Silent isn't empty, it is full of answer. - Anonymous
...
Sekarang Windy tidak hanya jadi stalker Tama, tapi juga jadi stalker Mark anak SMA kelas XII, dulu dia adik kelas Tama, Mark juga satu club basket dengan Tama. Tentu Windy mengetahuinya, Windy sering menemani Tama latihan basket.
Seingat Windy, Mark masih kelas X saat dia meninggal, Mark yang rajin memungut bola basket setelah latihan. Itu yang Windy ingat.
"Kak, please jangan muncul tiba-tiba," Mark memegang dadanya sendiri pasalnya ia baru saja bangun tidur dan wajah Windy sudah ada tepat di hadapannya.
"Bantu kakak, bantu kakak."
Mark mengucek matanya lalu menghela nafas kasar, tidurnya hanya dua jam hari ini. Setiap kali Mark ingin tidur Windy selalu menganggunya, entah menggoyangkan tempat tidurnya atau menjatuhkan benda-benda.
"Aku gak bisa kak Wind, please pergi yah." Mohon Mark, Windy menggeleng.
"Aku tidak mau Tama hidup dalam kegelapan selamanya."
"Mark gak bisa apa-apa kak."
Windy mendekat ke arah Mark, sangat tiba-tiba mata hantu bisu itu menatap tepat kemata Mark dan seketika Mark seperti memasuki dimensi waktu yang diciptakan Windy.
"Windy, Rem Wind, Rem."
"Hahaha jatoh kan, apanya yang luka?"
"Sudah makan Windy?"
"Wah, Windy cantik pakai seragam. Cocok."
"Kakak juga sayang sama kamu sebagai sahabat"
TAMA AWAS!
"MAMA, MANA WINDY? MANA MA? WINDY BAIK-BAIK AJA. KENAPA MAMA NANGIS? KENAPA?"
"Kamu sekarang gimana Wind?"
Sakit Tam.
"Setiap angin bertiup entah pelan ataupun keras. Aku akan mengingat kamu."
"Mama, Tama gak bisa lihat apa-apa."
Setetes air mata lolos dari pipi Mark, ia merasakan apa Windy rasakan segala perasaan sayangnya ke Tama, segala penyesalannya, Mark merasakannya. Tiba-tiba hatinya sakit, jantungnya mencelos.
Bagaimana bisa ada kisah setragis ini terjadi pada orang yang pernah kenal dengannya?
"Aku ingin Tama melihat, aku ingin Tama mengingat, dan aku ingin Tama memberi ku maafnya."
"Hhhhhhhhh." Mark semakin terisak, ia tidak pernah menghadapi keadaan seperti tadi. Dia mana ia seakan diajak masuk kesebuah dimensi waktu, menjelajah masa lalu, bukan hanya itu Mark merasakan semua yang Windy rasakan.
"Jangan menangis Mark, Maafkan aku."
Windy mengambil langkah mundur ke sudut kamar Mark, ia terduduk lalu memeluk lututnya, menyembunyikan wajah sedih dan menyesalnya disana.
Mark mulai menyeimbangkan emosinya, pemuda itu menyeka sisa air matanya lalu kembali mencari keberadaan Windy yang masih dengan posisi yang sama di sudut kamarnya.
"Kak Wind," Windy mengangkat wajahnya.
"Kakak secinta itu sama kak Tama?" Windy mengangguk. Windy bahkan menyerahkan nyawanya hanya demi menyelamatkan Tama, pertanyaan itu tak perlu mendapat jawaban lagi.
Mark bergerak dari tempatnya, berjongkok mensejejerkan posisinya dengan Windy. Tak lama Mark meletakkan telapak tangannya di atas kepala Windy, dan seakan mengelusnya pelan.
"Mark bisa bantu apa kak?"
🍃🍃🍃
Sekali lagi Windy menggantungkan harapannya untuk mendapat maaf Tama, Maaf yang tidak pernah ia dapat karena telah mengancurkan hidup indah seorang Pratama langit hadiputra.
Sekarang seperti biasa, saat sabtu Tama akan berjalan sendiri ke danau favoritnya, mencari angin. Entah mengapa di tengah angin Tama selalu menemukan Windy disana karena itu jika Tama rindu ia akan ketempat ini.
Tama menutup matanya, meski dengan mata terbukapun ia hanya melihat kegelapan tapi dengan menutup mata Tama lebih merasa dekat dengan Windy.
"Hi, Tama. Apa kabar?"
Windy tersenyum manis, berdiri di samping Tama. Windy rindu, sudah empat hari ia tidak mengunjungi Tama saat ia sibuk membujuk Mark.
"Kenapa kamu sangat suka dengan angin Tam?"
Tama merentangkan tangannya, menerima setiap deruan angin yang datang, kala angin melewati sela jarinya Tama percaya Windy mengenggamnya.
Kala angin menerpa tubuh kurusnya Tama percaya Windy memeluknya.
Tama merindu pada Windy.
"Kok gambarnya dua? Cowok itu cuma sendiri loh bro." Mark duduk disamping Yudha yang asik dengan buku gambar dan pensilnya, melukis sketsa kebersamaan Windy dan Tama.
"Ah, gue-" Yudha kelagapan, "Gue cuma berimajinasi. Kayaknya bagus kalau ada cewek di samping cowok itu." Yudha memamerkan gigi rapinya, dan Mark tertawa mengejek karena baru saja dibohongi Yudha.
"Berarti imajinasi kita sama, karena gue juga ngeliat dia," Yudha melotot dan menatap Mark tidak percaya.
"Termasuk cewek di samping lo." Mark melambaikan tangan ke Rasti yang kini tersenyum manis.
"Wah dia juga ngeliat aku, dia bisa ngeliat hantu hua. Hi, nama aku Rasti. Kamu?" Rasti bersemangat menghampiri Mark.
"Genit!" Decih Yudha.
"Hi, aku Mark." Mark melambai singkat ke Rasti lalu kembali memandangi Tama dan Windy yang berdiri tidak jauh di hadapan mereka.
"Dia minta bantuan gue, si cewek itu," Mark menunjuk Windy, "Dan gue mau bantuin dia." Mark membuka kaleng cola miliknya lalu meneguknya.
Yudha menghela nafas mendengar pernyataan itu. "Kita tidak boleh mencampuri urusan arwah yang sudah meninggal. Kecuali membantu dia menyebrang ke alam seharusnya."
"Dia punya penyesalan, dia tidak bisa menyebrang selamanya kalau penyesalannya tidak hilang. Bukannya dia tidak mau menyebrang, dia tidak bisa menyebrang," Balas Mark.
"Nahkan gue bilang juga apa, Windy itu baik Yudha dia hantu yang penurut. Dia tidak mungkin belum menyebrang karena maunya sendiri, dia belum bisa menyebrang. Bwek!" Rasti menjulurkan lidahnya.
"Dia sudah mati sekitar dua tahun yang lalu atau lebih. Aku sempat memastikan tanggal kematiannya, sepertinya waktunya tidak banyak. Mungkin 30 atau 40 hari lagi." Tutup Mark.
Konon, setelah hari ke 1000 kepergiannya, arwah yang sudah mati tidak akan pernah bisa menyebrang lagi ke surga atau apapun kalian menyebutnya. Ia akan tetap di dunia, bergentayangan.
Dan 1000 hari berikutnya, dia tidak akan jadi energi postitif tapi perlahan menjadi negatif, kalian biasa menyebutnya roh jahat.
Jika penyesalan Windy tidak juga selesai. Arwah gadis yang masih setia duduk di samping Tama, menikmati angin mendera wajah dan rambutnya itu akan bernasib demikian.
Menjadi roh jahat.
-To be continued -
(Don't forget to touch the stars below if you like the story 😊 👉🌟)
KAMU SEDANG MEMBACA
SILENT
Teen FictionSebelum pergi untuk selama-lamanya, Windy punya satu permintaan kecil. Yaitu mengatakan i'm sorry and i love you pada Pratama Langit Hadiputra. Tapi bagaimana? She's life in a silent forever.