut gue minta diisi." Erga menaruh piring kecil dengan dua lembar roti panggang diatasnya. "habis ini lo harus cepet-cepet ke kantor yang dimaksud Pak Adit."

"Masih lama kok. Gue masih pengen istirahat bentar. Badan gue pegel-pegel."

"Lo kira kerjaan gue di Jakarta nggak banyak? Gue masih harus ngurusin jadwal kalian, gue masih harus ngurusin email-email, fanmal, direct message, komenan, sampai masih harus ngurusin haters kalian. Gue nggak punya waktu buat lama-lama disini sama lo."

Erga terdiam menatap Alika yang telah menghentikan omelannya. Sebelum Alika menyangal sarapannya, Erga berdeham pelan. "lagi 'dateng' ya?" Alika yang semula menikmati makanannya, kini menatap Erga tajam.

"Kenapa? Udah deh, lo cepetan beres-beres trus kita ke Sukajadi biar urusan lo beres dan gue bisa kembali mengerjakan kerjaan gue." Alika bangkit dan melangkah naik menuju kamar tamu, meninggalkan Erga yang masih menyantap sarapannya di meja makan.

*****

"Lo tahu, gue disini bener-bener nggak dikasih kesempatan buat megang hp sekalipun karna tugas gue bener-bener numpuk Vin. Lagian, bukannya kerjaan lo juga lagi banyak ya? Kalian kan sebentar lagi harus tour. Kalian kan harus latian dan nyiapin peralatan kalian. Jangan ngandelin Aina terus dong. Dia masih kuliah, kasihan kalo dia mulu yang ngerjain."

"kok malah jadi lo yang ngomel si? Harusnya kan gue. Yaudah oke. Tapi inget ya, kalo terjadi apapun, lo harus cepet kabarin gue. Kalo sampe nggak, tunggu aja sampe gue ada di depan batang hidung lo." Gavin memijat tulang hidungnya saat dilihatnya sosok gadis yang baru saja memasuki toko roti depan mobil Gavin yang terparkir disana. "Yaudah gue telfon lo lagi nanti. Tapi inget ya-"

"kalo terjadi apapun, lo harus cepet kabarin gue. Kalo sampe nggak, tunggu aja sampe gue ada di depan batang hidung lo. Iya, I know that so well."

"Bagus. Bye." Erga pun menutup sambungan telfonnya dan segera keluar dari dalam mobil menyusul sosok perempuan yang beberapa menit lalu masuk ke dalam toko roti. Dan benar adanya, Erga mendapati Dara sedang berdiri di depan etalase toko yang berisi roti kering juga kue manis. "brownies Greentea juga enak. Fara suka banget sama brownies itu."

Dara menoleh dan tersenyum sumringah saat mendapati Gavin berdiri di sampingnya, dengan pandangan tertuju pada potongan brownies greentea di depannya. "kebetulan, gue nggak begitu suka sih sama Matcha." Gavin mengalihkan pandangannya kearah Dara yang matanya tertuju pada brownies greentea tersebut.

"Oh oke. Berarti lo harus coba brownies Coffe Caramel." Gavin menunjuk sebuah brownies berwarna coklat yang ada di sebelah brownies greentea tadi. Dara tertawa kecil.

"kok lo bisa disini juga?"

"kebetulan gue juga habis dari sini. Beliin titipan anak-anak kantor sama titipannya Mama. Mumpung Mama masih disini dan belom balik." Dara menganggukkan kepalanya. Menanti bungkusan roti kering yang ia beli tadi selesai dikemas. "oh, by the way, Erga belom balik. Katanya ada satu produser yang minat sama kita. Jadi, mungkin baru nanti sore dia balik."

Dara mengangguk paham sembari tersenyum ringan. "Gue tahu kok. Tadi malem dia ngabarin gue."

"soal Erga, lo sama-"

"pesanan atas nama mbak Dara?" Dara mengalihkan perhatiannya ke penjaga toko yang datang bersamaan dengan bingkisan berisi roti yang tadi ia pilih. Dara mendekat dan mengeluarkan beberapa lembar uang sebelum mengambil bungkusan plastik tersebut. Gavin mengamati gerakan Dara saat gadis itu menatapnya kembali. Gavin hanya bisa tersenyum salah tingkah.

"Pesanan gue udah selesai nih. Lo masih mau disini, atau-"

"oh gue juga balik deh. Kasihan anak kantor pada nungguin kelaperan kayaknya. Lo bawa mobil?"

"Gue sama temen di cafe sebelah. Kalo gitu, gue duluan ya, bye." Dara meninggalkan Gavin yang masih berdiri di depan etalase toko sementara tubuh Dara perlahan menghilang seiring dengan tertutupnya pintu toko.

****

Alika tersentak kaget saat pipi kanannya terasa dingin. Buru-buru ia menghindari benda dingin tersebut dan mengerjapkan matanya saat hanya bayangan yang dapat ia lihat. Setelah fokus, ia melihat Erga tengah menatap kearahnya dengan tangan kanan memegang plastik hitam dan tangan kiri memegang botol berwarna kuning.

"Nih, gue rasa lo perlu ini." Alika menatap lagi botol berwarna kuning yang ternyata adalah jamu datang bulan. Alika mengerutkan keningnya dan mengambil botol kuning tersebut.

"kok lo bisa tahu kalo gue lagi 'dapet'?"

"Gue yang biasanya beliin Fara. Makanya gue tahu kapan dia butuh ini." Alika menatap Erga ragu sebelum membuka tutup botol tersebut dan meminumnya. "5 menit lagi orangnya dateng. Lo temenin gue ke dalem ya?"

"Kenapa minta ditemenin si?"

Erga menghela napas panjang sambil menatap lurus kedepan tanpa berniat menjawab pertanyaan Alika.

CroireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang