Aku rela menjadi corat-coret gambar lusuh asalkan kau yang mewarnaiku.
☕☕☕
Natalie Sanjaya. Gadis itu memberanikan diri untuk menghambat jalannya seorang pemain basket bernomor punggung kosong delapan. Matanya berbinar, senyum paksaan mengembang di wajahnya yang tidak terlalu cantik, tangannya gemetar membawa satu botol minuman dingin. Dengan memberanikan diri, dia menyodorkan minuman itu ke arah lelaki basket yang terkenal sebagai cowo cuek tingkat dewa di sekolahan.
"Ini minuman dingin buat lo!" Natalie mengucapkannya secara perlahan dan rada tersipu.
Lelaki itu mengerutkan dahi sampai membuat kedua alisnya bersentuhan bagai truk gandeng. Sekilas dia menatap Natalie dari atas ke bawah lalu mengalihkan pandangan ke minuman dingin itu.
"Gue udah dingin dari lahir, jangan tawarin gue minuman dingin lagi." balas pemain basket yang baru saja memenangkan pertandingan dengan mudah. Dia melewati gadis itu tanpa menerima minuman dingin atau senyum tipis sekalipun. Sadis!
Natalie merasa dipermalukan walau hanya mereka berdua yang ada disana. Buru-buru gadis itu berbalik menatap tajam punggung sang raja basket. Benar benar memalukan.
"Nama lo Revin kan?" teriak Natalie yang membuat Lelaki itu berhenti sejenak dan berjalan lagi.
Natalie mencibir kesal, dia mengucapkan beberapa kata yang tidak bisa dibaca oleh orang lain. Kakinya berjalan santai menuju lapangan basket yang sudah kosong, padahal setengah jam lalu tempat itu ramai meneriakkan nama Revin. Lelaki dingin itu memang termasuk golongan tampan dan terkenal walaupun cuek. Tubuhnya tinggi dan kulitnya putih membuat pesona yang menghipnotis para gadis di sekolah. Tapi walaupun begitu, tidak satu pun ada perempuan yang dikabarkan dekat dengannya. Mungkin bagi Revin, berpacaran hanya buang buang waktu saja.
Natalie duduk di pinggiran lapangan basket dan masih memikirkan kejadian memalukan sekaligus memilukan itu. Kakinya tidak bisa diam menggeser kesana kemari sangking kesalnya. Memang Natalie bukan tipe orang yang akan menangis jika dikaitkan dengan masalah lelaki, apalagi dia bukan siapa-siapa bagi Revin. Natalie meraih handphone dari tasnya dan mulai mengetik pesan pada seseorang.
"Cha, gue tunggu di cafetaria! Gue otw."
***
Mata gadis itu menoleh tiap gerakan yang terjadi di cafe itu secepat kilat. Benar-benar lama dia menunggu Icha di tempat yang menyeruakkan aroma kopi. Lantunan melodi khas Beethoven ditemani oleh suara obrolan hangat orang-orang yang berada di cafetaria memenuhi segala sudut ruangan. Natalie menghembuskan napas panjang sembari kembali menengok ke arah pintu masuk yang dari tadi tidak dilewati seorang pun itu. Jari-jari tangannya mengetuk meja dan kakinya dihentak ke lantai dengan hitungan yang teratur. Pandangannya beralih ke handphone miliknya, tidak ada notifikasi sama sekali.
"Udah lama?" ujar seseorang membuat Natalie berdiri karena terkejut. Ternyata Icha! Dia pun kembali duduk diikuti oleh sahabatnya itu.
"Apa?" lanjut gadis itu.
Icha itu gadis cantik yang tingkat kepopulerannya sebanding dengan Revin. Mungkin karena wajahnya yang cantik, kulitnya yang putih dan mulus, berasal dari keluarga yang kaya raya. Tak heran banyak yang mengejarnya. Tapi dari sekian banyak lelaki yang suka padanya, yang beruntung adalah Jhuna, anak band sekolahan. Kekasih Icha.
"Namanya Revin." Natalie menatap Icha dalam.
"Revin Winata kan? Gue tau kali Nat." kata Icha sambil menunjukkan sebuah foto dari telepon genggam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Ice (END)
Teen FictionCerita tahun 2018, masih menye-menye banget. Please jangan dibaca lagi!!!