One Week Laters.
Ini sudah hari ketujuh, tepat seminggu. Carly sama sekali tidak bertemu dengan Zayn, tidak bertemu dikampus, tidak menghubungi pria itu sedikitpun. Canelyn kembali memandangi bayangan dirinya dipantulan cermin. Pakaian berwarna putih panjang dengan motek dan payet mengetat didadanya. Gaun ini mengingatkan dia pada gaun pertunangannya bersama zayn. Teringat saat pria itu mengigiti bahunya, menggodanya hingga membuat wajahnya diselimuti rona kemerahan muda, lalu saat acara pertunangan. zayn mengajaknya berdansa, mencium bibirnya dengan mesra. Semua itu klise, hanya kenangan sekarang.
Canelyn kembali mengigit bibirnya berusaha untuk tidak menangis hingga bibirnya terlihat gemetar dan meninggalkan jejak rona kemerahan membekas disana. Bola matanya memerah, berharap bahwa hari ini dia akan menikah dengan zayn. Bukan dengan skandar.
“jangan menangis, honey. Jangan menangis”suaranya yang hangat rasanya mampu membuat seluruh nadinya bergetar Carly mengangkat wajahnya, menatap sepasang bola mata momnya dengan emosi yang intens.
“Aku—aku.. tidak ingin menikah”
“tapi kau sekarang sedang hamil”
“Ini bukan anak skandar, percaya padaku. Aku mohon.”Wanita itu terdiam. Satu telapak tangannya beranjak naik mengusap wajah Carly. Mengusap air mata yang menetes dipipi mulusnya. Ada tatapan penuh luka menyeruak, bergelut dalam emosinya.
“Sudah tidak ada waktu lagi, semua orang sudah bersiap untuk menunggu pernikahanmu”kalimat itu berhasil membuat Carly nyaris menangis hebat. Dia tidak ingin menikah dengan skandar. Gadis itu sama sekali tidak bisa membayangkan bagaimana nanti, karena dia sadar dengan satu hal.
Zayn sudah berjanji untuk menikahi dirinya.
Seorang wanita masuk kedalam ruangan ganti, membuat Carly dan Mom maura langsung tersentak memutar kepalanya melirik sepasang bola mata kehijauan milik gadis berambut hijau itu.
Carly menundukkan wajahnya dalam-dalam, sembari mendesah berusaha menguatkan dirinya sendiri. Gadis itu mengalihkan pandangannya kearah Mom Maura menemukan ada secercah perasaan teduh dari tatapan itu. Wanita itu tersenyum, satu tangannya menempel dipunggung Carly seakan menegaskan padanya untuk segera keluar dari ruang ganti. Gadis itu menggeleng lagi, rasanya ada sudut dalam hatinya ingin menjerit, memperlihatkan bahwa dia tidak ingin pernikahan ini terjadi.
“Lupakan tentang semuanya, sekarang lihat apa yang terjadi sekarang. Kau sama sekali tidak bisa menghindar dari takdir sekalipun kau berusaha untuk bersembunyi”Nafas Carly seakan tercekat, merasakan seluruh paru-parunya terasa dililit dengan keras. Dia tidak bisa menghirup udara disekitarnya sekarang. Mom Maura kembali menyentuh bahu gadis itu, berharap bahwa Carly ingin menerima semuanya.
“Skandar sudah menunggumu”Emosinya kembali bergejolak saat Kasia mengucapkan nama itu. Dia ingin Zayn yang sedang menunggunya, berdiri diatas altar katedral dengan pakain tuxedo membuat dirinya tampak memesona dan rupawan.
Tapi itu semua hanya ilusi. Dalam sedetik, khayalan itu kembali pecah bertaburan sepeti beling-beling kecil. Carly mengangkat wajahnya yang memerah lantas menarik nafas panjang-panjang. Kassia tersenyum, lantas menuntun Carly untuk segera berjalan menuju kearah altar. Berjalan diatas karpet sutera merah yang terhampar didalam katedral.
Mungkin memang benar,
Zayn bukan jodohnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY IN DREAMS
FanfictionCarly gadis yang pernah mengalami sakit hati, bisa Kembali bangkit ketika zayn hadis dalam kehidupannya. Diawali dengan pertemuan yang biasa-biasa saja dan rasa benci ketika saling bertemu berubah menjadi rasa suka ketika carly mengalami kecelakaan...