Baper 6

192 10 0
                                    

Alan berlari kecil karena terlambat tiba disekolah. Ini pertama kalinya semasa dia bersekolah. Alan melewati pagar, dan melewati pos guru piket. Beberapa menit lagi doa pagi akan di mulai dan guru-guru memasuki kelas.

Buukk...

"Aww, lo kalo jalan liat-liat dong." Makinya tanpa melihat kearah seseorang yang sebenarnya Alan yang menabraknya.

"Sorry." Balasnya singkat.

Alan berdiri dan menahan luka lecet di lutut dan telapak tangannya. Dia menoleh, mendapati wajah tampan yang selama ini menjadi perhatiannya di sekolah. Dialah Dewa, anak baru yang sempat Alan tanyakan kepada teman-temannya.

Dalam diam Alan mengagumi rahang tegas dan wajah tampan Dewa. Tapi selama ini, orang yang di bayangkan sepertinya terkesan cuek. Bahkan beberapa kali Alandia kepergok menatap Dewa dalam satu garis lurus, dan Dewa juga balas menatap Alan. Yang Alan harapkan, setidaknya Dewa melempar senyum manisnya untuk berbagi ke pada Alan. Tapi nyatanya, Alan pikir Dewa terlalu sombong untuk hal itu.

Alan berjalan tertatih, mau bagaimana pun dia memang sudah terlambat untuk tiba di Kelas. Apalagi yang ditabraknya berlalu begitu saja tanpa mau membantunya sedikitpun bahkan untuk berdiri dari jatuhnya. Dia kesal, hancur sudah mood baiknya pagi ini. Akan dipastikan kalau tidak ada senyum cerita melainkan rungutan dan kicauan Alan yang akan memekakan telinga para sahabatnya.

Tok.. Tok.. Tok..

Alan mengetuk pintu kelas yang memang terbuka lebar. Tapi lihatlah siapa yang berada di balik meja besar itu. Pak Naryo. Pak Naryo merupakan salah satu guru mata pelajaran Matematika yang banyak di takuti siswa siswi SMA Garuda. Bagaimana tidak, beliau bukan hanya terkenal dengan disiplinnya tetapi juga dengan kuis-kuis mendadak yang diberikan.

"Se..selamat pagi pak." Suara Alan bergetar. "Maaf Saya terlambat." Lanjutnya. Alan sadar, adanya pak Naryo yang menggantikan Bu Santi akan berdampak buruk bagi kelangsungan hidupnya hari ini. Dan daftar mood jeleknya pun semakin bertambah.

Pak Naryo melirik Alan dari atas kaca mata ovalnya. Khas guru-guru killer dengan mata menusuk yang tajamnya melebihi silet. Alan gentar, selangkah demi selangkah dia masuk menghadap Pak Naryo.

"Kenapa anda terlambat?" Tanya beliau ketus.

"Saya telat bangun Pak."

"Anda tau bel berbunyi pukul berapa?"

Alan mengguk. "Pukul 7.50 WIB Pak." Jawabnya takut.

Pak Naryo tersenyum miring. Seperti bersiap mengeluarkan kata-kata mutiara yang akan memekakkan telinga para siswa. Benar saja, tak perlu menunggu lama beliau mulai berbicara.

"Kalian lihat, ini adalah contoh generasi yang tidak akan bisa maju. Jangankan untuk membangun negara di kemudian hari, membangunkan diri sendiri pun tidak bisa disiplin. Mau jadi apa negara ini nantinya jika generasi mudanya seperti ini." Pak Naryo berbicara di depan kelas sambil sesekali melirik ke arah Alan.

Alan hanya bisa menunduk. Dalam hatinya nerutuki nasibnya sendiri. "Kalau gue gak bablas telfonan sama Raka, gue gak bakal kesiangan. Dia juga tumben gak nelfon pagi kaya biasanya. Liat aja, gue gak rela harga diri gue jatuh di depan guru killer kaya gini. Sial banget sih hidup gue hari ini." Alan membatin.

Ya, dia adalah Raka. Lelaki yang akhir-akhir ini dan pada akhirnya menjadi salah satu yang cukup di prioritaskan Alandia. Perhatian kecil membuat Alan merasa disayangi bagai seorang pacar. Wait, Pacar? Bahkan bentukan Raka seperti apa juga dia tidak tau. Selama ini, sudah hampir sebulan mereka berkomunikasi hanya dengan pesan WhatsApp. Sesekali dengan panggilan telpon. Tapi entah mengapa Raka tidak pernah mau untuk diajak face time. Entah mengapa. Padahal Alan sudah setengah mati penasaran dengan Raka. Dimana dia sekolah, dimana dia tinggal, bahkan apakah dia ada atau hanya khayalannya.

Bel istirahat berbunyi, Alan yang lelah setelah menyelesaikan tugas dari Pak Naryo bergegas menuju kantin meninggalkan teman-temannya. Alan berjalan cepat, tak tahan dengan rasa lapar yang menyerang perutnya. Wajar, telat bangun membuat Alan tidak sempat memakan sarapannya sama sekali.

Buukk...

Lagi. Alan kembali terhuyung jatuh. Kali kedua, dalam satu harinya. Alan merasakan sialnya bertubi-tubi hari ini. Ia marah, dengan dirinya sendiri dan...

"Elo lagi!! Kalo jalan pake mata. Jangan bikin gue jatuh mulu. Gak Capek apa lo ngintilin gue?" Alan kesal. Orang yang membuatnya kembali terjatuh adalah orang pertama yang membuka hari sialnya di sekolah.

Dewa hanya melirik, lalu memberi kan senyum miringnya sambil mengerling sebelah mata. Dia sengaja tidak membantu Alan, ingin tahu seberapa keras Alan bisa menjaga dirinya sendiri.

BaperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang