Di malam hari, sekitar pukul 21:37 WIB, Adel berjalan kaki di trotoar komplek menuju ke rumahnya seorang diri.
Ia menenteng satu kantong lumayan besar di tangan kanannya yang baru saja ia beli di supermarket komplek, ia membeli berbagai snack dan minuman seperti susu kotak untuk ia konsumsi seorang diri. Ya, seorang diri, bodoamat jika ia dibilang rakus.
Dan ia lebih memilih jalan kaki daripada harus pergi mengenakan motor sport di rumahnya, karna tidak ada motor lain selain motor itu, dan juga Rey tak mau mengantarnya, alasannya karna mager lagi menguasinya. Serta Cio yang baru pulang ke rumah dari dua hari yang lalu belum diizinkan untuk mengendarai motor karna bekas kecelakaan tempo lalu yang membuat beberapa bagian tubuhnya dililit perban.
Lagipula jarak dari rumahnya ke supermarket tidaklah jauh, hanya melampaui enam rumah saja, jadi tidak terlalu masalah baginya. Sekalian olahraga malam. Ehe.
Entah bagaimana ia merasa malam kali ini kompleknya terasa lebih sunyi dari biasanya, bahkan detak jantungnya sendiri dapat ia dengar.
Adel menghela nafasnya.
Perasaannya mulai tidak enak saat ia merasa seperti ada yang mengikutinya dari arah belakang.
Ditolehkan kepalanya karna penasaran apakah benar-benar ada yang mengikutinya atau tidak. Tetapi hanya kekosongan yang ia dapatkan. Bulu kuduknya-pun mulai berdiri, ia merinding.
Adel memperpercat langkahnya, bahkan ia agak sedikit berlari.
Dan suara lain dari hentakan kakinya terdengar membuat jantungnya berdetak begitu cepat, Adel memeluk kantong yang berisikan cemilannya tersebut, ia memperlaju gerakan kakinya.
Dikit lagi sampe rumah.
Keringat dingin mulai menyucur dari keningnya. Bahkan kulit wajahnya berubah menjadi pucat pasi.
Ia takut karna akhir-akhir ini berita di television memang lagi maraknya penculikan anak gadis untuk dijual ke negara lain.
Adel menggelengkan kepalanya kuat "mit-amit!"
Saat tiba di depan pagar rumahnya, ia menyempatkan untuk menolehkan kepalanya ke arah kegelapan disana, ia dapat melihat dengan jeli, ada seseorang yang berdiri dengan pakaian serba hitam di dekat lampu jalan yang lumayan jauh dari tempat ia berdiri saat ini.
Adel membuang muka, ia segera masuk dan mengunci pagar tersebut.
Saat tiba di ambang pintu Adel mengatur nafasnya, ia menarik dan menghembuskannya secara teratur, mencoba menenangkan dirinya sendiri.
Rey yang saat melintasi ruang tamu melihat wajah pucat pasi Adel membuatnya bingung, "kenapa dek?"
Adel menatap Rey takut, tak ia pungkiri dirinya masih dilanda ketakutan akibat kejadian barusan.
"Tadi kek ada yang ngikutin Adel---" ada jeda disana, "LU SIH BANG GAK MAU NEMENIN GUE!!" Ujarnya dengan membentak karna kesal, bahkan air matanya ingin keluar begitu saja. Jika sudah seperti ini memang air matanya sangat senang keluar dari tempatnya.
"Lah..." Rey mengerutkan keningnya, ia maju mendekati Adel yang masih berdiri mematung di ambang pintu, "udah gak pa-pa, perasaan kamu aja kali."
Adel menatap Rey dengan mata yang mulai berkaca-kaca "tapi tadi Adel liat ada orang dekat lampu sana."
"Mungkin orang komplek juga." Kukuhnya yang membuat Adel kesal.
"Terserah." Jawabnya parau. Adel berjalan meninggalkan Rey yang masih bingung atas tingkah-lakunya.
Dengan penasaran ingin membuktikan, Rey berjalan ke arah teras rumah, membuka pagar rumahnya, melihat ke arah kanan dan kiri, tetapi ia tak dapat menemukan apapun selain jalanan yang sunyi nan cukup gelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Milk And Cheese?
Teen Fiction#253 in TeenFiction 03-08-17 Ketika aku yakin bahwa semua ini hanyalah sebuah pilihan, maka aku takkan pernah ingin memilih dimana aku salah meletakkan hati. Layaknya kau memilih antara keju dan susu. Kau lebih suka keju atau susu? Menurutku, jika...