Seperti saran yang dikatakan Inggita, Yudha datang kesebuah rumah sakit tempat Inggita magang selain tempatnya magang rumah sakit itu juga tempat Rasti dirawat.
Yudha dengan kemeja kotak-kotak hijau hitamnya terlihat rapi, setangkai bunga tulip berwarna putih di genggamnya, senyuman di wajahnyapun tidak pernah pudar.
"Eh, Yudha sudah datang?" Sapa Inggita yang masih lengkap dengan seragam perawatnya.
"Hi Git, Gimana penampilan ku?" Inggita menaikkan jempolnya.
Yah hari disaat Yudha bertemu dengan Inggita dan Sarah di café-kedua sahabat Rasti itu menceritakan semuanya, tentang Rasti yang beberapa kali mengalami koma karena kecelakan yang dialaminya.
Sarah juga bercerita bagaimana Yudha dikagumi Rasti bahkan saat mereka masih SMP, tentu saja Yudha heran karena tidak mengingat Rasti sama sekali-Mungkin Yudha terlalu sibuk dengan dimensi lainnya saat itu.
Yudha juga membagi ceritanya tentang ia memiliki kemampuan melihat arwah, termasuk arwah Rasti yang keluar dari jasadnya saat ia koma.
Awalnya tentu saja sarah dan Inggita tidak mempercayainya namun setelah Yudha menceritakan kebiasaan-kebiasaan unik Rasti yang hanya orang terdekat yang mengetahuinya mereka kemudian percaya.
Dan akhirnya pada hari ini sesuai dengan rencana Inggita dan Sarah, Yudha akan bertemu dengan Rasti. Bukan sebagai indigo dan sebuah arwah namun hanya sebagai Yudha manusia dan Rasti manusia yang sama.
"Ras, Ada yang mau jenguk." Rasti menutup majalah yang tengah dibacanya, Rasti lalu tersenyum saat melihat kepala Inggita menyembul dari arah pintu kamarnya.
"Hahah Git, sini." Panggilnya.
"Bukan aku yang mau jenguk Ras, tapi dia." Inggita membuka pintu ruang perawatan Rasti menampilkan Yudha disana.
Seketika Rasti beku.
Bukan karena kehadiran Yudha tapi kehadiran sosok seram di belakanganya.
"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!" Imarasti menutup matanya rapat-rapat, sosok perempuan di belakang Yudha benar-benar membuat jantungnya mengalami shock, untuk pertama kali dihidupnya Rasti melihat hantu.
"Loh, Ras. Kamu kenapa?" Inggita dan Yudha langsung mendekati Rasti yang terlihat ketakutan.
"Ada kuntilanak itu....di situ....di belakang Yudha"
"Kuntilanak?" Yudha memutar badannya dan hanya mendapati Windy yang sudah cemberut disana.
"Kuntilanak? Aku cantik begini dibilang kuntilakak? Hhhh." Windy mengoceh sebal.
"Tunggu, kamu melihat Windy?"
Rasti mengangguk.
"Berarti kamu masih Rasti yang aku kenal. Kamu ingat aku?"
"Yudha, temen satu SMP ku?" Jawab Rasti dengan nada sedikit ragu.
Benar seperti dugaanya Rasti tidak akan mengingat apa-apa ketika ia memilih untuk hidup, namun satu yang menjadi pertanyaan Yudha yakni mengapa Rasti bisa melihat arwah Windy?
Mungkin karena arwah mereka masing-masing pernah berinteraksi satu sama lain? Bisa sajakan?
"Rasti juga tidak mengenali ku?"
"Hua, aku juga denger suara kuntinya. Mama!" Rasti menggemaskan saat sedang ketakutan seperti ini, Yudha tidak tahan untuk tidak mengacak rambut gadis itu.
"Git, bisa tinggalin kita berdua gak?" Pinta Yudha yang langsung di angguki Inggita, Inggita meninggalkan ruang perawatan tanpa khawatir meski Rasti berteriak mengatakan dirinya melihat kuntilanak.
"Hey, buka aja matanya. Dia baik kok." Yudha memegang jemari Rasti yang menutupi kedua matanya.
"Kita temenan kata kamu." Tambah Windy
"Aku gak punya temen kuntilanak." Tolak Rasti yang masih menutup rapat matanya, tidak membiarkannya terbuka satu incipun.
"Aku bukan kuntilanak. Ihhhh Rasti." Windy kesal hingga menghentakk-hentakkan kakinya ke lantai.
Yudha menggeleng, niat awalnya membawa Windy untuk menghilangkan rasa rindunya pada Rasti dan selagi emosi Windy stabil Yudha memilih mempertemukannya dengan Rasti.
Namun yang terjadi mereka berdua beradu cerewet.
"Hueeee dia tahu nama aku, Jangan bawa aku, Jangan. Kasian mama aku sendiri. Yah? Yah?" Mohon Rasti yang membuat tawa Yudha pecah.
"Hhhhh aku pikir dia hanya sedikit tidak waras saat jadi arwah, ternyata saat hidup dia semakin tidak waras."
"Dia Windy Rasti, dia Teman kamu."
Mata Imarasti membuka matanya pelan, Ia masih tidak berani memandang Windy namun maniknya itu bergetar kala menatap Yudha.
"Windy? Windynya Tama? Dia benar-benar ada? Aku pikir itu hanya mimpi ku." Kini Rasti memberanikan diri menatap Windy lekat-lekat.
"Dia bisu kan?" Tunjuknya.
"Bagimana kamu bisa ingat?"
Yudha merasa tidak adil, Rasti mengingat Windy namun tidak mengingatnya.
Padahal kenangannya dengan Rasti lebih banyak dibanding kenangan Rasti dengan Windy yang baru kenal sesaat.
"Dia, dia ada di mimpi ku."
"Aku? Apa aku juga ada di mimpi kamu? Coba ingat-ingat lagi." Yudha menujuk dirinya sendiri.
"Tidak ada, Lagipula kenapa aku harus memimpikan teman SMP ku?"
Yudha tersenyum pahit, di memori Rasti segala data tentangnya seakan dihapuskan.
Padahal andai Rasti ingat, Yudha ingin sekali memeluknya sembari berkata 'Akhirnya kamu bisa ku rengkuh, dengan tubuh hangat bukan arwah dingin pucat, aku rindu kamu Rasti.'
-To be Continued -
(Don't forget to touch the stars below if you like the story 😊 👉🌟)
KAMU SEDANG MEMBACA
SILENT
Teen FictionSebelum pergi untuk selama-lamanya, Windy punya satu permintaan kecil. Yaitu mengatakan i'm sorry and i love you pada Pratama Langit Hadiputra. Tapi bagaimana? She's life in a silent forever.