"Melt"

11.8K 467 5
                                    

Sekecil apapun rasa itu, suatu saat akan bertumbuh menjadi harapan besar. Walaupun tidak semua dari harapan-harapan itu akan terwujud.

☕☕☕

Ridan mengernyit kesal. Dia tahu kalau Ribka, si gadis yang punya kepercayaan diri terlalu tinggi itu mengikutinya. Langkahnya cepat berusaha pura-pura berpikir kalau yang sedang membuntutinya adalah wendigo yang menelusuri antlantic coast. Lelaki itu memasukkan kedua telapak tangan ke celana sekolah sambil mempercepat ritme langkahnya. Namun, lagi-lagi dia mengerutkan dahi. Kini Ribka berusaha menyamai deretan langkahnya bersama Ridan. Mereka berjalan berdampingan. Ridan tidak menoleh sedikit saja kepada Ribka yang senyam-senyum tidak jelas dan membawa sebuah kotak berwarna hitam dia tangan kirinya. Gadis itu menahan tangan Ridan membuat keduanya berhenti. Ridan menoleh ke Ribka dengan tatapan kesal.

Ribka tersenyum lagi menatap koridor ruangan laboratorium yang kosong. Sedetik kemudian, dia kembali memandangi wajah Ridan. "Ini!" Ribka menjulurkan tangan memberi kotak itu. "Kue cokelat mini buatan Ribka yang cantik, imut, ngegemesin, dan-"

Ridan berjalan lagi tanpa mempedulikan perempuan yang kini mengalami perubahan sifat drastis. Segera Ribka mencengkeram tangan Ridan kuat membuat lelaki itu tersentak sampai akhirnya mengalah.

"Kalau Revin bilang dia ga suka minuman dingin karena dia dingin, sekarang gue nolak makanan manis karna gue udah manis." ucap Ridan.

Ribka tersenyum. Kemudian melontarkan tawanya kuat. "Lidah lo ga keseleo kan?"

Ridan membulatkan matanya. Tampak sedikit senyum mengembang di wajahnya walaupun dia ingin segera menyembunyikan senyum itu menghindari tatapan Ribka.

"Menurut gue ga salah kok Ridan."

"Maksudnya?"

"Kalau misalnya lo cinta sama seseorang, dan seseorang itu ngasih lo cinta. Apa lo bakal nolak?"

Ridan terdiam sejenak menatap mata Ribka, atau lebih tepatnya menatap kosong ke udara yang berada di antara mereka. Lelaki itu bahkan tidak mengedipkan mata selama Ribka menghitung dari satu sampai dua puluh satu.

"Rid?" Ribka melambaikan tangan di depan wajah Ridan. "Woy!"

Seketika Ridan terkejut, "Apa Cha?"

Ribka terbelalak. "Sejak kapan nama gue jadi Cha?"

Ridan menggeleng kuat dan tampak gugup. Dia menelan ludak karena keringat dingin. Ribka mengerutkan dahi heran, kenapa dia?

"Enggak kok Cha, eh maksud gue Ribka!" tawanya paksa.

"Yaudah nih!" seru Ribka tampak kesal karena tingkah Ridan yang kalang-kabut.

Ridan menerima kotak itu sembari sedikit tersenyum, dia menggigit bibir bawahnya menatap lantai berisi petak-petak keramik putih yang bersih. Ribka kembali memandangi Ridan. Mencoba menerka apa yang sedang merasuki kepala lelaki aneh itu, namun gagal. Ridan menoleh ke samping, tepatnya ke ujung koridor diikuti oleh Ribka. Tampak seorang lelaki dengan langkah santai dan terkesan angkuh datang menghampiri mereka. Dari jauh, sudah bisa diterka. Dia Haydar. Entah apa yang dia pikirkan setelah gosipnya tentang acara ulang tahun yang gagal tersebar.

"Hey Haydar! Apa yang lo rasain abis sweet seventeen lo yang maaf kata, hancur?" kata Ribka dengan nada mengejek.

"Ga lucu!"

"Gue cuma nanya kok! Ga bermaksud buat-"

"Diem lo, atau gue tonjok pipi lo?"

"Hey santai!" cegat Ridan saat Haydar melayangkan tangannya ke udara. Dengan bersamaan, Ribka berlindung di belakang tubuh Ridan.

Mr. Ice (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang