14

47 7 0
                                    




Erga menatap dua sosok yang tengah berpelukan erat cukup lama. Mungkin sekitar 10 menit atau lebih dari yang ia hitung dengan jam tangannya. Laki-laki itu melirik Alika yang berdiri di sampingnya dengan wajah yang datar. Hari ini adalah hari keberangkatan Fara ke Amerika. Kedua orang tua Gavin, Pak Adit, Naufal dan Alika berada di bandara untuk mengantar kepergian Fara. Erga mengalihkan pandangannya ke jendela luar yang menghubungkan ruang tunggu dengan ruangan luar. Terlihat ada beberapa pesawat yang siap berangkat saat Gavin melepaskan pelukannya.

"Janji ya lo bakal ngasih kabar ke gue kalo lo kenapa-napa," kata Gavin sambil mengusap pelan rambut Fara.

"jadi pas kenapa-napa doang nih gue ngasih kabarnya?"

"maksud gue-"

"iya gue ngerti kok, adek gue yang paling sweet." Fara mengalihkan pandangannya pada Erga sebelum mendekati laki-laki itu. Erga yang melihat Fara mendekatinya hanya menyeringai.

"gue tahu kok kalo lo bakal kangen gue, iya kan?" tanya Erga dengan senyum bangga mengembang. Fara mencebikkan bibirnya sebelum memberikan sebuah note book kepada Erga. "apaan nih?"

"list kerjaan lo yang gue pegang dulu. Karna gue nggak pegang lagi, jadi mulai sekarang lo kerjain sendiri." Erga menatap note book tersebut dengan dahi yang berkerut sebelum menatap Fara tidak terima.

"kok gitu sih?"

"ya gitu lah. Kalo lo nggak terima, bisa kok lo protes sama Pak Adit." Erga melirik Pak Adit yang tengah berbincang dengan kedua orang tua Gavin dan hal tersebut membuat Erga menghela napas panjang dan kembali menatap Fara. "gue kasih keringanan. Al, lo bantuin Erga ya. Kebutuhan dia yang paling banyak. Tahu kan gimana cowok alay berpenampilan." Alika terkekeh sembari melirik Erga yang memutar bola matanya.

"Gavin sama Naufal udah diurus sama mereka. Namanya juga cowok alay, apa-apa harus dibantuin." Lagi-lagi Alika terkekeh dan mengangguk mantap.

"udah kan menghina nya? pesawat lo keburu berangkat noh. Kalo ketinggalan ntar lo nggak jadi kangen sama gue lagi." Fara mencibir sebelum melangkah menuju Alika yang tersenyum kearahnya.

"Betah-betahin ya kerja sama mereka. Emang kadang ngeselin, tapi justru disitu titik serunya. Gue nggak tahu gimana awalnya, tapi sama lo, gue ngerasa punya temen. Gue ngerasa punya saudara cewek yang bisa ngertiin gue lebih dari Gavin ngertiin gue. Al, sampai gue balik nanti, lo masih disini ya? Mau itu manager artist atau lebih dari manager artist." Alika tersenyum dan mengangguk sampai Fara menarik tubuhnya dan mendekapnya erat. Selain Dara, Fara lah perempuan yang ia rasa dekat dengannya. Entah untuk pekerjaan, maupun diluar pekerjaan. Dan sekarang, Alika harus bekerja sendiri setelah Fara memilih pergi ke Amerika.

"lo jaga diri ya disana. Amrik bukan Jakarta. Mereka lebih dari yang terlebih. Hubungin gue kalo lo butuh curhat sesama wanita. Gavin nggak akan mampu membendung tangisan lo dna ngasih saran yang tepat selama dia panik." Fara mengangguk dan menarik tubuhnya dari pelukan. Mengusap air matanya pelan dan memutar tubuhnya untuk mengambil koper yang berdiri di samping Gavin.

"cewek emang harus bermelankolis begitu ya?" bisik Erga kepada Alika saat Fara telah pergi menuju terminal pemberangkatan. Alika melirik Erga.

"cowok nggak akan pernah ngerti kenapa cewek bermelankolis. So, just shut up to said that about the girl." Dan Alika melangkah meninggalkan Erga dengan tatapan terkejut. Menyusul Gavin yang berdiri di kaca besar untuk melihat pesawat Fara lepas landas.

"Dan sensitiv," imbuh Erga setelah Alika pergi meninggalkannya.


****

Alika tersentak kaget saat sebuah map dihentakkan diatas meja kerjanya. Sontak ia mengangkat kepalanya dan melihat siapa yang membuatnya terkejut. Tatapan kaget Alika berubah kesal saat dilihatnya Erga duduk di bangku yang ada dihadapannya. Tanpa memarahinya pun Alika tahu, hal tersebut hanyalah sia-sia. Erga bukanlah orang yang takut dengan sebuah amarah. Jadi, supaya tidak membuang-buang tenaga Alika, ia hanya diam. Mencoba meredakan emosi yang ada di pikirannya.

"anterin gue ke Bandung." Alika yang kembali mencoba berkonsentrasi pada buku Antropologinya sontak mendongak dan menatap Erga dengan mata yang disipitkan.

"harus gue?" Erga mengangguk sembari menunjuk map yang tadi mengejutkan Alika dengan dagunya. Alika menatap map tersebut sebelum meraihnya dan membukanya. Daftar Erga lebih banyak dari daftar Gavin dan Naufal. Pantas saja, Fara selalu kerepotan kalau harus mengurus kepentingan Erga. "nggak harus sama gue semuanya kan?" Erga mengedikkan bahu dan mencoba untuk berpikir sebentar.

"terserah mau gue." Alika mengangkat salah satu alisnya sebelum menghela napas panjang dan menutup map berwarna biru tersebut.

"until i've done."

"i'll wait."

Sekitar 15 menit saat Alika menutup layar laptopnya dan membereskan lembaran-lembaran kertas yang ada diatas meja dan meletakkannya pada salah satu sisi rak. Cewek itu bangkit dan berjalan kearah Erga yang duduk di sofa ujung ruangan sembari mendengarkan lagu pada Ipod kesayangannya. Alika memukul bahu Erga, membuat laki-laki itu mendongak dan menurunkan headphone nya.

"Udah?" Alika melirik jam tangannya dan mengangguk. Erga bangkit dari duduknya dan mengikuti Alika yang lebih dulu keluar ruangan.

Pukul 4 sore ketika mobil Erga sampai di sebuah gedung bertingkat yang ada di pusat kota Bandung. Laki-laki itu turun dari mobil saat seorang satpam menghampirinya dan berbincang sebentar. Alika segera mengambil tas nya yang ia taruh di belakang dan segera keluar untuk menghampiri Erga.

"Anda bisa langsung kesana. Tadi saya sudah ditugaskan untuk mengantar Mas Erga ke ruangan beliau." Erga tersenyum sopan sambil melirik Alika yang berdiri di sampingnya.

"Terimakasih pak. Saya bisa kesana sendiri. Lagipula saya sudah ada teman jalan. Jadi, bapak tidak usah repot-repot mengantar saya." Erga menatap Alika sebelum menjabat tangan satpam tersebut dan pergi dengan menarik lengan Alika. Alika sempat terkejut saat tiba-tiba saja laki-laki yang terkesan dingin padanya, menggenggam tangannya.

Langkah Erga tersentak ke belakang saat tiba-tiba saja Alika menarik tangannya dan mencoba melepaskan diri dari genggaman Erga. Erga sontak memutar kepalanya dan menatap Alika dengan alis terangkat.

"Gue nggak lagi nyeberang. Nggak usah pake adegan gandeng-gandengan." Alika melangkah mendahului Erga menuju lift yang kebetulan terbuka dan berdiri didalamnya dengan pandangan yang diedarkan ke penjuru ruangan. Erga menghela napas panjang sebelum menyusul Alika ke dalam lift dan menutupnya.

Ponsel Alika berbunyi pintu lift terbuka pada lantai ke 3. Seorang laki-laki muncul dan berdiri di depan Erga. Alika melirik Erga yang terlihat tidak nyaman dengan keberadaan laki-laki didepannya. Mencoba tidak memperdulikan Erga, Alika kembali memfokuskan pikirannya pada layar ponsel.

Dara : Hari ini pulang kan? Jangan malem-malem ya, Ibu masakin spesial buat lo.

Alika menghela napas keras sampai-sampai Erga menolehkan kepalanya. Erga melihat wajah cemas Alika dan rasa tidak nyaman yang mungkin dirasakan gadis itu. Namun bukannya bertanya, Erga kembali menatap punggung laki-laki yang berdiri di hadapannya itu dan mencoba mengusir pikiran buruk tentang Alika dan ponselnya.

Alika : Bilangin ke Ibu, gue nggak bisa pulang cepet. Gue ada di Bandung. Tapi gue janji deh besok gue makan semua masakannya. Nggak usah dibuang, kasihan.

Alika menarik napas panjang dan dihembuskannya perlahan. Mencoba meredakan emosi yang bergejolak karna rindu akan rumah dan berbagai masakan Ibu. Semenjak ia menjadi manager artist memang waktunya terus menerus tersita dengan jadwal manggung Wild Band, On air maupun off air. Belum lagi tugas kuliah yang harus ia selesaikan lagi untuk mengejar gelar sarjana. Paling tidak untuk tahun ini.

Ponsel Alika kembali berbunyi dan kembali menampilkan nama Dara di layar utamanya. Segera ia buka dan dibacanya pesan yang berisi sedikit lebih banyak dari pesan yang ia dapat sebelumnya.

Dara : Yaudah, kata Ibu, jangan lupa makan. Jaga kesehatan. Jangan pulang malem-malem dan jangan begadang. Kata gue, lo udah kurus makin kurus dikejar anjing baru tau rasa lo nyet.

Dan kini, Alika terkekeh membaca pesan terakhir Dara. Ia tahu, Dara adalah orang yang sangat memperhatikan dirinya melebihi Alika sendiri. Bahkan Dara lebih tahu perasaanya ketimbang dirinya sendiri maupun orang lain.

Erga yang berdiri di samping Alika hanya mengernyit bingung saat lift kembali berhenti di lantai 7 dan beberapa orang berhamburan masuk. Membuat Alika terhimpit mundur. Sontak, Erga yang melihat Alika terjepit, menarik lengan cewek itu untuk mendekat kearahnya. Menepiskan jarak yang sedari tadi terbentang.

"badan lo kecil sih, makanya kejepit."

CroireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang