Baper 14

137 7 0
                                    

Hari ini terasa begitu menyenangkan. Walaupun pada akhirnya tidak hanya menemani Dewa makan Soto favoritnya, tapi mereka juga duduk di pantai merasakan hawa Segar alam yang jauh dari polusi.

Awalnya Alan menolak, karena janji Dewa hanya untuk menemaninya makan siang. Tapi tiba-tiba saja Dewa meminjam ponsel Alan dan menghubungi bunda. Apa-apaan ini? Dan bunda mudah saja untuk mempercayakan anaknya pada orang bahkan hanya sekali di temui bunda.

Motor merah tersebut membelah jalanan. Meliuk lincah diantara kendaraan lainnya. 30 menit sudah mereka berkendara. Kini motor tersebut terparkir diatas pasir hitam yang luas. Dua remaja duduk di atas pasir tersebut sambil memandangi lautan luas. Duduk berdampingan ditemani hembusan semilir angin. Diam tak berkata. Bahkan Alan tidak menyesal sudah diculik ke tempat favoritnya. Pantai.

Lama mereka hanya diam. Mendengarkan riuh ombak bergulung dan terhempas hingga berbuih di Batu karang. Rasanya nyaman. Apalagi dengan seseorang yang disuka. Entahlah, Alan tak mampu menggambarkan perasaannya saat ini. Situasi romantis yang biasanya hanya dia baca di novel-novel fiksi remaja. Tapi kini, dia merasakannya.

"Lan..?" Panggil Dewa lirih.

Alan yang mendengar Samar menoleh ke arahnya. Sambil memeluk dua kakinya yang ditutupi jaket milik Dewa.

"Lo gak inget gue sama sekali?"

"Maksudnya?"

Dewa sedikit frustasi. Jadi selama ini bahkan Alan tidak kenal dengannya. Ada apa sebenarnya?

"Memangnya kita pernah bertemu sebelumnya?" Lanjut Alan.

"Oh, lupakan. Sepertinya gue salah orang."
Alan hanya tersenyum.

Dewa bodoh! Pekiknya dalam hati. Bagaimana bisa dia menyuruh Alan lupakan hal tersebut? Sementara dia masih sangat menginginkan untuk kembali dekat dengan Alan dan menjadi miliknya.

Desiran angin pantai semakin menyejukkan. Semakin sore bibir pantai semakin berkurang. Air laut pasang, membuat mereka memutuskan untuk kembali ke rumah.

Diperjalanan Dewa memilih untuk memperlambat laju motornya. Entah sejak kapan Alan sudah bersandar dipunggungnya. Dia tertidur. Karna sedari tadi, Alan tak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang Dewa berikan. Ada perasaan kecewa saat ini. Dalam waktu yang cukup lama bersama Alan, tapi Dewa tidak sedikitpun mendapatkan jawaban atas apa yang dicarinya. Jawaban yang selama ini ia tunggu untuk di pastikan.

Motor terparkir tepat didepan sebuah rumah berwarna putih dengan pagar hitam di depannya.

"Lan, udah sampai." Bisik Dewa.

Alan mengerjap, cukup lama dia tertidur dipunggung Dewa.

"Sorry, gue ketiduran."

Alan turun dari motor tersebut dan memberikan helmetnya pada Dewa.

"Masuk dulu yuk, diluar dingin."

Dewa hanya mengangguk sembari membuka helmetnya pula.

"Assalamualaikum." Seru mereka bersamaan.

"Waalaikumsalam." Sahut bunda sembari membukakan pintu dan mempersilahkan masuk.

"Duduk nak Dewa. Sebentar, bunda bikinkan teh anget."

"Gak usah repot bu, Saya juga sudah mau pulang."

"Gak papa, cuma sebentar. Biar gak masuk angin." Bunda tersenyum teduh, meninggalkan Alan dan Dewa di ruang tamu.

"Dewa, gue tinggal sebentar gak papa kan?"

Dewa hanya mengacungkan jempolnya tanda setuju.

Tak lama berselang, bunda datang dengan secangkir teh hangat diatas nampan. "Diminum nak."

"Makasih bu." Ucapnya sambil menyesap teh hangat yang telah di berikan bunda.

Cukup lama Dewa berbincang dengan bunda. Entah apa yang mereka bicarakan. Tapi sayup-sayup terdengar jika Dewa telah mengenal Alan sebelumnya. Apakah benar mereka pernah bertemu sebelumnya? Apa karena itukah Dewa bertanya jika mereka pernah bertemu? Tapi mengapa Alan tak ingat akan Dewa sedikitpun. Sedikitpun. Tak satupun.

Kepalanya terasa pening. Penglihatannya mulai mengabur. Alan yang sedang berdiri, tiba-tiba tak sadarkan diri.

BaperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang