"Match Maker"

7.3K 267 7
                                        

Satu dua jam mungkin bisa kuabaikan jika aku sendiri. Tapi saat bersamamu, satu detik saja terasa sempurna.

☕☕☕

Mungkin, hal gila yang akan dilakukan Natalie karena lama menunggu ialah menjatuhkan diri dari balkonnya dan tergelepardi tanah taman. Tapi untuk apa? Toh, hanya membuat repot nyawanya sendiri. Pasti dia akan menjadi arwah gentayangan yang menghantui orang-orang.

Secepat kilat dia mundur daribalkon dan menghempaskan dirinya di atas ranjang kesayangannya. Lalu mencoba menutup mata agar bisa menenangkan dirinya. Namun itu tidak membuatnya semakin baik, malah membuatnya semakin geram untuk melihat jam yang sedari tadi hanya beranjak tiga menit.

Pukul empat lewat lima puluh delapan. Okay, dua menit lagi. Seharusnya Natalie tidak perlu berlebihan seperti itu. Karena, kalau Revin serius, dia pasti akan datang.

Gadis itu beranjak dan mengarah ke cermin besar miliknya. Memutar-mutar badan dan memastikan kalau pakaiannya sudah lebih baik daripada bersama Haydar tadi.
Ya masalah Haydar, dia kembali mengingat tentang semua yang diceritakan Haydar kepadanya. Tapi dia masih bingung, apa iya Revin sejahat itu. Kalau iya, kenapa Revin tidak tampak seperti orang jahat?
Namun,itu bukan urusannya. Yang perlu dia lakukan hanya membujuk Revin satu kali, itu janji dengan Haydar. Bukan dua atau tiga kali. Kalau Revin mau ya okay, kalau tidak ya bukan lagi menjadi masalahnya.

Beep--

Handphone Natalie berbunyi. Sontak membuatnya melenggang cepat dan meraih gawai itu. Isinya pesan singkat, dari nomor tidak dikenal.

Mungkin gue ga bisa bahagiain lo, tapi lo bisa datang ke taman kota sekarang. Ini gue, Revin.

Nata mengernyit heran. Revin? Apa iya dari Revin? Darimana dia dapat nomor telepon Natalie? Dan sekarang Revin menyuruhnya pergi ke taman, padahal janjinya lelaki itu datang dan menjemputnya.

"Well, gue bakal pergi!"

Natalie meraih tas mungilnya dan segera mengejar waktu untuk turun ke teras rumahnya. Saat itu jam lima sore, dia memasuki mobil dan memberi kode kepada pak supir untuk mengantarnya.

"Kemana non?"

"Taman kota." jawab Natalie.

Selama di perjalanan, otaknya tidak bisa berhenti memikirkan Revin. Mungkin lelaki itu berubah suhu lagi. Tidak bisa dibayangkan kalau dia berubah suhu, lalu menyakiti hatinya lagi di taman. Apalagi gerimis seperti ini, sepertinya sangat pas untuk membuat suasana semakin dramatis dan menyakitkan.

Setelah sekitar sepuluh menit beradu dengan mobil lain dan berpesta klakson, gadis itu turun di sebuah taman bertepatan dengan berhentinya gerimis. Taman yang mengingatkan pada suatu kisah. Saat Revin menyuruhnya untuk menjauh. Sampai saat ini, taman adalah tempat yang menyedihkan.

Gadis itu melayangkan tangan dan menyuruh agar supirnya pulang saja.
Natalie memasuki taman itu, tapi tampaknya tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Hanya suara pancuran air dan beberapa tetesan air dari limpahan pondok mini di ujung.

Nata menyeret kan kakinya ke arah bangku thamrin putih, tapi dia tidak duduk. Kalau duduk, bisa-bisa celananya basah. Dia hanya memegangi ujung kursi itu lalu merasakan dinginnya air hujan. Sangat mengingatkan tentang Revin Winata.

"Hello!"

Natalie tersentak. Dia berbalik ketika mendengar suara seseorang menyapanya. Suara yang sangat asing di telinganya. Ketika berhasil membalikkan badan, dia melihat seorang lelaki dengan kaus putih polos dan wajah yang sangat ramah.

Mr. Ice (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang