Mati Muda

13.4K 3.1K 398
                                    

Saving the person you loved isn't stupid. It isn't even a choice. - Koe no katachi

☘️☘️☘️

Setahu Windy, Tama tidak punya banyak teman. Hanya beberapa orang dari klub basketnya dan teman-teman sekelasnya saja. Sisanya dia hanya punya Windy satu-satunya teman perempuannya.

Kadang Windy bingung mengapa Tama begitu betah berteman dengannya.

Windy tidak bicara apa-apa, ia tidak bisa memberikan saran atau petuahnya saat Tama punya masalah, Windypun hanya menggeleng dan mengangguk.

Atau mungkin karena itu Tama betah?

Bukankah pria tidak suka perempuan bawel dan banyak bicara? Tapi anehnya saat disuruh memacari gadis bisu, pria-pria itu akan menolak mentah-mentah.

Aneh bukan?

Windy juga gadis yang sangat penurut, buktinya hari ini saat Tama bilang tidak bisa menjemput Windy dan menyuruh gadis bisu itu ke sekolahnya agar kami bisa pulang bersama Windy benar-benar ke sana. Meski Windy tahu aku akan mendapat pandangan miring karena seragam sekolah yang ia gunakan.

Seragam SLB, kata orang sekolah Windy itu sekolah luar biasa karena sekolahnya mampu mengajari murid bisu, buta, bahkan yang sedikit bermasalah dengan mentalnya.

Sekolah menengah luar biasa, tempat orang berkebutuhan khusus. Orang-orang normal melihat sekolah Windy seperti tempat kumpulan orang-orang tidak berguna, begitulah yang mereka katakan.

"Kamu bukan anak sinikan? Mau ngapain disini?" Tanya seorang siswi perempuan begitu melihat Windy yang berdiri meragu di depan gerbang sekolah Tama, tapi Windy bersyukur siswi perempuan itu menanyakan tujuannya meski dengan nada sedikit tidak bersahabat.

Windy berusaha tersenyum dan menuliskan sesuatu di buku catatan pink-nya.

"Aku ingin bertemu Tama. Pratama Langit Hadiputera kelas 2 ipa2."

"Ah, Tama? Dia lagi ada praktek tambahan di lab belakang kayaknya udah hampir selesai, kalau kamu mau nungguin di sini aja, kalau kamu mau nyamperin lurus aja lewat gedung tengah yang baru di bangun, pas di belakang gedung itu labnya." Siswi itu menunjukkan jalan ke sana.

Setelah Windy pikir-pikir siswi ini lumayan baik, dari sekian banyak siswi yang melewati Windy mereka hanya memandang Risih. Sedangkan siswi ini mencoba membantu Windy, meski Windy tahu dia juga siswi ini sedikit risih tapi setidaknya dia jauh lebih baik.

"Terimakasih, semoga berlimpah cahaya." Tulis Windy yang hanya dibalas anggukan lemah dan senyum singkat siswi yang membantunya.

Sekolah Tama terdiri dari tiga gedung yang berjejer ke belakang, gedung pertama terdapat ruangan guru dan beberapa kelas serta lapangan bola dan basket, gedung tengah masih dalam tahap renovasi, dan ruangan paling belakang adalah tempat beberapa Lab, baik kimia, biologi ataupun lab bahasa.

Windy sudah menunggu 15 menit tapi Tama tidak kunjung menampakkan batang hidungnya, sehingga dengan malas Windy menyeret kakinya untuk menyusulnya ke gedung belakang.

Ini sudah jam pulang sekolah, Windy berharap ia tidak menemui banyak orang di dalam sana. Windy selalu risih ditatap dengan mata yang memicing dan sinis padahal gadis itu sama sekali tidak memiliki masalah apapun dengan mereka.

Windy melewati lapangan basket sembari mengabaikan beberapa tatapan miring orang-orang yang melihatnya, Windy tetep memegang tali ranselnya dan berjalan ke gedung yang masih dalam tahap renovasi itu.

Tunggu, Itu Tama. Dia berada di tengah lorong gedung yang tengah di renovasi sembari berbicara dengan seorang pria, tidak lama kemudian Tama menyadari kehadiran Windy yang berdiri beberapa meter darinya.

SILENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang