CHAPTER 22

170 2 0
                                    

         Ada banyak sampanye yang mengisi loki-loki gelas tinggi berdiri rapi diatas meja bundar berukuran besar. Ada lampu Kristal berpendar, menerangi seluruh ruangan gedung tertutup itu. Ada alunan musikal klasik mengalun, ini adalah salah satu karya terbaik milik Beethoven yang sampai sekarang masih belum ada seseorang seniman musikal yang berhasil mengaransemen ulang musiknya karena teknik not balok rumit khas milik seniman dunia paling bersejarah itu. Beberapa orang sudah berdiri didalam gedung, menikmati sampanye diiringi musik tenang. Ada banyak Kristal dan aroma wangi menyebar begitu jelas. Dindingnya tertata dilapis kain sutera untuk meredam suara. Ada beberapa pajangan klasik, artistik, mahal dan rumit menghiasi temboknya. Sekilas, gedung mewah ini terkesan seperti salah satu ruangan paling mewah di gedung putih. Zayn sudah berdiri diantara sekerumunan orang itu dengan satu lengan memeluk pinggang Carly erat-erat, sementara gadis itu terlihat sedikit malu. Masih belum bisa merupakan kejadian semalam dan tadi pagi.

“Sssh, you’re so pretty., my princess”bisik Zayn mendekatkan ujung bibirnya ditelinga carly.

“Kenapa? Jangan jauh-jauh dariku, aku hanya ingin memastikan kau tidak akan kabur dihari pertunangan kita”bisiknya lagi membuat Carly mengutuk. Sialan. Zayn berhenti menggodaku, sekarang! batin Canelyn seakan mengumpat kesal dengan memutar bola matanya mendelik tajam.

“Oh, kau manis sekali sweetheart”Jeez.

Carly mendesah begitu zayn kembali menarik pinggangnya, merapatkan tubuhnya lebih rapat lagi kedada zayn. Dia sama sekali tidak tahu, betapa menawan dirinya sekarang dalam balutan tuxedo indah itu. Dia terkesan seperti seorang pria mapan, dewasa dan menarik perhatian. zayn seperti sebuah magnet yang mampu menarik siapapun untuk melirik kearahnya. Sungguh, dia memang tampan sekali mengingatkan dia pada James Bond bersi modern. Ototnya terlekuk, menyembul jelas dari balik tuxedo. Siluet tubuh dan wajahnya, rahangnya dan sepasang bola mata menawannya terarah menatap Carly intens seakan ingin mengartikan percikan cinta yang membara didalam sana.

Sepasang bola mata karamel gadis itu memutar lagi, memandangi seluruh ruangan gedung yang mewah dipenuhi orang-orang berkelas sudah datang. Dia melihat teman-teman zayn berkumpul, Dante Archie yang datang bersama Lydia Janoph , Lucas bersama Prity, Samuel Glotser, Stele Annabeth, Melania Dans, Violyn Nichole, Harald Cowan—teman sebelah—bangkunya. Lalu, dia memutar bola matanya lagi bersikap untuk sedikit acuh pada zayn. Lantas, melihat Cody bersama Sharen Penelope, dan juga Jack.

        zayn kembali mendekat kearah Carly, tapi gadis itu lebih memilih untuk sedikit menjauh membuat Justin menarik sepasang alis gelapnya heran. Dia mendengus lantas satu tangannya kembarli menahan pinggang Carly untuk bertahan, tepat rapat pada sisi tubuhnya tapi gadis itu kembali meronta, memberikan sebuah pemberontakan. Rahang zayn sedikit mengeras kesal.

“Ada apa? Kenapa berusaha untuk menjauh?”gertaknya tajam. Gadis itu terdiam, tidak merespon sedikitpun.

“tidak—“

“Bagaimana jika kita berdansa malam ini?”

“Aku tidak bisa”

“Kita harus merubah kondisi itu”Lagu klasik perlahan berganti, dengan nada cinta tepat ditengah bagian refrain. Zayn menarik senyum tipis, dengan gerakan cukup cepat dia menarik pinggul Carly yang terlekuk sempurna dibalik gaun putihnya malam ini. Pria itu maju selangkah. Kemudian selangkah lagi hingga tubuh mereka sudah merapat. Dengan gerakan menurut logika dan naluriah, Carly mulai ikut melangkahkan kakinya maju. Zayn bergerak, mengajaknya untuk berdansa. Dia memutar tubuh Carly, berayun bersama gadis itu sebelum melompat kenada yang lebih dramatis. Carly mengigit bibir kemudian dengan nervous, higheelsnya menginjak tepat ujung sepatu zayn. Pria itu meringis, ingin berteriak kesakitan.

DESTINY IN DREAMSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang