Hujan di hari minggu membuat tingkat kemalasan Alan bertambah berkali-kali lipat dari minggu-minggu sebelumnya. Mager. Satu kata yang menjadi temannya saat ini. Benar memang, pusat gravitasi terbesar itu berada di tempat tidur. Entah teori dari mana, tapi kenyataannya itu berlaku pada semua orang.
Alan menggeliat dari Balik selimut tebal bermotif kucing miliknya. Matanya tertumbuk pada benda yang ia letakkan diatas permadani miliknya. Ya, kotak merah yang semalaman membuatnya seperti gila. Membuatnya seperti dimata-matai dari dekat. Membuat hatinya seperti mudah di tebak. Dan semalam Alan memutuskan untuk merebahkan diri di tempat tidur, mematikan lampu mejanya dan menarik habis selimut hingga menutupi kepalanya.
Kini Alan teringat lagi dengan dua pesan semalam. Alan kembali menimbang dan bersepakat dengan hatinya. Jika benda tersebut dari Dewa, maka dia tak akan membukanya sampai waktu yang tak ditentukan. Tapi sebaliknya, jika benda tersebut dari Raka, maka dia akan membukanya besok. Pagi-pagi sekali saat dia terbangun.
Tapi bagaimana Cara memastikan apakah itu dari Raka atau dari Dewa? Entahlah. Otaknya buntu pagi ini. Alan mengambil ponselnya dan memainkan aplikasi yang melantukan lagu-lagu kesukaannya. Sambil kembali menarik selimut, dia kembali terlelap.
*********
Alan mendesah berat, baru rasanya semalam dia bisa tidur nyenyak. Baru semalam rasanya bahagia karena tak ada yang di lakukan seharian. Hanya tidur, makan, membaca novel, nonton film. All lazy stuff. Kini Alan harus kembali kepada realita kalau dia adalah siswa Kelas 3 SMA.
Alan melangkah dengan malas. Meninggalkan tempat tidur yang jika dia rebahkan kembali badannya, maka Alan bisa terlambat untuk sekolah. Dug! Kakinya tersandung sesuatu yang dari kemarin masih saja Alan biarkan tergeletak diatas permadani di lantai kamarnya. Alan menoleh sesaat, lalu lebih memilih untuk memasuki kamar mandi.
"Pagi yah, bun, kakak-kakakku tercinta...." Ucap Alan saat bergabung di meja makan.
"Bahagia banget sih dek. Tumben." Sahut Alvaro kakak tertuanya.
"Iya nih. Perasaan kemaren masih galau aja." Timpal Aldo kakak keduanya.
"Diiihh kenapa sih Kak? Ganggu deh."
"Udah-udah, sarapan dulu." Sahut bunda menengahi.
Ponsel Alan bergetar menampilkan sebuah pesan masuk. Alan membuka pesan tersebut, dan mendapati Dewa yang mengirimkannya.
Dewa : Lan, pergi bareng. Gue udah didepan rumah lo nih. ;)
Alan terkejut setelah membaca pesan tersebut. Alan tidak suka melakukan sesuatu secara tiba-tiba. Tapi setelah di pikir, gak ada salahnya Alan pergi bersama Dewa. Toh dia bisa bertanya tentang benda kemarin yang cukup menyita perhatiannya.
Kini Alan sudah bersama Dewa. Melaju lincah di antara kendaraan lainnya. Mereka tak hanya diam satu sama lain. Tapi membincangkan hal-hal random yang sebenarnya hanya basa-basi. Dari pada berdiam selama perjalanan menuju sekolah.
Kini giliran Alan membuka suara. Setelah dari tadi Dewa mengoceh, bercerita dan menanyai Alan tanpa henti.
"De, lo ngirimin gue sesuatu gak semalem?"
"Haah? Apaan?" Deru kendaraan bercampur dengan bunyi klakson yang saling bersahutan membuat Dewa tak begitu jelas mendengar perkataan Alan.
Alan spontan menebak, berarti bukan Dewa yang mengiriminya benda tersebut. Benda yang masih utuh di dalam kotak berwarna merah.
"Enggak, kemaren gue dapet kiriman. Tapi gatau dari siapa. Gue kira dari elo."
"Emang kiriman apaan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Baper
Ficção AdolescenteCewek baper yang bertemu dengan murid baru disekolahnya. Cowok tersebut adalah teman dekatnya semasa kecil. Dewa, begitu dia di panggil. Kembali ke kota dimana dia mengukir kenangan bersama seorang teman kecilnya, Alandia. Dewa berjanji akan selalu...