It's like you're screaming but no one can hear -Anonymous
...
Yudha menutup buku sketsanya, matanya menatap tajam kearah Mark. Yudha masih tidak percaya kenapa pria asing di sampingnya ini sampai melibatkan diri dengan Windy yang jelas-jelas alamnya sudah berbeda.
Keluarganya yang rata-rata memiliki kelebihan khusus sejak kakek buyutnya saja jelas-jelas sudah mewanti-wanti agar tidak mencampuri urusan orang yang sudah meninggal kecuali mereka meminta bantuan untuk menyebrang ke alam seharusnya.
"Sebenarnya penyesalan hantu bisu itu apa sih?"
"Sebuah penyesalan yang menyakitkan, tentang cinta yang tidak sampai." Mark mengulas senyum pedih, memori lama Windy kala masih hidup dengan Tama kembali diingatnya.
"Windy berharap dia sama cowok itu bersatu? Gue kira tuh hantu kalem, tapi otak dia dimana? Cinta antara hantu dan manusia itu mustahil!" Potong Yudha jengkel.
Rasti memasang wajah kesalnya, rasanya dia ingin sekali memukul kepala Yudha sekarang. Karena itu artinya cintanya pada pemuda itu sama mustahilnya dengan kisah Tama dan Windy.
Mark masih meneguk colanya dengan santai.
"Dia pengen kak Tama melihat lagi, katanya dia yang membuat kak Tama buta." Tidak memperdulikan ucapan Mark-Yudha sudah bergerak menuju lokasi tempat Tama berdiri berdampingan dengan Windy meski Rasti beberapa kali menghalangi jalannya.
"Katanya jangan ikut campur sama urusan mereka, sekarang malah dia yang ikut campur." Mark mengumam dan menghela nafas kasar melihat tindakan Yudha.
"Hey, Kamu siapa?" Tama tersentak saat Yudha dengan kasar menarik lengan kurusnya.
Windy terkejut sedangkan Rasti memijat keningnya tidak habis pikir dengan tindakan Yudha.
"Udah Yud, ih apa-apaan sih?" Protes Rasti. Emosi Yudha yang kadang meledak-ledak memang kadang memusingkannya. Tapi Yudha tidak peduli ia tetap menganggap tindakannya ini benar.
"Dia di sini di samping mu, memandang mu," Yudha tidak ingin menyelesaikan penyesalan Windy, Yudha ingin Windy tahu kalau cintanya dengan Tama kini tidak ada gunanya. Windy harus berhenti berharap dengan Tama, dan menyebrang.
Yudha ingin menunjukkan kalau kehadiran Windy di sebelah Tama itu adalah sebuah gangguan yang menakutkan bagi seorang manusia.
"Di...dia siapa maksud kamu? Kamu siapa?" Tama sudah terbiasa dijahili para remaja yang tahu ia buta, tapi suara Yudha sama sekali tidak pernah didengarnya diantara banyaknya suara remaja yang menganggunya apalagi Yudha mengatakan sesuatu yang terdengar aneh.
Disampingnya? Tama merasa sendiri sejak tadi, tidak ada satu orangpun disampingnya.
"Perempuan, rambut hitam sebahu. Tidak rambutnya lebih panjang, berponi-" Windy melotot ke arah Yudha, ia beberapakali menyilangkan tangannya agar Yudha tidak melanjutkan celotehannya.
"Dia memakai seragam sekolah penuh darah di tangan kanannya," Sambung Yudha.
"Apa maksud kamu? Ha?" Tama berteriak, seandainya bisa Tama akan menarik kerah baju Yudha sekarang.
"Dia punya tahi lalat di pipinya, dan dia Tuna wicara."
"CUKUP!" Tama menutup kedua telinga dengan tangannya, rasa sesak menyeruak ke rongga dadanya.
Entah siapa pria didepannya ini, entah dia memang mengetahui Tama dan Windy sebelumnya atau tidak. Tapi ciri-ciri yang disebutkannya tepat seperti Windy, dihari terakhir ia bertemu dengan Tama, hari kematiannya.
"Hhhhhh Windy sudah mati, sudah mati!" Tama melemah, ia terduduk diatas rumput yang menghapar, air matanya jatuh lagi mengingat Windy.
"Yudha cukup, kamu membuat Tama menangis. Aku tidak mau ini Yudha!" Protes Windy.
"Bukannya dia penyesalan kamu? Dia bilang Tama adalah cinta kamu yang tidak pernah sampai," Yudha menunjuk Mark yang masih duduk ditempatnya.
"Windy, kamu harus menyebrang. Cinta kamu dengan Tama tidak akan berhasil!"
"Bukan cinta ku kepada Tama yang jadi penyesalan ku Yudha, jika kamu tidak ingin membantu ku tolong jangan membuat dia takut."
Windy menunjuk Tama yang masih bergetar, entah kaget atau mungkin penyesalan dan depresinya dua tahun yang lalu kembali merasuki jiwanya yang kacau.
"Waktu mu tinggal sedikit Windy, apa kamu ingin tetap disini?" Windy menggeleng, tidak lama air mata lolos dari pelupuk mata indahnya.
Windy juga ingin menyebrang, tapi tidak bisa! Gerbang untuknya tidak akan bisa terbuka jika segala penyesalannya tidak selesai didunia ini.
"Hentikan omong kosong kamu, siapapun kamu. Aku mohon!" Tama mendengar semuanya, Tama pikir pria didepannya ini gila, dia ingin Tama semakin tertekan dengan semua yang dia ucapkan.
"Saya tidak pernah menyampaikan omong kosong. Kamu tahu sendiri saat kamu mendengar ciri-ciri Windy bukan?" Tantang Yudha.
"Lalu mau kamu apa?" Tama bangkit meski kakinya masih bergetar karena shock tadi.
"Tidak ingin apa-apa, hanya ingin menyadarkan hantu bisu yang bodoh ini tentang cinta omong kosong antara dia dan kamu, sehingga dia bisa menyebrang dan tidak menganggu mu terus menerus." Yudha menatap Windy galak.
"Nama ku Yudha, dan aku bisa melihat Windy."
"Kamu... bisa melihat Windy? Windy? Benar-benar Windy?" Tama bertanya beberapa kali agar lebih nyakin dengan apa yang diucapkan Yudha.
"Iya, dia samping mu."
Perlahan-lahan Tama berbalik jari-jarinya bergetar hebat, bibirnya digigit untuk menahan tangisnya yang hampir pecah. Diraihnya udara tanpa rasa di sampingnya.
Kata pemuda yang menyebut dirinya Yudha, Windy ada disana.
"Windy, kamu benar-benar di sini?" Tanya Tama dalam hati
-To be continued-
Aku akan senang jika kalian meninggalkan sebuah komentar. Terimakasih. 😊
(Don't forget to touch the stars below if you like the story 😊 👉🌟)
KAMU SEDANG MEMBACA
SILENT
Teen FictionSebelum pergi untuk selama-lamanya, Windy punya satu permintaan kecil. Yaitu mengatakan i'm sorry and i love you pada Pratama Langit Hadiputra. Tapi bagaimana? She's life in a silent forever.