Sudah tiga bulan lebih Alan hidup tanpa adanya nama Dewa ataupun Raka. Sebelah hatinya merasa ini lebih baik. Tapi sebelah hatinya lagi mengatakan kalau dia kesepian. Tapi dua bulan bukanlah waktu yang sebentar untuk melupakan seseorang.
Setelah Acara kelulusan, pendaftaran ke perguruan tinggi, ujian saringan masuk perguruan tinggi, dan pada akhirnya disini ia sekarang. Di salah satu universitas negeri ternama di kotanya. Jurusan teknik lingkungan yang ia pilih, entah mengapa.
Ini ospek hari ke dua. Tidak seperti yang di bayangkan dan yang terjadi di sinetron-sinetron. Senior yang memberikan hukuman-hukuman ke pada juniornya, ataupun cinta lokasi yang terjadi hingga mereka pacaran sampai wisuda. Tidak, tidak seperti itu. Senior-senior Alan terkenal ramah dan baik. Tak salah jika juniornya pun hormat pada mereka.
Hari ini diisi dengan Acara minat dan bakat. Sebenarnya ospek adalah Acara mainstream sebelum memulai kegian belajar di jenjang universitas. Dan itu sudah pernah di rasakan Alan pada bangku SMA sebelumnya. Ya... Walaupun saat SMA lebih seru menurutnya. Dan benar kata orang-orang, masa SMA adalah masa yang paling Indah. Termasuk kenangannya bersama Dewa dan Raka.
Entahlah.. Sepertinya baper dalam diri Alan sedang kumat. Tiba-tiba saja dia menjadi diam. Tidak sesemangat beberapa jam yang lalu.
"Lan, kamu teh kenapa? Kenapa tiba-tiba jadi lemes?"
Dia Mila. Teman baru Alan. Mereka bertemu saat sama-sama mencari barisan jurusan mereka pada saat hari pertama ospek. Mila anak yang baik menurut Alan. Lemah lembut, pembawaan khas gadis sunda.
"Gak papa Mil. Cuma sedikit pusing." Ucapnya bohong.
"Oalaahh, kamu udah sarapan belum? Saya anter ke kantin nyak?"
"Gak usah Mila.. Aku gak papa."
"Ya sudah kalau begitu. Kamu teh tunggu di sini. Saya mau beli minum dulu."
Alan mengangguk sembari melempar senyum pada Mila. Mila yang menjauh menuju arah kantin, sementara Alan yang hanya duduk menunggu di bawah pohon taman kampus.
Cukup lama Alan menunggu. Tapi ia benar-benar malas untuk bergerak. Bahkan bergeser dari duduknya pun enggan.
"Halo.. Boleh gue duduk di sini sebentar?"
Alan terkejut. Seorang lelaki yang tidak lain adalah seniornya menyapa. Perawakan tinggi kurus dan berkaca mata. Membuat lelaki ini terlihat pintar dan berwibawa.
"Silahkan Kak."
Alan tau dia adalah ketua himpunan di jurusan mereka. Tapi mau apa dia disini? Kalau hanya ingin duduk, rasanya tidak mungkin.
"Perkenalkan, Saya Abdi." Ucapnya sambil mengulurkan tangan.
Alan menerima jabatan tangan itu. "Alandia.." Ucapnya lembut.
"Alandia.. Jadi begini, kami dari anggota himpunan mahasiswa ingin mengajak dan merekrut anggota baru untuk mengisi acara malam penutupan ospek kita. Yang pastinya akan di hadiri oleh semua alumni dari semua angkatan. Dan yang paling penting, kita akan kedatangan beberapa orang tamu istimewa di malam itu. Jadi, kira-kira apakah kamu bersedia?"
"Bersedia Kak!"
Alan dan Abdi menoleh bersamaan. Astagaaa, sejak kapan Mila ada di disini? Alan kembali memutar kepalanya ke arah Abdi. Ia melihat Abdi yang sedang tersenyum melihat jawaban spontan dari Mila.
"Naahh, dengan senang hati kamu akan diikut sertakan. Siapa nama kamu?" Tanya Abdi ramah.
"Mila Kak." Mila mengulurkan tangannya dan di sebut dengan jabatan tangan dari Abdi.
"Dan kamu?" Tanya Abdi kembali pada Alan.
"Mmmm... Gimana ya Kak. Saya gak berbakat soalnya."
Abdi hanya tersenyum.
"Alan ikut kok Kak Abdi. Tenang, Saya teh jamin untuk Alan ikut di acara ini." Celetuk mila yang sontak membuat mata Alan membulat.
"Ya sudah kalau begitu. Nanti sore sepulang kegiatan, Saya tunggu kalian di ruang serba guna ya. Saya permisi." Abdi melempar senyum pada dua gadis tersebut.
Jujur saja, Abdi adalah tipe cowok most wanted seperti yang ada di novel-novel. Walaupun ia berkacamata, tapi parasnya yang tampan membuatnya berbeda dari cowok kebanyakan. Dewasa. Itu yang terlintas pertama Kali saat pertama Kali berbicara dengannya. Pembawaannya yang tenang dan mungkin bisa menghanyutkan. Pintar, sudah pasti. Lihat saja kacamata silindris yang bertengger di hidung mancungnya. Kulit yang kecoklatan. Sepertinya ia tipe cowok penyuka olahraga outdoor. Tinggi? Jelas. Idealnya cowok tentu lebih tinggi dari ceweknya bukan?
Heeehh? Ngomong apa Alan barusan? Gak.. Gak.. Memuji itu hal biasa. Tapi bukan berarti Alan suka sama Kak Abdi. Cukup dua cowok ini yang datang dan menghilang seenaknya. Alan tak ingin lagi.
Tiba-tiba saja alan melihat seseorang yang benar-benar mirip dengan Raka. Ah tidak. Dia pasti bermimpi. Alan tak menghiraukan. Ia berhalusinasi. Mungkin, rada rindunya sudah memuncak. Membuat gadis ini sulit untuk berfikir jernih.
"Mil, Balik ke Kelas yuk. Panas disini."
"Kamu teh gak mau makan dulu? Ayok atuh, makan dulu di kantin. Nanti kamu pingsan. Gak ada tenaganya."
Alan hanya mengikut apa yang di katakan mila. Memang benar, Alan belum makan dari tadi pagi. Dan kini mereka sudah di kantin, memesan masing-masing semangkuk Soto ayam dengan teh es yang menjadi andalan.
"Abis ini kita gak ada kegiatan lagi kan?" Tanya Alan pada Mila.
Mila hanya menggeleng. Sibuk menyuap Soto yang masih hangat ke dalam mulutnya.
Cukup lama mereka duduk di kantin. Saling bertukar tanya mengenai Pribadi masing-masing. Saling bercerita tentang masa SMA dulu. Hingga Alan tak sadar ia sudah jauh bercerita mengenai Dewa dan Raka.
"Jadi, kamu teh di tinggal? Sama dua cowok sekaligus? Eleuh-eleuh.. Belegug siah.. Masa cewek secantik kamu teh ditinggal sama mereka. Memangnya mereka setampan apa? Sampai-sampai ninggalin Neng geulis seperti kamu?"
Alan tertawa melihat respon Mila. Mila memang gadis yang kalem. Tapi dibalik kalem-nya, ternyata mila juga bisa meledak-ledak seperti ini.
"Jangan emosi gitu Mil. Toh aku juga udah mulai lupain mereka. Terserahlah mereka mau apa. Aku udah gak peduli."
"Eeh tapi ya, kalau nih. Kalau seandainya salah satu dari mereka teh balik nemuin kamu. Atau bahkan dua-duanya, kamu teh bagaimana?"
"Kalau itu aku belum pikirin mil. Sekarang yang pasti aku mau fokus apa yang ada di depan mata dulu. Gak mau mikir yang aneh-aneh."
Mila tersenyum sumringah. "Naahh eta baru namanya temen Mila. Mup on. Fokus yang di depan mata. Tuh Kak Abdi Teh meuni kasep pisan. Cocoklah buat kamu." Ujarnya menggoda.
"Diihh apaan sih kamu Mil. Jangan yang aneh-aneh. Aku ini anak baru. Gak usah mikir yang berlebihan. Lagian Kak Abdi pasti Banyak suka. Yang lebih cantik dari aku."
"Eleuh-eleuh... Kamu teh jangan pesimis begitu atuh. Gak baik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Baper
Teen FictionCewek baper yang bertemu dengan murid baru disekolahnya. Cowok tersebut adalah teman dekatnya semasa kecil. Dewa, begitu dia di panggil. Kembali ke kota dimana dia mengukir kenangan bersama seorang teman kecilnya, Alandia. Dewa berjanji akan selalu...