Prinsip hati; sesakit apapun yang terasa, namanya tetap cinta terindah.
☕☕☕
"Sial! Lo bilang bakal mulangin gue tiga puluh menit sebelum gue jalan sama Revin. Buktinya sekarang, lo belum juga nganterin gue? Mau lo apa sih? Lo ngancurin momen yang mungkin ga bakal keulang lagi di hidup gue!"
Haydar menoleh ketika Natalie protes karena dia belum mengantarnya pulang. Padahal ini semua karena hujan yang belum berhenti, dan mungkin karena doa Haydar agar Revin tidak mendekati Nata.
Lelaki itu tertawa renyah melihat Nata yang duduk termenung semenjak kejadian memalukan yang dia alami. Baru kali ini dia berbicara, tapi sekalinya ngomong langsung protes begitu.
Anak-anak yang masih menikmati kebersamaan mereka juga melirih lirih ke arah Nata, samoai-sampai membuat gadis itu mencibir semakin kesal. Diliriknya lagi ke arah jam tangannya. Memang masih jam emoat lewat sepuluh menit, tapi masalahnya adalah waktu perjalanan yang rasanya sangat panjang.
Haydar berjalan mendekati Nata dan duduk di sampingnya. Dia njulurkan tangannya dan menikmati tetesan hujan. Hal itu tentu membuat Nata semakin kesal, pasalnya Haydar malah bisa bersikap setenang itu padahal Nata sudah protes.
"Lo tau ga, gue ga niat nahan lo sama sekali. Ini gara-gara hujan tau ga?" kata Haydar.
Natalie memalingkan wajahnya. Dengan mengomel kecil dia meraihtas mungil dari punggungnya dan membuka kancing. Pertama dia mengambil handphone-nya, tapi tidak ada notif. Lalu dia mengambil sebuah kotak kecil dan menyodorkan kepada Haydar.
Haydar menaikkan alisnya karena heran, lalu tersenyum. "Lo mau nipu? Udahlah, toh gue ga phobia sama apa-apa."
"Phobia? Helo Haydar. Gue ga jahat kaya lo! Ini kado ultah lo yang kemaren ga sempat gue kasih."
Keduanya saling bertatapan, sampai Haydar merampas kotak dan memvuka tutup kotak itu segera. Dia tersenyum lirih, jam tangan G-Shock hitam.
"Lo tau aja ya warna kesukaan gue."
"Ha?" Nata mendelik ngeri mendengar perkataan Haydar.
Jam tangan itu dipilihnya random dari toko, bukan terlebih dahulu mencari tahu warna favorit lelaki itu. Tingkat kepedean yang terlalu tinggi, dasar!"Gue ga pernah nyari tahu tentang lo kok!"
Haydar tertawa kuat, mengalahkan suara gerimis yang telah menggantikan hujan.
"Okey, sekarang kayanya kita udah bisa pergi."
"Kemana?" tanya Haydar tiba-tiba.
"Ngantarin gue pulang."
Haydar mengerutkan dahinya dan menoleh ke arah anak-anak buahnya yang tengah bercanda ria satu sama lain.
"But, btw, lo bawa tuh sembilan anak gimana caranya?"
Haydar speechless. Sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal, lelaki itu mengambil telepon genggam dan mengotak-atik tidak jelas. Natalie tahu kalau Haydar, si lelaki kampret yang satu ini sedang menyembunyikan sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Ice (END)
Teen FictionCerita tahun 2018, masih menye-menye banget. Please jangan dibaca lagi!!!