Bantu Aku

11.2K 2.2K 152
                                    

Tak mungkin bersama kekasih pujaan, tak mungkin rasakan dan hidup kembali [Suti- Sara wijayanto]

...

Windy lelah, itulah yang ia rasakan. Semakin yang mencoba menggerakkan benda seolah segala energi di tubuhnya berkurang drastis.

Ibaratnya waktu jadi manusia mengangkat pulpen sangat mudah dan ringan namun semenjak ia berbeda alam Windy merasa tenaga yang ia keluarkan saat mengangkat pulpen sama dengan mengangkat beban 85Kg berat dan butuh banyak energi.

Kenapa Rasti melakukannya dengan sangat mudah? Windy mulai bertanya-tanya sembari memainkan jemarinya yang menggapai-gapai langit kamar Tama.

Sewaktu masih hidup banyak hal yang belum digapai Windy, memiliki Tama adalah satu diantaranya. Dan saat ini impian itu hanya impian, impian yang tidak akan pernah bisa terwujud, mengenang impian itu hanya membuat Windy sakit.

"Iya Ma, nanti Tama makan. Tama mandi dulu." Derap langkah dan suara berat Tama menggantungkan lamunan Windy.

Tama masuk ke kamarnya setelah ikut dengan pak Hadi ayahnya untuk sekedar jogging ringan di pagi hari. Setidaknya Tama tidak terkurung seharian dirumah, meski terkadang saat ia ikut ayahnya akan sedikit kerepotan karenanya.

Brak! Tama tersentak saat sebuah benda jatuh dari mejanya, bukannya ia tidak sadar hal ini sering terjadi akhir-akhir ini-benda terjatuh tanpa sebab-tapi Tama tidak melihat, Tama mengira itu hanya kucing atau tikus, namun intensitasnya akhir-akhir ini bertambah.

"Mungkin aku yang salah taruh," Tama menggapai-gapai sebuah buku tebal berhuruf brailer yang terjatuh dari mejanya dan meletakkannya kembali ketempat yang semula.

"Oi, gila lo ya? Kalau elo kayak gitu yang ada si Tama takut sama elo Windy." Tiba-tiba hantu pucat yang mengaku dirinya bernama Rasti itu muncul dihadapan Windy.

Mungkin saat awal berteman dengan Rasti Windy akan kaget, namun sekarang ia sudah biasa dengan wajah pucat pasih hantu cerewet itu.

"Aku ingin berbicara dengan Tama, Aku ingin meminta maaf," Sekarang tanpa dicatat pun Rasti sudah mengerti apa yang ingin Windy ucapkan, mereka bicara dari hati ke hati. Menakjubkan memang dunia per-hantuan ini.

"Aduh ya ampun, cini kakak Rasti peluk." Rasti membawa Windy kepelukannya, hantu itu merasakan semburat kesedihan Windy.

Hidup jadi manusia berat, mati lalu jadi hantu juga berat karena segala perasaan bersalah dan menyesal akan selalu menghinggapi mereka yang mati.

"Eh, ngomong-ngomong. Windy temenin gue yah? Ke sekolah Yudha, kita ngeceng dia sana- beuh banyak brondong ganteng. Gimana?" Goda Rasti yang sama sekali tidak membuat Windy tertarik.

"Tidak ada yang bisa mengalahkan ketampanan Tama."

"Uduh, susah deh ngomong sama Setan stalker cogan kayak elo, liat aja nanti pokonya elo musti nemenin gue." Windy melengkungkan bibir bawahnya, bukannya tidak mau menemani Rasti namun sekarang ini dia amat lelah dan tanpa tenaga sementara berpindah tempat membutuhkan energi yang banyak, Windy tidak akan sanggup melakukannya sekarang.

"Elo capek? Tenang gue tebengin." Rasti memegang tangan Windy lalu sedetik kemudian berpindah ke sekolah Yudha.

Windy terheran, Rasti adalah hantu yang memiliki energi tidak terbatas seperti manusia. Manusia sering kehabisan energi tapi dengan tidur dan makan energi itu akan terisi kembali- tapi bagaimana mungkin? Rasti itu hantu, Windy bahkan melihat sendiri Rasti menembus tembok bersamanya.

"Eh, itu Yudha. Yudhaaaaaaa~" Rasti berlari kecil menghampiri pria tampan yang di akuinya sebagai temannya itu.

Yudha terkadang risih karena Rasti ini berisik tapi Yudha sangat sopan dan baik kepada Windy, mungkin karena Windy hanya sekedar melambaikan tangan atau tersenyum manis pada Yudha.

Yudha bisa melihat mereka yang tidak terlihat, kata orang Yudha itu indigo,populasi anak Indigo di Indonesia hanya 0,3 persen dari jumlah penduduk itupun yang terdaftar di komunitas mereka.

Yudha memang memancarkan warna Indigo campuran warna nila dan ungu dari auranya, awal menjadi hantu Windy tidak bisa melihat aura manusia atau makhuk halus sepertinya. Namun lama kelamaan Windy bisa melihatnya dengan Jelas.

"Tunggu, kalau Yudha bisa melihat ku, dia pasti bisa membantu ku dengan Tama." Pikiran itu segera terlintas di kepala Windy.

Windy berjalan pelan ke arah Yudha dan Rasti yang sedang duduk disalah satu kursi taman.

"Eh, ini Windy, sampai lupa gue bawa Windy ke sini."

"Ck, temen sendiri dilupain. Duduk Wind," Yudha menggeser tempat duduknya agar Windy bisa duduk di tengah, namun baru beberapa detik Windy duduk di sampingnya hantu itu mencoba membuka komunikasi dengan Yudha.

"Yudha, tolong bantu aku." Windy memang bisu, namun Yudha bisa berkomunikasi dengannya tanpa suara sama seperti Windy berkomunikasi dengan Rasti sekarang.

"Aku tidak bisa mencampuri urusan orang yang sudah mati Wind. Satu lagi, kata Rasti kamu sudah lama mati. Kenapa kamu belum menyebrang?"

Windy bangkit, ia berjalan mundur.

"Aku bisa bantu kalau kamu mau nyebrang Windy, kamu tidak boleh terlalu lama di sini," Windy semakin berjalan mundur, ia menggeleng beberapa kali menolak tawaran Yudha itu.

"Elo apa-apaan sih Yud? Windy jadi takut, biarin aja dia menyelesaikan urusan dia. Dia mungkin bukannya tidak mau menyebrang, mungkin dia tidak bisa menyebrang Yudha." Dengan samar Windy mendengar percakapan antara Rasti dan Yudha, Windy duduk berjongkok memikirkan nasibnya.

Banyak hantu yang dikenalnya sudah menyebrang ke alam mereka yang seharusnya, hantu di dekat trotoar, hantu di depan salon, hantu di belakang gereja. Mereka semua sudah menyebrang.

Windy memikirkan banyak hal, bagaimana kalau dia sudah menyebrang? Dia bahkan belum meminta maaf secara langsung dengan Tama, mengatakan bahwa ia mencintai Tama- tidak, tidak- Windy tidak akan mau menyebrang jika Tama masih hidup dalam kegelapan yang ia ciptakan.

"HAH?" Windy berbalik saat mendengat sebuah suara yang tersentak kaget karena melihat sesuatu.

"Kakak Windy kan? Temennya kak Tama? Kenapa kakak di sini? Bukannya kakak sudah mati?"

Dia melihat ku, pria itu. Ternyata selain Yudha di kota ini ada manusia lain yang bisa melihat ku. Yudha tidak mungkin membantu ku, tapi dia-

Mark, Tolong bantu kakak.

-To be Continued-

Mark18 Tahun, Indigo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mark
18 Tahun, Indigo.

(Don't forget to touch the stars below if you like the story 😊 👉🌟)

SILENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang