Alika merasakan kram ditangannya saat Erga tak juga muncul. Sudah lebih dari 10 menit dan laki-laki itu tidak kembali untuk meminta kostum yang dia berikan pada Alika. Membuat Alika sedikit kesal. Tepat saat Alika memutuskan untuk mencoba masuk ke dalam dan mencari Erga, laki-laki itu muncul bersama dengan seorang wanita berambut hitam yang sedikit memerah di bagia ujungnya. Mereka terlihat tengah berbincang saat mata si wanita melihat kearah Alika. Alika melemparkan senyumnya sedikit saat Erga berdiri di sampingnya."Ohya, sampaikan ke Fara, minggu depan dia suruh datang ke kantorku sebelum ia pergi ke Amerika. Ada sesuatu yang ingin kuberikan padanya."
Alika mengangguk. Erga yang tadinya berdiri di samping Vita, sekarang melangkah lebih dulu menuju pintu keluar. Alika buru-buru mengejar dan menghadangnya saat laki-laki itu akan mencapai mobil hitam yang terparkir rapi di samping mobil putih entah milik siapa. Erga mengerutkan keningnya saat dilihatnya Alika sedang memindahkan baju-baju Erga ke tangan laki-laki itu.
"Apa-apaan nih? Kan lo yang tugasnya bawa."
"Gue manager lo, bukan assisten lo. Tolong dicermati baik-baik ya."
Alika meninggalkan Erga dengan masuk ke dalam mobil terlebih dahulu. Laki-laki itu berdecak sebal sambil melihat kostum-kostum yang masih terlapisi plastik di tangannya. Setelah tertata rapi di bagasi belakang, Erga masuk ke dalam mobil dan segera menuju ke tempat selanjutnya. Alika terlihat tenggelam bersama buku tebal yang ia baca di kantor tadi.
Sunyi. Satu-satunya kata yang dapat menggambarkan keadaan didalam mobil Erga saat ini. Alika yang sudah melepaskan konsentrasinya pada buku, kini lebih memilih untuk mengamati keadaan luar ketimbang mencari topik untuk berbincang pada laki-laki yang duduk disebelahnya. Lain dengan Erga yang memang tidak terbiasa dengan suasana hening, laki-laki itu mencoba mencari topik untuk setidaknya bisa mencairkan suasana yang tidak nyaman ini.
"Jadi lo masih kuliah?" tanya Erga akhirnya. Alika yang sedikit terkejut mendengar suara Erga hanya melihatnya dengan bola mata yang melebar. "Kenapa?" imbuh Erga saat tak sengaja laki-laki itu menatap Alika. Alika menggeleng dan kembali memalingkan wajahnya keluar jendela.
"Hargai orang dikit kek." Alika melirik Erga lagi yang saat itu tengah menatapnya kesal. Alika menghela napas sebelum berdeham dan kembali memalingkan wajah. "Yang harusnya kesel tuh gue. Lo yang bikin gue malu di depan orang banyak, tapi lo yang bete mulu sama gue."
"Kok jadi gue yang disalahin? Kan lo duluan yang mulai."
"Emangnya gue ngapain lo? Ketemu aja juga baru beberapa kali."
"Kalo lo dengan mudahnya nerima permintaan maaf gue juga gue fine-fine aja sama lo. Lo nya aja yang terlalu sok berharga tinggi. Dimintain maaf orang kecil aja ribet." Alika mendengus kesal saat mobil Erga tiba-tiba melambat dan akhirnya berhenti karna kemacetan jalan raya Ibukota.
Erga diam. Laki-laki itu tidak tahu lagi alasan apa yang akan ia lontarkan untuk Alika karna perkataan cewek itu ada benarnya juga. Andai saja ia dengan mudahnya menerima permintaan maaf Alika, dan melupakan kejadian-kejadian lalu tentang mereka, pasti Erga fine-fine saja dengan gadis itu.
Butuh waktu sekitar 1 jam untuk sampai ke tempat Ciko. Langit sudah mulai menggelap kala Erga menghentikan mobilnya di parkiran. Laki-laki itu melirik Alika yang masih diam di bangku penumpang sedangkan ia sudah bersiap-siap untuk keluar.
"lo nggak turun?"
"Lo nggak bakal dicolekin sama cowok genit disini kan? Jadi ngapain gue turun? ntar disuruh bawain lagi." Erga mendengus dan menutup pintu mobilnya. Mungkin memang kekesalan diantara mereka tidak bisa berujung baik karna terlalu lama dibiarkan. Alhasil, Alika dan Erga masih tidak bersikap layaknya artis dan managernya. Atau teman dan teman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Croire
Teen FictionDekapan itu hangat. Namun tak lebih hangat dari pelukan pengiring senja pada suatu waktu. Tak lebih hangat dari lekuk senyum kala rembulan berpendar dilangit cakrawala. Tak lebih hangat dari kenangan yang lebih dari berjuta kali disingkirkan, namun...