Sahabat

20.2K 3.5K 699
                                    

Word can't say how much I want you to be mine.

Windy menyatukan dua telunjuknya dan menekan-nekannya, terkadang Windy mengigit bibirnya sendiri karena pria yang tengah memboncengnya diatas sepeda berwarna biru ini selalu membuat jantung Windy tidak berdetak karuan.

Jangankan menatap wajahnya, menatap punggungnya seperti ini saja membuat darah Windy berdesir hebat.

Ah, Tama entah mengapa pemuda itu selalu sukses membuat pipi Windy merona entah karena apa.

"Tungguin kakak latihan basket dulu gak apa-apakan Wind?"

Windy langsung mengangguk cepat karena ini artinya waktu Windy akan sedikit lebih lama bersama Tama hari ini-Jangan lupa kalau Windy akan melihat Tama bermain basket.

Windy selalu suka saat Tama memakai baju basket berwarna orange dengan pinggiran hitam disetiap ujungnya, kulit Tama terlihat lebih cerah saat memakainya, seperti matahari itu yang selalu Windy ucapkan didalam hatinya.

Memandangi pria tampan yang sedang bermain basket sembari duduk di bangku pinggir lapangan dan memberinya air minum dan handuk kecil ketika selesai.

Bukankah itu impian kecil setiap gadis yang memiliki kekasih?

Windypun seorang gadis yang memiliki mimpi yang sama.

Meskipun Tama bukan kekasih Windy, dia hanya tetangga Windy. Ayah dan ibu Windy selalu menitipkan Windy pada Tama.

Windy bahkan lupa sejak kapan ia dan Tama selalu bersama, Seingatnya saat giginya copot untuk pertama kali Tama sudah ada di sana, bersamanya, menjadi teman Windy, satu-satunya.

Tama itu teman masa kecil Windy, mereka selalu bersama sejak dulu, bersama belajar naik sepeda, bersama bermain kasti dan memecahkan kaca jendela ibu Aulia tetangga mereka, Tama dan Windy kecil bagai charger dan smartphonenya tidak bisa berpisah, dan selalu saling mengisi.

Saat memasuki usia sekolah Windy dan Tama kecil mulai terpisah.

Yah tentu saja karena Tama harus bersekolah di sekolah normal seperti anak lain dan Windy harus bersekolah di tempat anak berkebutuhan khusus.

Meski Windy sempat menangis karena tidak ingin bersekolah disana, ia ingin dengan Tama, masuk ke sekolah yang sama dengan Tama.

Tapi Tama berkata, "Wind, gak apa-apa. Windy kesekolah aja, kata Mama Windy itu special jadi sekolahnya beda dengan Tama. Tapikan pulang sekolah Tama bias jemput Windy, kita naik sepeda, pulang sama-sama."

Windy anak kecil polos yang tidak ingin berpisah dengan Tama hanya bisa mengangguk, segala yang diucapkan Tama adalah kebenaran bagi Windy.

Windy bisu, Windy hidup dalam diam sepanjang hidupnya, tapi seorang Tama selalu mengerti apapun tentang Windy tanpa harus Windy ungkapkan. Hanya satu hal yang tidak Tama mengerti...

yaitu perasaan Windy padanya.

Gadis kecil yang selalu dia antar dan jemput dengan sepedanya itu sudah tumbuh menjadi gadis remaja yang mengagumi Tama.

Windy menyukai Tama, menyayangi, dan mencintainya, meskipun Tama tidak mengerti itu.

Mungkin Tama hanya menganggap Windy tetangganya, yang harus ia antar kesekolah pagi-pagi dengan sepeda birunya dan menjemputnya jika pukul 14.00 siang, adik kecil yang harus ia lindungi jika sekelompok orang menghinanya.

Yah, tidak lebih dari pada itu.

"Oi oper ke sini oi!"

"Tama tangkap!"

SILENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang