Cinta itu permainan dimana kau tidak bisa bermain-main. Resiko yang tinggi, kalau tidak menang berati kalah.
☕☕☕
"Hey!" panggil seorang lelaki membuat Revin menghentikan langkahnya yang santai, sangat santai.
Dia menghentikan langkahnya tanpa berbalik, dia tahu yang memanggil akan menghampirinya karena ia mendengar derap langkah larian kecil yang semakin lama semakin mendekat. Lelaki tadi menyilap Revin dan segera berbalik. Jhuna. Revin tetap memasang wajah datar ciri khas miliknya seraya memandang ke depan. Tangannya masuk ke dua kantong celana.
Jhuna mencoba tidak kalah tenang dari Revin. Lelaki itu juga meniru daftarnya wajah Revin walaupun itu sama sekali tidak berpengaruh apa-apa baginya. Dengan tatapan sinis, Jhuna memandangi ujung rambut sampai ujung kaki manusia yang ada di depannya saat ini.
"Cepat!"
Jhuna terkejut bukan main menyadari kalau Revin menyatakan kekesalannya secara tidak langsung. "Gue cuma mau kita battle!"
Revin tertawa meremehkan, "What the hell, bung?"
"Lo takut?"
"Gue ga bilang gitu."
"Jadi lo mau ga?"
"Kalau lo bersedia kalah.."
"Ok!" kata Jhuna sambil menghentakkan kakinya keras ke lantai.
"Cepet! Gue mau pulang!"
"Gini Rev, gue tau lo suka sama Icha."
"Gue-"
Jhuna mengangkat jari telunjuknya ke udara, "Shut!"
Revin mengernyitkan dahinya kesal dan tidak nyaman, seperti sedang berhadapan dengan seekor cheetah yang siap memakannya dalam satu detik.
"Revin Winata! Gue mau lo gantiin gue manggung hari Minggu."
Lelaki itu menelan ludah, merasa tidak mengerti akan apa yang dibicarakan Jhuna padahal sebenarnya sudah sangat mengerti.
"Maksud lo, taruhannya Icha?"
Hening sejenak, yang terdengar adalah suara riuk piuk anak sekolah yang beranjak ingin pulang ke rumah masing-masing. Revin mengerjakan matanya beberap kali menimang-nimang perkataan Jhuna barusan. Sedangkan Jhuna mengangguk mantap mengetahui kalau Revin mengerti betul tentang tantangannya.
"Boleh aja! Asalkan lo yang gantiin gue main basket hari senin. You know kalau tim basket bakal nantang ana-"
"Iya!" potong Jhuna, "Good luck!"
Revin tentu merasa sial, kalau menolak pasti dia akan dianggap pengecut. Sama kejadiannya dengan kemarin malam, ketika tantangan menjijikan dari Haydar menghampirinya.
Jhuna berlalu darinya. Sangat cepat. Sedangkan Revin hanya diam menatapi sekelilingnya lalu berjalan kembali.
Lelaki itu berjalan santai menuju parkiran motor, namun tiba-tiba langkahnya terhenti. Sesuatu mengganjal hati dan pikirannya, entah apa itu. Revin berbalik, keadaan masih sama. Ramai. Segera dia berjalan kembali menuju kawasan sekolah. Berbelok, berjalan terus dan setelah sampai di lapangan, dia melewati gudang olahraga, dan mendapati ruangan kelas Natalie.
Tampak Natalie sedang duduk termenung sambil menggoyang-goyangkan kakinya. Matanya tertuju pada lantai. Benar-benar sedang hanyut dalam pikirannya yang dalam. Kalau saja ada gempa tiba-tiba, mungkin gadis itu tidak akan tahu apa yang terjadi. Kecuali kalau seorang Revin yang menyadarkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Ice (END)
Novela JuvenilCerita tahun 2018, masih menye-menye banget. Please jangan dibaca lagi!!!