Isn't it scary? What a smile can hide - Anonymous
...
Pagi ini Windy berjalan sedikit linglung, banyak pertanyaan memenuhi kepala Windy terutama tentang pria yang lebih muda dua tahun darinya yang kini tengah berjalan di sampingnya itu.
Windy sangat berterima kasih karena Mark bilang akan membantu menyelesaikan penyesalannya dan menyebrang dengan tenang meski menurut Windy-Mark belum melakukan apa-apa saat ini, tapi Windy percaya Mark melakukan yang terbaik yang ia bisa.
"Hey Yud," Langkah Windy terhenti kala Mark menyapa Yudha di pintu gerbang sekolah mereka.
Yudha tidak langsung membalas sapaan Mark, pemuda itu malah menatap Windy yang berusaha bersembunyi di balik punggung Mark.
Bukannya takut, hanya saja Yudha terlihat kacau dan Windy tidak sanggup melihatnya.
"Windy bisa bicara sebentar?" Ujar Yudha dengan nada sedikit memohon.
Mark berbalik ke arah Windy dan tersenyum seolah mengatakan 'It's oke'
"Ayolah Wind, 5 menit." Bujuk Yudha hingga akhirnya Windy mengangguk.
Semenjak kejadian Rasti yang menghilang dan interaksi pertamanya dengan Tama setelah sekian lama, Yudha baru menemui Windy lagi.
Berkali-kali Yudha mencari Windy di rumah Tama namun tidak menemui hantu bisu itu.
Windy sengaja menghindar karena tahu Yudha akan menangis dan menanyakan hal yang sama.
"Dimana Rasti?"
Windy menggeleng. Sungguh Windy tidak tahu, Windy hanya bertemu terakhir kali dengan Rasti di sebuah café dan Rasti hanya berpamitan dan mengucapkan selamat tinggal.
"Apa katanya Windy?"
"Dia menyebrang."
"Kenapa?"
"Karena sudah waktunya, Kamu selalu menyuruh ku menyebrang Yudha. Dan aku pikir kamu sudah tahu kalau arwah itu cepat atau lambat akan menyebrang begitu pula Rasti."
"Tapi Rasti belum mati Windy?" Nada suara Yudha meningkat, mulut Windy terbuka.
"Apa maksudnya dengan Rasti belum mati? Dia arwah Yudha"
Sudah sejak lama Yudha tahu bahwa Rasti bukan arwah orang yang sudah meninggal, semuanya terlihat saat aura dan energi Rasti berbeda dengan hantu lain yang dilihatnya.
Yudha berkali-kali memancing Rasti agar memperlihatkan jasadnya namun hantu cerewet itu selalu mengalihkannya.
Seakan Rasti benci kehidupan manusianya. Hingga akhirnya Yudha menyerah dan menganggap Rasti hanya arwah biasa.
"Dia masih hidup, tapi aku tidak tahu dia dimana. Menyebrang dalam kasusnya bukan menyebrang ke surga tapi menyebrang ke dunia seharusnya ia berada."
Windy menutup mulutnya tidak percaya.
Jadi selama ini Windy berteman dengan manusia? Meskipun dalam bentuk arwah Windy masih tidak menyangkanya.
Perasaan kehilangan Rasti seketika hilang bergantikan rasa senang di hati Windy.
"Rasti hidup. Dia hidup? Hhhhh." Air mata bahagia keluar dari pipi Windy.
"Kamu senang?" Windy mengangguk.
Andai bisa tentu saja Windy berharap bernasib sama seperti Rasti, Bisa hidup kembali. Meski pada kenyataannya itu tidak mungkin.
"Apa kamu tidak senang Yudha?"
"Iya, aku kehilangan dia. Dan aku gak tahu dimana harus mencari dia."
Kini gurat kesedihan hadir di raut wajah Yudha, lingkaran hitam di bawah matanya membuat Windy makin prihatin.
Bisa saja Windy bungkam apalagi mengingat perlakuan tidak menyenangkan Yudha beberapa waktu yang lalu, namun patut diingat pula karena Yudhalah Windy bisa menyentuh dan berkomunikasi dengan Tama.
"Terakhir kali, Aku menemuinya disebuah café. Dia melihat dua perempuan sahabatnya bercengkrama."
"Sahabatnya? Hantu?" Yudha memiringkan kepalanya, matanya menyipit mendengar pernyataan Windy.
Windy menggeleng
"Manusia, Namanya Inggita dan Sarah. Teman Rasti."
"Kamu harus membawa ku kesana Windy."
Anggukan Windy akhirnya merekahkan senyum Yudha, Anggaplah itu sebagai balasan kebaikan Yudha karena telah menjadi penghubung antara dia dengan Tama.
"Tapi, Yudha. Boleh aku bertanya?"
"Tentu."
"Apakah kau bisa melihat hantu sejak kecil?"
Yudha mengangguk, Kemampuannya adalah gift turun temurun yang diwariskan garis keturunan ayahnya. Kalau Yudha punya anak nantipun salah satu diantaranya pasti akan memiliki kemampuan seperti Yudha.
"Apa kau mengenal seseorang yang sebelumnya tidak bisa melihat mereka, Namun karena sesuatu dan lain hal ia bisa melihatnya? Misalnya dilatih?"
"Tidak. Lagi pula kenapa orang-orang ingin melatih kemampuan seperti itu Windy? Aku saja beberapa kali berusaha menutupnya karena merasa cukup terganggu."
Windy mengetuk-ngetukkan jemari lentiknya ke pipinya sendiri, Sembari menimbang-nimbang apakah ia harus menceritakan tentang Mark kepada Yudha.
"Lagipula, ngapain kamu tiba-tiba nanya begitu Windy?"
"Itu-"
"Udah selesai ngomongnya? Udah bel nih." Baru saja Windy ingin bercerita namun kedatangan Mark menginterupsinya.
"Ah, Iya. Udah kok." Yudha menarik senyumannya dan melambaikan tangannya ke arah Windy.
"Ingat, temenin gue." Windy menaikkan jempolnya hingga punggung Yudha menjauh.
Mark menatap keduanya binggung, Bukannya Yudha gak begitu suka dengan kak Windy yah? Gumam Mark di dalam hati.
"Mau kemana kak sama kak Yudha?" Tanya Mark penasaran.
Windy tersenyum.
"Ih, kepo. Udah masuk sana."
Windy menghilang, Mark mengatupkan giginya sebal.
"Dasar setan!" Tutupnya sebelum menggeleng keras dan masuk ke arah kelasnya.
Sementara hantu bisu itu muncul kembali di kamar Mark saat pemiliknya itu sedang sekolah, dengan segala energi yang dimilikinya Windy kembali membuka buku bersampul hitam itu melihat catatan-percatatan yang ditulis Mark di setiap awal babnya.
'Hari ini aku sudah bisa merasakan mu, Tunggu aku sebentar lagi-Mark'
-To be Continued-
(Don't forget to touch the stars below if you like the story 😊 👉🌟)
KAMU SEDANG MEMBACA
SILENT
Teen FictionSebelum pergi untuk selama-lamanya, Windy punya satu permintaan kecil. Yaitu mengatakan i'm sorry and i love you pada Pratama Langit Hadiputra. Tapi bagaimana? She's life in a silent forever.