Rasa penasaranku semakin lama semakin menggebu-gebu. Perasaan aneh seringkali menghampiriku.
Setelah hari itu, Aku dan Elina tidak pernah mengalami konflik lagi, bahkan untuk sekadar menyapa, kami jarang melakukannya.
Aku pikir mungkin dia membenciku, mungkin gara-gara aku yang dulu memboncenginya sehingga membuat kegaduhan berita yang masih saja kudengar setiap bel istirahat.Rasanya ada pembatas tak terlihat antara Aku dan Elina untuk memisahkan Aku dan Elina dalam pertempuran. Setiap kali Aku ingin bertanya, Ia langsung pergi buru-buru, rasanya Ia seperti ingin menghindariku.
Sebenarnya aku tidak merencanakan ini semua, tetapi entah mengapa semua terjadi begitu saja.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Hari ini adalah hari pengumpulan tugas. Setiap siswa harus mengumpulkan buku tugasnya kepada Pak Rudi, jika tidak maka Ia harus siap untuk berdiri di luar kelas selama pelajaran berlangsung. Dan untungnya semua tugasku telah kuselesaikan bersama Satrio ,kemarin.
"Brakkkk.... " suara buku berjatuhan membisingkan telinga ku.
Kucari sumber suara itu. Ternyata itu adalah suara Elina menjatuhkan semua bukunya dari dalam tas menuju meja kayunya. Ia nampak mencari-cari sebuah buku. Ia terus mencari di dalam tas, di kolong mejanya, namun ia nampak belum menemukannya.
"He Lin.. cari apa? " suara Chris dari belakangnya sedari menyentuh bahunya.
"Buku ku gak ada Chris " tangannya meraba-raba kolong mejanya.
"Buku apa ? " pertegas Chris sedari membantu mencarinya.
"Buku tugasnya Pak Rudi, padahal tadi aku taruh sini" keluh Elina dengan kening yang mengendur.
Dengan sigap Chris melantangkan suaranya.
"He... ada yang tahu bukunya Elina, tadi disini " menunjuk ke arah meja Elina.
Semuanya menjawab "Tidak tahu..."
Aku pun juga tidak tahu."Kringgggg..." bel masuk berdering.
Wajah kebingungan masih tergambar jelas di raut wajah Elina.Detak jantungku menggila seketika itu, mungkin karena aku memikirkan hal tergila yang mungkin aku lakukan.
"Krekkkk" ku sobek halaman depan bukuku, halaman yang berisikan identitasku.
"Siapa yang belum mengerjakan tugas...?!" suara Pak Rudi meninggi.
Elina mengangkat tangan dengan perlahan. Namun aku menyelanya, tangan kananku terangkat lebih cepat darinya, dan tangan kiriku menaruh bukuku ke meja Elina yang berada tepat di kiriku.
"Saya Pak" sahutku dengan lantang. Seketika itu Elina menoleh ke arahku dengan wajah heran.
Elina pun menunduk kearah buku yang aku berikan.
"Tulis namamu disini..."
selembar kertas kecil ku tuliskan di atas buku yang kuberikan.Aku pun keluar kelas dan berdiri di pinggir pintu. Perasaanku lega seketika itu, keheningan membuatku nyaman di luar kelas. Sesekali aku melihat ke dalam kelas, dan melihat Elina yang masih saja menunduk.
Entah apa yang membuatku melakukan hal itu. Yang aku rasakan hanya tidak ingin melihat Elina dihukum. Hanya itu saja.
----------------------------++
#30DWC #Day7
----------------------------++
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Harapan
Teen FictionSeringkali terjatuh dalam lubang yang sama, Seringkali terkunci pada ruang yang sama, Seringkali tersesak menjalaninya. Seringkali hampir menyerah dalam perjuangan yang sama. Namun selalu ada "Kamu" sebagai Lentera Harapanku yang memancarkan jutaan...