Mengingat

10.3K 2.8K 260
                                    

They said love hurts, but they wrong. Love didn't hurt me. Lose you did it - Anonymous

...

Satu minggu awal Windy menjadi hantu, arwah penasaran atau apa saja kalian menyebutnya.

Banyak hal yang cukup mengagetkan gadis bisu itu. Dunia yang tidak pernah ada di akalnya, Windy berada di dalamnya, sendirian.

Melihat sosok-sosok mengerikan penuh darah sama seperti yang ia lihat di film horor, atau bahkan mereka yang terlihat normal sama seperti manusia pada umumnya.

Windy sempat takut, tapi apa yang perlu diatkutkan? Mereka hantu, Windy juga. Lalu apa perbedaan diantara mereka?

Windy dan mereka yang tidak terlihat sama-sama bisa menghilang dan muncul di tempat yang berbeda, menembus tembok, atau terbang. Itu sisi baiknya, dan sisi buruknya bagi windy- ayah, ibu, dan Tama-nya tidak bisa melihatnya.

"Tama mau kemana nak?"

"Jalan-jalan sebentar Ma."

Ini sudah dua tahun dan Tama mulai terbiasa dengan dunianya yang gelap, Tama bahkan sudah begitu lihai memakai tongkat dan berjalan-jalan disekitar rumahnya.

Tama pindah atas saran psikiater agar dapat lebih tenang, dan bisa melupakan.

Iya, Windy juga sangat mengharapkan hal yang sama.

"Hati-hati, ingat sebentar sore kita mau ke dokter!" Teriak Ibu Regina yang seketika menghentikan langkah Tama.

"Udalah Ma, Tama udah gak ada harapan," Tolak Tama dengan penuh rasa pesimis disetiap kata yang di ucapkannya.

Ibu Regina menghampiri Tama dan mengelus kepalanya lembut. "Nak, kata dokter Azka kamu bisa melihat lagi, kalau kamu rajin control, dan kamu-"

"Menerima donor kornea mata, Tama tahu Ma." Potongnya. Ibu Regina sedikit tersentak namun tetap tersenyum, Meski senyum hangatnya itu tidak bisa dilihat oleh Tama putranya.

"Tama pergi dulu." Tama melangkahkan kakinya perlahan, dengan tongkat menjadi petunjuknya agar tidak menabrak atau tersandung sesuatu dijalan.

Tama sudah menghapal di luar kepala jalanan ke tepi danau favoritnya, dan Windy hanya bisa mengikutinya sambil menatap wajah tampan Tama yang tetap tidak berubah walau dia sudah tidak bisa melihat sendiri ketampanan itu.

Sekelompok remaja tanggung kadang menjahili Tama di jalan, Tama kadang dipaksa berputar-putar agar pusing dan kehilangan arah.

Tapi Windy tidak bisa berbuat apa-apa, Windy pernah melihat seorang hantu yang bisa menyentuh objek, namun saat Windy mencobanya ia gagal.

Windy hanya seorang pendatang baru yang tidak punya teman didunia per-hantuan ini, dia tidak tahu harus meminta tolong atau berbagi dengan siapa.

"Eh buta, haha pusingkan lo?" Anak-anak nakal itu tertawa, dan emosi Windy sudah sampi keubun-ubun.

Tama terlihat kelimpungan, anak-anak nakal itu pergi setelah puas menjahilinya. Tama sudah perlahan bangkit dan mencoba menemukan arahnya.

"Kalau tiang listrik ini di sini, berarti tiga langkah lagi ada belokan di sebelah kiri." Tama menghitung langkahnya.

"Ehm? Gak ada belokan? Berarti gue salah arah, gue musti muter balik." Tama bermonolog.

Tama terlihat mencoba tersenyum walau Windy tahu sekarang kepalanya sedang sakit, dan langkahnya masih gontai.

Maafkan aku Tama, ini salah ku. Bisakah aku dimaafkan?

Tama sampai di tepi danau, ia terlihat menikmati bunyi angin yang bergesekan dengan daun atau dengan air disana. Ia memejamkan matanya, berusaha menikmati kegelapan yang memang sudah tercipta walau tanpa ia harus menutup mata.

"It will be nice if you here, Wind."

Ya, it will be nice Tam.

"Ciye lagi ngeliatin si tampan, aduh Wind dia ganteng banget sih. Ngidam apa dulu mamanya?"

Itu bukan Windy yang berbicara, melainkan hantu cerewet ber-tag nama Rasti di seragamnya yang mengklaim dirinya sendiri sebagai teman Windy.

Katanya hanya Windy satu-satunya yang ia punya didunia perhantu-an ini. Padahal Windy tidak tahu dia siapa, yang Windy tahu Rasti punya pacar yang berbeda dunia.

Iya, pacarnya manusia.

Tapi manusia itu bisa melihat mereka yang tidak terlihat, hem hubungan yang menarik.

"Elah, di tatap mulu," Rasti menggunakan tangannya menyentuh bahu Tama lalu kembali menghilang.

"Siapa?" Tama berbalik, Sehingga Windy yang sedari tadi berada beberapa sentimeter di belakangnya kini berhadapan langsung dengan wajah tampan Tama.

"Siapa disana?" Tanyanya kembali.

Tiba-tiba angin yang cukup keras berhembus, menampar wajah Tama dan Windy.

"Windy?" Panggil Tama.

Windy tersentak.

"Kamu tahu gak? Kenapa kamu di kasi nama Windy sama Tante sama Om?" Tama yang sibuk dengan keripik kentang ditangannya.

Windy menggeleng sebagai jawaban, Windy tidak pernah tahu sejarah namanya dan tidak tertarik dengan pembahasan itu.

"Kata Om sama Tante, dasar nama kamu itu 'Wind' yang artinya angin, kamu lahir memberi kesejukan, dan kata tante kamu lahir pas angin lagi kencang-kencangnya. Makanya kamu dikasi nama Windy"

Windy memamerkan rolling eyes-nya pada Tama sembari menerka-nerka dari mana Tama mendengar atau mengarang cerita aneh itu?

"aku serius Wind, jadi setiap ada angin yang bertiup entah pelan ataupun keras, aku akan mengingat kamu"

-To be Continued-

(Don't forget to touch the stars below if you like the story 😊 👉🌟)

SILENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang