18

43 5 0
                                    




Erga menyesap cappucino-nya saat layar ponsel yang ia biarkan tergeletak di sampingnya itu, menyala. Hari ini ia berangkat lebih awal dari biasanya. Ada beberapa keperluan yang harus ia selesaikan sebelum Alika datang untuk mengeceknya. Jam menunjukkan pukul 8 pagi saat dilihatnya mobil HR-V milik Gavin terparkir di samping mobilnya. Diambilnya ponsel dan terlihat nama Dara di layar. Membuatnya sedikit menghela napas sebelum diterimanya panggilan tersebut.

"Udah sarapan?"

"Udah, baru aja."

"hari ini ada acara?" Erga tak kunjung menjawab pertanyaan Dara saat ekor matanya menangkap sosok Gavin yang sedang mendorong pintu masuk. Laki-laki itu tidak menyadari keberadaan Erga di lobby karna matanya fokus pada ponsel yang ia genggam.

"Ada beberapa keperluan yang harus aku selesaikan. Dan mungkin, keperluannya di luar kota. Ada apa?" tepat setelah Erga membuka mulutnya, Gavin menoleh. Membuat laki-laki itu melirik jam tangannya dan menyusul Erga duduk dengan wajah terkejut.

"Oh, nggak kok. Cuma tanya aja. Kalau nggak ada acara, aku mau ngajak makan siang. Kebetulan ada resto baru di deket kampus. Pengen nyoba tapi masa sendirian, yaudah nyoba ngajak kamu. Tapi kalau kamu nggak bisa, juga nggak kenapa sih. Aku mau nyoba ngajak Alika aja."

"Maaf ya." Dan sambungan telfon dimatikan oleh Erga. Ditatapnya Gavin yang sedang mengamatinya sejak ia duduk tadi.

"Kesambet setan apa lo dateng pagi-pagi buta begini?" Erga melengos kesal saat diihatnya wajah Gavin yang menahan senyum.

"Gara-gara manager kita yang super galak, gue rela-relain bangun pagi buat nyelesein konsep drum karna kemarin gue lupa. Hebat sekali." Gavin tertawa kecil sembari meraih cangkir Erga dan menegaknya besar. "main embat aja lu."

"setengah jam lagi doi dateng. Udah selesai belom konsep lo?"

"Udah. Kalo gue belom selesai, nggak bakal gue sesantai begini sambil minum kopi yang akhirnya lo habisin juga. Minum setengah aja belom nyampe." Gavin terkekeh sambil memperlihatkan deretan giginya yang rapih. 10 menit kemudian kantor mulai ramai. Sudah banyak karyawan-karyawan yang datang dan menempati tempatnya masing-masing.

Erga sibuk dengan ponsel ditangannya dan Gavin sibuk dengan laptop yang ada diatas meja. Kedua laki-laki tersebut tidak menyadari kedatangan Alika yang menatap heran mereka berdua. Sembari melipat tangan didepan dadanya, Alika berjalan mendekat dan berdeham sebentar. Orang pertama yang mendongak adalah Erga yang kebetulan sedang mencari posisi duduk yang enak.

"eh udah dateng aja. Laporan sketsa drum gue udah ada di meja kerja lo. Sekarang, beres kan?" Alika menggeleng cepat. Membuat Erga mengerut datar.

"Bukan tugas gue juga buat ngirim tuh sketsa ke designer drum. Lo sendiri lah yang ngirim." Gavin melepaskan tatapannya dari layar laptop dan menatap Alika serta Erga bergantian.

"kalo gitu, lo temenin gue."

"kok gue? Kenapa nggak Gavin? kerjaan gue masih banyak." Alika membalas tatapan Gavin yang terarah padanya.

"karna cuma lo yang tahu seluk beluk harga, kuantitas, kualitas dan bebet, bibit, bobotnya. Kalo gue sama Gavin, bisa-bisa dia bawa pulang gitar baru sedangkan gue nggak dapet konsep apa-apa dari designer."

"bilang aja lo nggak mau gue temenin," sahut Gavin yang mencibir kearah Erga.

"percaya sama gue, lo bakal haus mata ketika lo liat gitar-gitar keren disana. Jadi, lebih baik nggak usah ketimbang keuangan lo kembali nggak beraturan setelah ditinggal Fara. Okay?" Gavin mendengus pelan sebelum kembali terfokus pada layar laptopnya. Erga melemparkan tatapannya kembali pada Alika yang hanya diam dan memikirkan jawaban yang akan cewek itu berikan. "Gue bantu nyelesein kerjaan lo. Deal?"

CroireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang