Menunggu adalah hal yang paling biasa dalam cinta
☕☕☕
"Deketin Natalie? Buat ngehalangin Revin dapetin Icha? Kalau Icha jealous trus mutusin gue? Njir! Tapi kalo gua ga bantu Nata buat dapetin Revin, ya Revin pasti menang! Terus dia jadian sama Icha. Apaan coba?"
Jhuna merenung memikirkan nasib tak sedap miliknya karena sudah sok jagoan nantangin Revin. Sesaat setelah jam istirahat dimulai, dia tidak tahu harus mengeluh kepada siapa. Dika sudah melesat pergi keluar kelas, entah apa yang merasuki temannya itu untuk meninggalkannya di saat-saat seperti ini.
Dia sempat menoleh ke kursi Levi dan Rahmat, sayangnya mereka juga sudah pergi mengikuti Dika. Melirik lagi ke bangku Shalsa, dia menggeleng ketika menyadari gadis itu sedang bergosip ria dengan para siswi lain.
Huhf! Dengusnya kesal.
Kini, lelaki yang bertopang dagu layaknya pemalas kelas kakap itu tengah berpikir. Andai waktu bisa diulang, dia tidak akan memilih untuk menantang Revin. Benar-benar nasib sial, setelah benar-benar yakin kalau dia akan menang, tiba-tiba dikejutkan oleh berita yang tidak mengenakkan dari Dika.Akhirnya lelaki itu beranjak dari kursinya, saat itu juga dia berpikir untuk pergi menemui Nata saja untuk memulai misinya.
Ternyata benar, siapa yang tahu soal hati? Siapa yang tahu kalau cinta Jhuna terhadap Icha sangat besar sampai-sampai dia rela melakukan hal konyol ini. Mendekati gadis yang merupakan sahabat pacarnya sendiri.
Resiko yang ditanggung, lima puluh persen kalah dan sebagian lagi menang. Dia benar-benar tidak mau kehilangan Icha karena hal bodoh itu. Jangan sampai dia kehilangan.
Kakinya gontai keluar kelas dan menatap kanan kiri, sebelum akhirnya berjalan ke arah hilir. Banyak anak lelaki yang berderet di sepanjang selasar kelas. Memainkan gitar dengan tawa lepas, biasanya itu juga akan dilakukan Jhuna, kalau tidak sedang dilanda masalah sebesar ini.
Semenit kemudian dia sampai di depan sebuah pintu putih, ruangan kelas yang dipenuhi gadis-gadis di dalamnya. Dia celingak-celinguk mengintip dari luar, dan memang keberuntungannya, Natalie tampak tidak kemana-mana, hanya duduk di bangkunya paling pojok. Tapi dia tidak langsung masuk, mengingat kelas itu dipenuhi perempuan-perempuan.
Dia pergi ke arah utara dan membuka sebuah jendela yang tepat berada di atas Natalie. Mungkin gadis itu tidak sadar, dia memasang raut wajah sedih.
"Woy!"
Tidak ada tanggapan.
"Woy!" Jhuna mencoba memanggil lagi.
Tidak ada jawaban.
"Woy!!!" akhirnya Jhuna teriak ditemani wajah kaku Natalie yang segera menengadah ke atas dengan mimik kaget.
Entah untuk apa Jhuna mengendap-ngendap untuk memanggil Nata Lewat jendela, alhasil kini seluruh gadis-gadis yang dihindari nya tadi ikut menoleh ke arahnya. Me-ma-lu-kan.
"Gue?" tanya Nata enggan seraya menoleh kanan kiri.
"Iya! Cepet keluar!" suruh Jhuna.
Gadis itu buru-buru keluar, karena dia penasaran. Tidak pernah Jhuna memanggilnya seperti itu, sekalipun dia adalah sahabat kekasihnya. Maksudnya, bukan sahabat lagi."Apa?" Natalie menoleh ke arah Jhuna yang baru saja sampai di depan pintu kelas.
Lelaki itu memastikan tidak ada orang di sekitarnya yang mendengar mereka. Itu memang hal yang memalukan untuk dibicarakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Ice (END)
Teen FictionCerita tahun 2018, masih menye-menye banget. Please jangan dibaca lagi!!!