Kalau cinta, dia akan menunggu.
☕☕☕
Revin menoleh ke belakang, ada yang memanggilnya tepat saat dia akan memasuki ruangan kelas. Setelah tahu siapa yang menyoraki namanya, dia menghembus napas berat. Sebenarnya kalau boleh jujur, dia lelah dan ingin istirahat di kelas walau hanya sebentar. Tapi kedatangan gadis ini cukup membuatnya kesal. Namun apa boleh buat? Dia tidak mau membuat gadis ini bersedih. Dia harus bisa menghargai.
Setelah gadis berambut terurai itu sampai dengan senyum yang mengembang di wajahnya, dia berhenti di depan Revin yang membalas senyumnya dengan cepat.
Icha.
Gadis yang tadinya berniat untuk pergi ke toilet malah berbalik setelah melihat Revin Winata yang mengguncang hatinya. Mungkin bukan hanya Icha yang tergoda dengan paras lelaki itu, tapi semua orang. Namun, siapa perempuan yang berani menghampiri dengan suara mantap selain guru wanita? Dan Icha.
Bagi Revin, tidak ada yang spesial dari dirinya. Atau lebih spesifik, tidak ada yang menarik dari parasnya. Tapi itu pendapat Revin, dan pastinya berbeda dengan persepsi orang lain.
Sebagian besar gadis sekolah tergila-gila, sebagian laki-laki iri, ada juga yang bangga memiliki teman sepertinya. Ya, walaupun lelaki ini dingin dan beku, tapi dia memiliki banyak teman. Hanya saja teman sekedar teman. Yang memasuki rekap sebagai sahabat ialah Ridan dan teman satu team basket. Itu saja.
"Hai Revin!" sapa gadis itu dengan suara yang lembut. Rambutnya yang terurai dia singkapkan ke samping.
Bersikap selalu jaga dalam penampilan, mungkin inilah satu hal yang dilakukan Icha setiap detik. Belajar bukan tujuan utamanya ke sekolah."Apa Cha?" balas Revin. Dia berusaha senyum untuk menghadapi gadis yang satu ini.
"Lo nanti tampil, undangan acara aula juga bakal ditempel di mading, ada nama lo." kata Icha, membuat Revin sedikit mengerutkan dahinya.
"Gue tau kok." balas lelaki itu dengan tenang. "Gue perform nantinya. Tapi gue cuma ngasih satu lagu kok, gue--"
"Lo ga mau kalau jabatan jadi 'cowok terdingin di sekolah' lo keganggu? Bisa jadi cewek-cewek bakal pada melted setelah tau kalau lo bisa nyanyi."
Revin tersenyum miring lalu menarik napas sebanyak yang bisa ditanggung oleh paru-paru, "Kapan undangannya bakal di tempel?"
"Nanti, palingan pulang sekolah semua murid udah tau."
Lelaki itu mengangguk kecil, dia sebenarnya berharap kalau Icha tahu dia ingin menyelesaikan obrolan ini dan masuk ke kelas sebelum jam istirahat selesai. Tetapi gadis itu masih saja memandanginya sambil senyum-senyum tidak jelas. Seperti anak kecil yang melihat mainan favorite-nya dipajang di iklan televisi. Sedikit membuat Revin tidak nyaman.
Entah kenapa, gadis ini seakan-akan membuatnya tidak tenang. Maksudnya, berbeda dengan orang-orang yang meliriknya, dia masih bisa bersikap biasa saja karena memang begitulah adanya.
Namun, kalau yang memandanginya adalah Icha, dia merasa kalau dirinya adalah badut yang sangat menarik di mata orang-orang. Apalagi, semasa hidup Revin, yang berhasil memvuatnya begitu hanyalah Icha dan Pak Johan.
Sepertinya mereka memiliki kesamaan yang tersembunyi.
"Lo ga niat nanyain gue gitu?" kata Icha tiba-tiba.
Revin membulatkan matanya, dia terkejut. Karena baru saja memikirkan kesamaan Icha dan Pak Johan, tiba-tiba saja si Icha malah mengajaknya bicara.
"Nanyain gimana?" Revin menaikkan alisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Ice (END)
Teen FictionCerita tahun 2018, masih menye-menye banget. Please jangan dibaca lagi!!!