Liburan semester telah menghampiri. Detik-detik kebebasan untuk para siswa juga telah menyapa.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~"Le...!" pesan singkat Elina menggetarkan ponselku.
"Apa?"
"Gak pingin jalan?"
"Pingin sih."
"Ayok, minggu depan jalan-jalan."
"Kemana?"
"Terserah"
"Ok dah, minggu depan ya!"
"Yes"
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Harapanku pun muncul kembali untuk sekadar bersama dengan Elina meskipun sesaat. Aku pun menunggu setiap harinya hingga hari itu tiba. Satu minggu pun telah berlalu. Namun masih belum ada kabar burung dari Elina."Lin, jadi?" ku kirim pesan singkat ke Elina.
Pesanku yang hanya dibaca tanpa dibalas membuatku semakin ragu.
Namun, aku mencoba untuk berpikir positif, dan mulai bersiap-siap berangkat.30 menit telah berlalu, pesan dari Elina masih belum kudapati. Aku pun mencoba mengirim pesan lagi secepatnya.
"Lin..."
"Eh maaf, aku lupa kalau aku sebenarnya ada janji kerja kelompok hari ini."
"Oh, yaudah gpp, lain kali aja"
"Maaf ya..."
"Iya gak papa"
Hasratku yang menggebu-gebu pun mulai memudar. Aku pun masih di kamarku, masih ditemani sepuluh jari tanganku.
Aku pun rebah di kasurku, melihati cahaya terang yang secara tegak lurus jatuh di mataku. Membayangkan apa yang Elina lakukan tanpa aku.
Ada rasa sedih saat melihatmu sibuk. Bukan karena aku tidak ingin kamu disibukkan. Melainkan karena bukan dengan aku kau tersibukkan.
Itu menyedihkan, Aku pun segera beranjak dari kasurku. Aku pun pergi meninggalkan rumahku. Pergi hanya sekadar menyibukkan diri ini.Kegiatan menyibukkan diri ini membuat perutku mengaum perlahan. Aku pun singgah di sebuah depot yang sangat tak asing bagiku, depot mie.
Aku sandarkan tubuh ini pada dinding di lantai atas yang hangat karena sengatan matahari. Kupejamkan mata sembari menikmati hembusan angin yang membawaku pada imajinasiku terhadap Elina.
Setelah perutku berhenti mengaum, aku pun menuruni tangga dari atas ke bawah. Perlahan kupijakkan kakiku menuruni setiap anak tangga.
Melihati setiap pengunjung yang berada di bawahku.Aku pun berjalan perlahan menuju kasir.
"Mbak berapa?" tanyaku seraya mengeluarkan dompetku.
Sesaat aku membayar, aku tak sengaja melihat pasang mata Elina yang terpantul oleh cermin di kasir.
Aku layaknya bangun dari dunia maya, tertegun seperti tak percaya. Mendapati Elina yang tak kusangka.Aku pun menoleh ke belakang. Aku dapati ia bersama seorang laki-laki berambut pendek dengan pakaian yang rapi. Elina pun tak sengaja melihatku, sorot mata kita pun bertemu, seperti menjawab semua keraguanku selama ini.
Aku pun mengambil uang kembalianku dan sesegera mungkin beranjak dari tempat itu. Sesegera pula dada ini sesak seketika itu. Berkian kali kudapati remuknya jantungku. Aku hempaskan seketika kenanganku dengannya. Mencoba bertahan sekuat hati, layaknya karang yang dihempaskan sang ombak.
Aku sadari Elina melihatku, aku sadari pula Elina selalu melihatku ketika ia dengan setiap laki-laki. Namun kenapa? Kenapa ia selalu menjebakku di antara cinta dan benci?
----------------------------++
#30DWC #Day25
----------------------------++
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Harapan
Teen FictionSeringkali terjatuh dalam lubang yang sama, Seringkali terkunci pada ruang yang sama, Seringkali tersesak menjalaninya. Seringkali hampir menyerah dalam perjuangan yang sama. Namun selalu ada "Kamu" sebagai Lentera Harapanku yang memancarkan jutaan...