Berani mencintai seseorang, maka kau berani juga untuk sakit hati.
☕☕☕
"Masalahnya kalau lo ngelepasin itu artinya lo harus kehilangan Nat! 'Cause what i know, kehilangan itu dimana kita bakal ngerasain sakit yang mendalam. Kita ga bakal bisa akrab lagi sama orang yang kita cinta, karna kalau kita akrab sama dia, sama aja kita ga bisa iklasin dia." kata Haydar dengan suara yang perlahan memudar.
Natalie menggeleng dengan cepat kemudian tertawa kecil mendengar pendapat Haydar barusan. Baginya itu salah, mungkin. Dua tampak sangat menyalahkan alibi Haydar yang terlalu berlebihan. Sepertinya, lelaki itu menganggap cinta sangat menyedihkan.
"Relationship itu bentuknya banyak banget loh Dar!" ucap Natalie. "Mulai dari temen, sahabat, pacar, keluarga, bahkan orang yang baru kenal sekalipun. Jadi, di dunia ini bukan berarti lo harus jauh dari orang yang lo iklasin itu. Jadi sahabat misalnya, itu kan baik! Masalah bisa ngelupain atau engga, itu belakangan. Karna semakin lo deket sama dia, semakin lo paham, ngerti, trus sadar kalau lo emang bener-bener bukan pilihan dia."
Haydar mengernyitkan dahinya, lalu kembali menoleh pada lantai ubin putih yang dihiasi beberapa lumpur bekas pijakan murid-murid. Lelaki itu paham sekarang tentang cinta, walaupun dia tidak paham kenapa dia harus menanyakan ini pada Natalie? Jelas benar kata Nata kalau dia bukan dewi cinta yang tahu segalanya. Tapi, itu tidak mengapa. Menurut Haydar, penjelasan Natalie barusan sudah cukup membuatnya mengerti.
Sedang Natalie menatap lapangan lagi. Anak-anak basket yang sibuk melakukan dribble, melompat sana-sini. Bola orange itu tak henti berganti tangan. Dan walaupun Natalie tidak mengerti mengenai permainan bola basket, tapi dia bisa tahu apa kejanggalan yang terjadi antara pemain di team itu.
Jhuna. Dia jarang sekali memegang bola. Dia berlari kemana bola pergi, namun sama sekali tidak kesampaian untuk meraihnya. Hanya sekali Nata melihat lelaki itu bisa meraih bola, yaitu saat awal permainan. Dia memegang bola sekali, namun dengan cepat Gibran kembali meraihnya.
Sangat gila bagi Nata. Sekarang gadis itu berpikir apa Jhuna bisa bermain basket atau tidak sebenarnya? Walaupun yang dia masalahkan bukan bagaimana penampilan anak basket untuk besok, tapi bagaimana kalau Jhuna memang benar akan kalah dalam perjanjiannya dengan Revin.
Ini menyakitkan, jika Revin harus bersama Icha dan Natalie sendiri menahan semuanya. Sedih, pahit, dan malu. Diledek Icha dan dipermalukan. Itulah yang ditakutkan Natalie kalau Jhuna tidak bergerak dari tadi. Memilukan.
Nata hanya bisa berharap sekarang. Semoga Tuhan memberi keajaiban pada hati batu Revin. Lelaki yang sama sekali tidak pernah memberitahu mengenai siapa yang akan menjadi matahari baginya. Natalie saja tidak tahu apa Revin benar-benar menyukai Icha atau tidak. Tapi satu hal yang mengganjal di hati gadis itu ialah, kalau Revin tidak menyukai Icha, kenapa dia rela menerima tantangan Jhuna?
Artinya, jika dia menerima tantangan Jhuna, dia merelakan team basket untuk sehari, dia rela bernyanyi di panggung untuk nanti malam. Intinya apa? Berarti Icha sangat berarti baginya bukan?
"Nat?" tiba-tiba Haydar membangunkan Natalie dari lamunannya.
Gadis itu terkesiap. Sekarang sudah kembali ke dunia nyata dan bisa melihat Haydar dengan jelas duduk di sampingnya dengan wajah bingung, seperti mencoba menelaah pikiran Natalie yang sangat berbelit.
Nata tersenyum kecut, "Eh- apa?"
"Lo mikirin apa?"
"Engga kok!" katanya seraya menggeleng dengan cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Ice (END)
Teen FictionCerita tahun 2018, masih menye-menye banget. Please jangan dibaca lagi!!!