Chapter 4 : •Apparent•

4K 585 7
                                    

Crimson menutup pintu ruang kepala sekolah dengan pelan, ia berjalan gontai sepanjang lorong, Crimson terlihat pucat dan bingung. Gadis ini dapat merasakan dengan jelas amplop yang ia selipkan dibalik rompinya. Bagaimana mungkin sesorang melupakan suatu kejadian dengan begitu cepat?"
Bagaimana kepala sekolahnya bisa melupakan telah memberikan amplop coklat?
Dan amplop putih tentang beasiswa ini?
Apa artinya semua ini?

Ia bergumul dengan pikirannya, semua terjadi secara tiba-tiba bahkan ia tidak bisa mencernanya. Crimson berpikir keras, tidak ada yang menjelaskan apapun.

Lalu perkataan kepala sekolahnya tadi tentang jangan membuka amplop di banyak orang, bagaimana dia bisa tahu buku yang bisa mengjilang jika tidak disentuh?

"Perhatikan langkahmu!" ujar suara yang mengintimidasi.

"Miss Rita." Crimson terkejut dengan orang yang berdiri di hadapannya.

"Kenapa kau melamun seperti ini?" tanya Miss Rita sambil memicingkan mata ke arah Crimson.

"Tidak ada apa-apa Miss, aku harus segera ke kelas." ujar Crimson dengan seopan lalu meninggalkan Miss Rita.

"Cepat masuk!" ujar Miss Eva

"Crimson, cepat masuk!" ujarnya kembali dengan ramah.

Crimson mengangguk pelan dan berjalan menuju ke tempat duduknya.

"Brian." ujar Crimson pelan hampir seperti bisikan, untunglah Brian dapat mendengar perkataan Crimson.

"Hmm?" gumamnya sama pelan.

"Apakah kau mendapat beasiswa?" tanya Crimson pelan agar Brian tidak curiga.

"Beasiswa apa?" tanya Brian mengerutkan dahinya tidak mengerti.

"Oh, tidak bukan apa-apa." ujar Crimson menggelengkan kepalanya.

"Kenapa kau bertanya seperti ini?" tanya Brian.

"Tidak, tidak aku hanya ingin tahu saja." ujar Crimson terdengar kikuk.

"Menurutmu Bianca atau Nix mendapatkan beasiswa?" tanya Crimson kembali.

"Beasiswa apa Crimson? Aku tidak mengerti." ujar Brian.

"Berarti tidak." ujar Crimson.

"Sebenarnya ada apa?" tanya Brian ingin memastikan dan penasaran kenapa Crimson bertanya seperti itu.

"Tidak, tidak ada, bukan apa-apa." ujar Crimson menyelipkan sedikit senyum.

"Ada sesuatu yang kau sembunyikan apa itu?" ujar Brian memicingkan mata karena penasaran.

Crimson menghembuskan napas pelan, ia mencari alasan sebentar.

"Begini..," Crimson memberi jeda cukup lama "Saudaraku mendapatkan beasiswa di bidang matematika."

"Lalu?"

"Apakah sekolah kita tidak mendapatkan tawaran, yang kutahu kau pandai matematika bukan?"

"Ya, aku memang tidak mendapatkan beasiswa. Tapi apa hubungannya dengan Nix dan Bianca?"

"Aku hanya menyimpulkan jika kau dibidang matematika tidak mendapat beasiswa mungkin tawaran itu berlaku untuk fisika atau bahasa dan kau tahu Nix sangat pintar di fisika dan Bianca menguasai banyak bahasa."

"Apa ini ada hubungannya dengan kepala sekolah yang memanggilmu tadi?"

Ini yang dibenci Crimson, Brian sangat pandai sampai-sampai Crimson kelabakan mencari alasan untuk menjawab perkataan Brian.

"Tidak, kepala sekolah hanya....."

"Crimson, Brian, kami ingin kalian menjadi bagian dari kelas. Kalian bisa melanjutkan percakapan kalian yang serius itu nanti."

Seisi kelas ribut menggoda mereka berdua, Miss Eva menegur di saat yang tidak tepat, ini akan menjadi hal panas untuk diangkat besok pagi. Crimson mengacak rambutnya kasar terlihat tidak senang. Sedangkan Brian tersenyum pelan tapi menyembunyikannya.

Jam pelajaran Miss Eva sudah berakhir dan ini pelajaran terakhir, mereka hanya tinggal menunggu Miss Ingrid.

Crimson melamun sekarang, pikirannya sedang tumpang tindih, terlalu banyak hal aneh yang terjadi beberapa hari terakhir.
Ia masih merasakan amplop coklat di saku rompinya, Crimson juga telah menyimpan amplop putih di dalam tasnya.

"Crimson."

Terdengar bisikan halus dari sebelahnya disertai hembusan yang terasa dingin dari sisi kanannya.
Sontak Crimson terkejut dari lamunannya, ia mendapati semua orang di kelas diam, mereka seperti membeku.

"Brian." ujar Crimson lalu mengguncang bahu Brian tapi tidak ada gerakan apapun, mereka seperti menjadi batu.

"Anthony, Nix hey kalian? Ada apa ini sebenarnya?" teriak Crimson ketakutan.

Crimson berjalan keluar dari tempatnya dan melihat murid yang lain, mereka semua diam seperti ada tombol pause yang menghentikan mereka.

Apa waktu berhenti?

"Apa ini terjadi lagi?"

Tiba-tiba pintu kelas tertutup diiringi suara keras mengikuti bantingan pintu itu.
Crimson berteriak pelan terkejut bercampur dengan ketakutan.

Gadis itu melangkah pelan dengan gontai ke arah pintu itu, ia menguncinya pelan.

Pintu itu terasa hangat, ia dapat melihat dengan jelas kacanya sudah berembun. Crimson mendekat dan menyentuh gagang pintu itu.

Baru saja tangannya menyentuh, api yang entah datang darimana mengerumuni dia, sepersekian detik hanya ada ia sendiri di dalam ruang kelas tidak ada satupun orang, murid yang lainnya sudah tidak ada.

"Dimana mereka?"

"Apa yang terjadi?"











================================
Gimana ceritanya?
Vote dan comment ya😘😙😚
Saran dan masukan sangat di terima
Makasih buat yang udah vote dan comment cerita ini❤💙💚💛💜

Ps : kalau ada typo atau kesalahan apapun harap ditandai agar dapat diperbaiki secepat mungkin

Salam kasih
MG

CrimsonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang