05

46 7 0
                                    




Alika mengetukkan jari-jarinya ke meja bersamaan dengan bunyi detak jam dinding di ruang tamu kantor musik ternama. Menunggu memang membosankan. Beberapa pelamar yang biografinya diterima juga mulai berdatangan. Mungkin memang Alika yang datang lebih cepat dari jadwal sehingga dia menunggu lebih dari satu jam.

Dilihatnya seorang cewek yang duduk dibalik meja resepsionist dengan bosan. Untung saja hari ini dia tidak ada mata kuliah, alhasil dia tidak perlu repot-repot titip absen atau bolos kuliah. Tadinya dia ingin ditemani Dara, tapi gadis itu ternyata ada beberapa mata kuliah yang harus ia ikuti hari ini. Beberapa kali cewek itu merayu Alika supaya bolos dan ikut menemani, tapi orang seperti Alika bukanlah orang yang mudah dibujuk untuk suatu hal yang tidak lebih penting dari kuliah.

"Nona Alika, anda boleh masuk sekarang."

Alika mendongakkan kepalanya saat namanya dipanggil. Cewek yang duduk di balik meja resepsionist itu menatapnya dan tersenyum sopan. Jenis senyuman formal yang selalu diberikan di lingkungan kantor.

Alika bangkit dan melangkahkan kaki menuju salah satu pintu yang ditunjuk cewek resepsionist tadi. Alika mengucapkan terimakasih sebelum membuka pintu dan masuk ke dalam. Hal pertama yang ia lihat adalah seorang laki-laki yang kira-kira berumur 30-an dan seorang perempuan yang kira-kira berumur 20-an, sedang berkutat dengan berlembar-lembar kertas serta map.

"Permisi."

Kedua orang itu mendongak dan melemparkan senyumnya masing-masing saat dilihatnya Alika memasuki ruang interview. Perempuan berambut pirang yang duduk di samping laki-laki tadi bangkit dan mengulurkan tangannya. Alika membalas uluran tangan tersebut dengan canggung. Bagaimana tidak, perempuan itu mempunyai wajah yang cantik dan bersih. Apalagi ketika ia tengah tersenyum.

"Aku Fara. Dan ini Pak Adit."

Laki-laki bernama Adit tadi tersenyum dan mengangguk sopan. Membuat beberapa kecanggungan Alika perlahan memudar. Ditaruhnya tas kecil ke meja terdekat dan duduk di kursi yang telah disediakan oleh pihak interview.

"oke, jadi kamu yang namanya Alika?" tanya Fara sambil membaca kertas yang ada ditangannya. Alika mengangguk. Diam-diam memperhatikan dan menilai Fara yang benar-benar cantik. "Kamu mahasiswi Politik di Universitas Indonesia?"

"Ya."

"Kamu seorang mahasiswi tapi ingin melamar jadi manager artist, apa kamu bisa mengatur jadwal kamu?" Kini giliran Pak Adit yang buka suara. Suaranya berat dan tegas. Membuat Alika beberapa kali menahan napas untuk mencoba mengatur degup jantungnya yang menderu.

"Saya sudah terbiasa membagi waktu, antara kuliah dan pekerjaan."

"kamu pekerja paruh waktu?" Suara Fara yang ringan membuat Alika segera memalingkan wajahnya dari Pak Adit yang menatapnya teliti. Meski Alika sudah terbiasa dengan tatapan sejenis itu, tapi dia benar-benar gugup jika ini bersangkutan dengan pekerjaan.

"Ada beberapa hal yang mengharuskan saya mengambil keputusan itu."

Entah perasaannya saja atau memang wajah Fara yang terlihat kagum dengan jawaban Alika barusan. Perempuan itu lantas membisikkan sesuatu pada Pak Adit sebelum tersenyum kearah Alika kembali. Membuat Alika mengernyit heran.

"Kalau kamu kami terima sebagai manager artist, apa kamu akan meninggalkan pekerjaan paruh waktumu?" Alika menatap Pak Adit yang tatapannya tertuju padanya. Ia sudah memikirkan ini matang-matang dan jauh-jauh hari. Seharusnya ia bisa menjawab dengan mantap. Maka dari itu, Alika mengangguk yakin.

"Saya bisa berhenti bekerja paruh waktu dan menyisakan waktu luang saya sebagai manager artist."

"baik. Saya percaya kamu bisa membagi waktu antara kuliahmu, tugas-tugasmu dan pekerjaanmu." Alika tersenyum saat melihat ujung bibir Pak Adit terangkat. Membuatnya yakin kalau laki-laki itu pasti tampan sewaktu mudanya.

****

Dara memasukkan ponselnya kedalam tas saat sambungan telfon yang ia coba berulang kali gagal dan hanya suara operator yang terdengar. Dilihatnya jalanan ibukota yang seperti biasa selalu padat oleh berbagai macam kendaraan. Jam menunjukkan pukul 3 sore dan Dara belum mendengar kabar Alika. Seharusnya tadi dia bolos kuliah dan menemani cewek itu interview. Bagaimanapun Dara ingin tahu apa hasil interview Alika.

Suara klakson mobil dan motor yang saling bersautan membuatnya mengumpat dalam hati. Ditekannya klakson kuat-kuat saat lampu lalu lintas yang semula berwarna merah, berubah hijau. Pilihan yang salah untuk Dara membawa mobil hari ini. Kemacetan Jakarta memang tidak bisa ditolerir.

Butuh waktu kira-kira setengah jam untuk Dara sampai di caffe tempat Alika bekerja. Seharusnya cewek itu ada disana karna interview sudah selesai sekitar pukul 1 siang tadi. Dibukanya pintu kaca caffe dan membuat lonceng yang ada diatas berbunyi. Diedarkannya pandangan untuk mencari Alika saat seorang laki-laki berperawakan tinggi mendekat ke meja yang diduduki Dara.

"Pesanannya?" tanya laki-laki sembari mengulurkan buku menu keatas meja. Dara melihat sederet makanan ringan mulai dari kue, brownis, cupcake sampi kopi-kopi yang beraneka rasa.

"Caramel Cappucino nya satu, sama Greentea cupcake satu aja. Oh ya, Alika dimana?" Dara memberikan kertas menu tersebut kepada laki-laki itu setelah pesanannya ditulis di buku note kecil.

"ada di dapur. Mau gue panggilin?" Dara mengangguk mengiyakan. Ia memang tidak asing dengan beberapa teman kerja Alika, karna Dara memang sering datang ke caffe hanya untuk nongkrong atau menunggu Alika sampai cewek itu selesai bekerja.

Dara tersenyum lebar saat dilihatnya Alika berjalan mendekat ke mejanya. Cewek itu memakai serbet untuk menutupi seragamnya dari noda makanan dan di kedua tangannya membawa masing-masing pesanan Dara.

"Lo kemana aja sih, ditelfonin nggak pernah aktif? sekalinya aktif nggak diangkat, atau malah dialihin."

"nggak pegang hp tadi. Abisnya keburu kesini sih. Kenapa?"

"Gimana hasil interview nya? berhasil?" Alika mengangkat kedua bahunya sembari melemparkan pandangannya ke luar caffe, yang mana macet masih menyelubungi ibukota. "kok angkat bahu si. Ketrima atau nggak. Itu jawabannya, tinggal milih susah amat sih."

"Iyaaa ketrimaaa."

"Nah gitu dong. EH? BENERAN? YAAMPUNN, SELAMAT YA ALIKAAAA." Alika menutup kedua telinganya saat Dara tiba-tiba bangkit dan menarik tubuh Alika kedalam pelukannya. Dengan susah payah cewek itu mencoba melepaskan diri dari Dara karna para pengunjung mulai melihat kearah mereka.

"Ra, udah dong. Malu nih gue, diliatin orang-orang. Dikiranya gue 'ada apa-apa' sama lo lagi." Dara pun melepaskan pelukannya dan melihat para pengunjung yang berbisik-bisik sambil sesekali melirik kearahnya. "Tuh kan diliatin."

Dara kembali duduk dibangkunya dan kembali menyantap Greentea Cupcake nya. Dara baru saja akan mengomentari rasa Greentea Cupcake milik Caffe tempat Alika bekerja saat matanya menangkap sosok yang sangat familiar baginya. Seorang laki-laki berambut coklat gelap dan agak panjang, tengah berjalan menuju pintu caffe. Sontak, mata Dara melebar.

"Ra, gue ke-"

"YA AMPUN ALIKAA! DEMI APA GUE KETEMU MY PRINCE DISINI." Alika langsung menutup kedua telinganya saat lagi-lagi Dara menjerit di samping telinganya. Sontak Alika bangkit dan membungkam mulut Dara saat pengunjung mulai melihat kearahnya kembali.

"lo bisa nggak sih berhenti bikin ribut di caffe gue? Lo mau gue dipecat dari sini?"

"tapi kan lo emang mau resign dari caffe ini."

"ya tapi kan bukan berarti lo bisa bikin ribut. Liat tuh, ngeliatin lagi kan." Dara mengedarkan pandangannya dan kembali mendapati orang-orang berbisik sembari sesekali melirik kearahnya. "udah ah gue balik ke dapur dulu. Gue kerja bukan but nongkrong sama lo di sini."

Tepat ketika Alika bangkit, punggungnya menabrak seseorang yang juga sedang berjalan dibelakangnya. Membuat orang tersebut mengaduh dan mengumpat pelan. Alika langsung membalikkan badan dan mengucapkan maaf beberapa kali. Dara yang tadinya menikmati Caramel Cappucino langsung bangkit dan menghampiri Alika yang membungkuk untuk meminta maaf pada laki-laki itu.

"Lo punya mata nggak sih?!"

CroireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang